Public Release
Untuk Segera Disiarkan
Rabu, 5 November 2008
Kontak : Wilianita Selviana
Telp : (0451) 423715
Email : walhisulteng@gmail.com,
Secara geogafis teluk palu terletak di selat
Sejak dulu Teluk Palu menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat yang bermukim disekitarnya. Mereka menjadi nelayan teluk palu dengan menggunakan alat-alat yang masih bersifat tradisional dan sampan yang tak bermotor maupun yang dilengkapi dengan katingting. Tetapi seiring bergulirnya zaman dan bertambahnya penduduk serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi, maka mulai tahun 1982 muncul bagan listrik yang beroperasi dengan mesin pembangkit listrik (generator) dan menggunakan lampu yang sangat terang sehingga memiliki hasil tangkapan yang sangat banyak. Hal ini dikarenakan banyak jenis ikan yang ekonomis mempunyai sifat fototaksis positif sehingga penggunanaan cahaya yang besar sangat mempengaruhi catchbility ikan.
Menurut salah seorang nelayan yang bermukim di teluk palu, menyebutkan bahwa di perairan teluk palu masih beroperasi 32 bagan listrik yang juga menggunakan lampu neon berwatt tinggi yang dijalankan genset sebagai penerangannya. Hasil tangkapan bagan listrik yang tidak ”memandang bulu”, menyebabkan timbulnya konflik horisontal di masyarakat pesisir teluk palu yang juga notabene adalah nelayan tradisional. Mereka mengaku sejak beroperasinya bagan jumlah tangkapan mereka menurun drastis.
Beroperasinya bagan listrik di teluk palu juga merupakan praktek over fishing dan ilegal fishing setelah disahkannya Perda nomor 9 tahun 2005. Over fishing yang dipraktekkan oleh bagan jelas bertolak belakang dengan prinsip pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan yang juga merupakan misi dari pembangunan dan perikanan sulawesi tengah (presentasi Kadis Perikanan dan Kelautan Sulawesi Tengah, 2007). Bagan yang beroperasi juga mengangkut semua jenis ikan dari berbagai ukuran dan umur (larva, juvenil hingga dewasa), sehingga membatasi kemampuan memijah ikan-ikan tersebut. Dapat diprediksikan jika pengoperasian bagan terus menerus berlanjut, dimasa akan datang teluk palu akan berada pada kondisi kritis dalam hal ketersediaan sumber daya perikanannya, hal ini yang perlu dipikirkan oleh pemda.
Pada hearing kesekian kalinya pada 5 november 2008 kembali nelayan teluk palu menyampaikan keluhan mereka tentang dampak negatif pengoperasian bagan di teluk palu yang mereka rasakan selama ini dan menilai Pemkot tidak konsisten menerapkan perda nomor 9 tahun 2005. Melalui hearing ini lagi-lagi DPRD kota menjanjikan untuk mengkoordinasikan hal tersebut dengan pemerintah kota. Semoga hal ini tidak menjadi bagian dari janji seperti di tahun 2006 dan 2007 setelah melaksanakan proses hearing yang berulang-ulang. Mengingat hal ini penting bagi semua pihak sebaiknya tidak dibiarkan berlarut-larut dan merugikan nelayan tradisional dari hari ke hari serta jaminan keberlanjutan sumber daya ikan di teluk palu. Perda nomo 9 tahun 2005 sudah sangat jelas mengatur jenis alat tangkap yang boleh beroperasi di teluk palu, Pemkot seharusnya menegakkan Perda ini bukan malah melanggarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar