Selasa, 29 September 2009

Anggota Dekot Sepakat Moratorium Tambang Poboya

Anggota Dekot Sepakat Moratorium Tambang Poboya
DEMO masyarakat penambang beberapa waktu lalu di kantor Walikota dan Gubernur, yang menolak penertiban. (Inzert) Ketua Adat Poboya, Ali Jalaluddin. FOTO: OETAR/MS


PALU, MERCUSUAR–Sejumlah anggota DPRD Kota (Dekot) menyatakan sepakat jika pemerintah bertindak tegas atas aktivitas petambangan rakyat di Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur (Paltim), sebelum berdampak buruk terhadap lingkungan.

Aktivitas ini diprediksikan akan merusak lingkungan jika tidak mengacu pada kaidah pengelolaan lingkungan hidup. Sehingga turut merusak kesehatan, dan tidak berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah.

Anggota Dekot, Hadiyanto Rasyid di kantornya kemarin (28/9) meminta pemerintah memoratorium (menghentikan sementara) aktivitas tambang tersebut. Mulai dari penggalian material, hingga pengelolaan di tromol. “Harus dihentikan dulu. Kemudian diatur, bagaimana pengelolaannya,” kata Hadiyanto Rasyid.

Selama moratorium, pemerintah dan berbagai elemen terkait menyusun regulasi pertambangan rakyat yang menjadi dasar pengelolaannya, sehingga acuan teknis pengelolaannya menjadi jelas.
Pengerukan emas juga harus didahului dengan uji kelayakan dalam bentuk Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). “Dari Amdal ini akan diketahui layak atau tidak layak tambang ini dikeruk, dan dampaknya sudah bisa diketahui apa yang terjadi ke depan. Selain itu ditentukan wilayah mana yang layak diolah dan tidak layak diolah,” ujarnya.

Anggota Dekot lainnya, Andi Patongai juga mengaku prihatin dengan aktivitas tambang tersebut, karena lebih didominasi warga luar daerah. “Saya khawatir akan terjadi kecemburuan sosial, karena yang menggali dan pemilik tromol lebih banyak orang dari luar. Sehingga saya sepakat kalau ini hentikan,” kata Andi Patongai.

Selanjutnya, Sophian Aswin yang juga anggota Dekot menegaskan bahwa kecemburuan sosial sudah muncul tingkat bawah. “Karena yang menguasai tambang hanya pemilik modal atau para cukong seperti yang saya katakan di koran sebelumnya. Kalau ini tidak ditertibkan, maka bisa menimbulkan konflik di masyarakat,” terangnya.

“Saya ini tinggal di Lasoani, dan saya selalu pantau apa yang terjadi di Poboya, makanya saya tahu kompleksitas masalah yang terjadi di Poboya dan Lasoani. Jadi perlu saya tegaskan bahwa saya tidak asal ngomong,” kata Pian-sapaan akrabnya.

Tokoh Pemuda Lasoani ini memprediksikan, upaya penertiban tambang di Poboya merupakan langkah penyelamatan lingkugan di Poboya dan kelurahan sekitar. Seperti Lasoani, Tanamodindi dan Kawatuan. “Karena dampaknya pasti terasa di kelurahan yang berdekatan ini. Olehnya harus ditertibkan, dan jangan pandang bulu dalam penertiban. Siapapun dia harus ditertibkan,” tandasnya.

Sebelumnya, Harjun Arubamba yang juga anggota Dekot sudah bersuara kritis soal aktivitas tambang tersebut. “Rumah saya sering didatangi masyarakat yang mengadu soal dampak tambang. Terutama soal keberadaan tromol yang berada di tempat yang tidak layak, seperti di dekat sungai, dan pemukiman. Makanya ini harus ditertibkan,” tukasnya.


SOAL CUKONG DIBANTAH
Pernyataan Anggota DPRD Kota (Dekot) Palu, Aswin Sophian bahwa demo yang dilakukan penambang Poboya, dibekingi cukong dibantah Ketua Dewan Adat Poboya, Ali Djalaluddin. Menurutnya, aksi mereka merupakan spontanitas, sebagai respon atas rencana penertiban tambang rakyat, dengan wacana pertambangan ilegal (Peti) oleh Pemerintah Provinsi Sulteng, sehingga mereka melakukan pertemuan dan melakukan aksi yang meminta pemerintah memberikan izin menambang di Poboya.

“Mereka gelisah, karena dikatakan ilegal, yang menurut Undang-Undang yang baru tentang pertambangan, bisa dikenakan hukuman 10 tahun dan denda Rp10 M. Sehingga, masyarakat tambang turun dengan dana yang diambil dari kas penambang di dewan adat, memanfaatkan kendaraan di sini, baik dari pemilik tromol maupun kendaraan yang mengangkut material di sini. Jadi bukan didanai cukong,” kata Ali Djalaluddin.

Istilah cukong, menurut Djalaluddin bisa bias artinya dan menimbulkan tafsiran lain. Sebab, pemilik tromol yang diistilahkan cukong oleh anggota Dekot, tidak mendanai demo mereka, tetapi semua saling membantu, agar mereka semua bisa bekerja demi mencari makan. “Para pemilik tromol itu ibarat seperti pengusaha penggilingan padi, yang memberikan jalan bagi petani agar padinya bisa dijual. Pun demikian, dengan para penambang, kehadiran tromol, membuat upaya mereka menggali material bisa menghasilkan emas,” tandas Ali.

Yang mengkhawatirkannya, lanjut Djalaluddin, wacana orang luar dan orang dalam di Poboya jangan sampai diekspos. Karena, itu wacana rasis dalam kesatuan negara Indonesia. “Seharusnya, sebagai anggota dewan, dia tidak bicara soal orang dalam dan luar, karena saya di sini tidak mempermasalahkannya. Kami hanya mengatur jangan sampai mereka saling bertengkar mencari kehidupan di sini. Sebab, dengan adanya tambang ini, mereka sudah menjadi keluarga dan terjadi perkawinan silang antar suku,” terangnya.

Disinggung soal adanya Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (Asperi) dalam demo, ketua dewan adat Poboya, mengakui mereka adalah mitra, untuk mengatur kebaikan dan keberlangsungan pertambangan rakyat di Poboya, tanpa ada maksud lain. Sementara itu, Sekretaris Asperi, Andi Ridwan Adam yang dikonfirmasi mengatakan pihaknya sangat prihatin dengan pernyataan dari salah satu anggota Dekot yang dinilainya menunjukkan kualitas rendah. Sebab, sebagai anggota Dekot Dapil Palu Timur, seharusnya dia bisa membela kepentingan rakyatnya dan melihat kondisi warga penambang sebelum memberikan statemen. KUS/STY


Sumber : http://www.harianmercusuar.com/?vwdtl=ya&pid=1424&kid=all (Mercusuar, 29 September 2009)

PERTAMBANGA RAKYAT Pemkot Akan Bertemu CPM

Media Alkhairaat, Selasa 29 September 2009

PERTAMBANGA RAKYAT
Pemkot Akan Bertemu CPM

LOLU – Pemerintah Kota (Pemkot) Palu pekan mendatang menggelar pertemuan dengan pihak PT. Citra Palu Mineral (CPM), terkait pembebasan lahan seluas 10 Hektar di areal pertambangan Poboya. PT. CPM yang mayoritas sahamnya dikuasai PT Bumi Resource Tbk, merupakan pemegang hak konsesi pertambangan Poboya.

Kepala Bidang Pertambagan Energi dan Sumber Daya Mineral, Muslimah M, Senin kemarin mengatakan, Pemkot telah mengajukan permintaan kepada pemerintah pusat melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, agar memediasi pertemuan dengan CPM.

Namun tidak membuahkan hasil sebab Departemen ESDM tidak dapat mempresur satu perusahaan agar dapat membebaskan lahannya.

Meski demikian upaya Pemkot tidak terhenti sampai disini karena pihaknya juga telah melakukan loby kepada salah satu komisaris CPM yakni Darussalam untuk dapat mempertemukan pihaknya dengan pemilik perusahaan tersebut, yang disambut baik dengan adanya kesepakatan untuk mengadakan pertemuan awal Oktober mendatang di Kota Palu.

“Kalau pertemuannya di Jakarta akan merepotkan, karena lokasinya ada di Palu. Jika CPM menyetujui, usai pertemuan kami langsung mengajak untuk survey dilokasi tambang,” ujar Muslimah.

Diharapkan dari pertemuan ini, keinginan Pemprov Sulteng dan Pemkot atas pembebasan lahan 10 Hektar dapat terpenuhi, karena hal tersebut tidak lain untuk membuka pertambangan untuk masyarakat setempat.

Di hari yang sama, Wakil Walikota Palu Andi Mulhana Tombolotutu juga mengatakan, untuk pengajuan Raperda tambang rakyat Poboya pihaknya terlebih dahulu membentuk tim. Setelah tim terbentuk, maka dilakukan rapat dan dilihat apa yang menjadi payung hukum untuk diusulkan dalam Raperda.

“Raperda baru diusulkan sesudah dilakukan penyerehan pembebasan lahan oleh CPM,” katanya.

Pihak DPRD Kota Palu mendesak Pemkot memberi perhatian serius dengan mengeluarkan peraturan menyangkut keberadaan tambang emas Poboya. Pasalnya bila persoalan tersebut tidak diperhatikan maka dampak yang ditimbulkannya kedepan akan semakin parah, diantaranya persoalan lingkungan dan hal-hal lainnya.

Menurut salah satu anggota DPRD Kota Palu, Ronal yang ditemui Media Alkhairaat, Senin (28/9), peraturan yang akan dibuat bukan berarti pelarangan kegiatan penambangan, akan tetapi ada peraturan yang harus ditaati bagi masyarakat sebagai hak tambang rakyat.

Ketua sementara DPRD Kota Palu Sidik Ponulele, juga berkomentar sama. Namun menurutnya, persoalan ini harus disikapi oleh Pemkot Palu terlebuh dulu.

Saat ini DPRD belum bisa mengambil keputusan sendiri untuk membuat peraturan inisiatif soal tambang emas itu, karena alat kelengkapan dewan belum diatur.

Namun apabila alat kelegkapan itu telah berjalan dan Pemkot Palu belum mengambil sikapnya, maka dewan akan mengambil inisiatif sendiri untuk mengatur penambangan rakyat itu. (IRMA/HADY)

Selasa, 15 September 2009

Tambang Poboya Akan Dirazia

Mercusuar, Kamis 10 September 2009
Tambang Poboya Akan Dirazia


seorang penambang di Poboya tengah memisahkan batuan dengan menggunakan Tromol. Kapolres Palu kembali berjanji akan melakukan razia untuk menertibkan para penambang. Namun janji Kapolres hingga kini belum terlaksna dan diduga hanya gertak belaka.FOTO:DOK/MS

PALU, MERCUSUAR- Polda Sulteng bersama Polres Palu akan menggelar razia di areal tambang emas tradisonal Poboya, Kecamatan Palu Timur. Soal waktu razia tersebut, belum diketahui.

“Ya, kami akan melakukan razia gabungan bersama Polda Sulteng. Hanya saja, waktunya belum diketahui,” terang Kapolres Palu, AKBP Bonar Sitinjak, Selasa (8/9).
Adanya korban terkait penambangan rakyat di Poboya, mengharuskan pihak penegak hukum bertindak tegas. Hal itu dimaksud agar korban tertimbun longsor tidak bertambah.
Kapolres Palu membenarkan jika ada penambang yang luka-luka akibat terkena longsoran batu. Perihal adanya penambang yang meninggal di Kotamobagu, dia tidak mengetahuinya.

“Memang ada yang luka-luka. Nanti akan kami tertibkan, tetapi harus menunggu koordinasi dengan Polda,” singkatnya.

Sementara Gubernur HB Paliudju melalui Karo Humas dan Protokoler Pemprov Drs Irwan Lahace Msi, mengungkapkan berdasarkan hasil pertemuan beberapa pekan lalu antar Gubernur bersama unsur terkait lainnya telah merekomendasikan Kapolda Sulteng Brigjend Suparni Parto sebagai ketua Tim Penertiban Penambang Poboya (TPPB).

Bukan hanya pihak kepolisian, namun melibatkan pula Korem 132/Tadulako, Lanal Palu serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP). “Jadi secara teknis model penertibannya, diserahkan sepenuhnya kepada Polda Sulteng,” kata Drs Irwan Lahace Msi, via telepon, mengutip pernyataan Gubernur HB Paliudju, Selasa (8/9).

Pembentukkan TPPB itu, dimaksudkan sebagai upaya penanganan sekaligus penertiban aktivitas penambangan emas di Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur. Meski pun sebelumnya disepakati langkah awal dilakukan himbauan kepada masyarakat, namun jika kondisinya memungkinkan dilakukan langkah represif atau penertiban itu dibenarkan.
Hal itu kata Irwan Lahace untuk menjaga keselamatan masyarakat baik penduduk setempat maupun pendatang. “Tapi spenuhnya kami serahkan ke Kapolda, silahkan hubungi Kapolda,” pintanya. GUS/URY

Sumber: http://www.harianmercusuar.com/?vwdtl=ya&pid=1167&kid=all

Tiga Bupati Dukung Cudy *Rencana Minta Rekomendasi Gubernur

Tiga Bupati Dukung Cudy *Rencana Minta Rekomendasi Gubernur

Media Alkhairat, Kamis 10 September 2009


PALU – Inisiatif Walikota Palu Rusdy Mastura menyurati Presiden SBY terkait krisis listrik di Palu dan sekitarnya menuai dukungan. Tiga bupati di Sulawesi Tengah mendukung langkah Cudy-sapaan karib Rusdy Mastura. Ketiga bupati itu: Bupati Parigi Moutong Longky Djanggola, Bupati Donggala Habir Ponulele dan Bupati Sigi Hidayat.
Bersama Cudy, ketiga bupati itu, berencana menghadap Gubernur HB Paliudju untuk meminta rekomendasi. “Tidak serta merta keinginan Walikota langsung kami setujui, tapi harus melewati proses administrasi atau meminta rekomendasi Gubernur Sulteng terlebih dahulu,”kata Longky Djanggola.
Habir Ponulele mengatakan, langkah dilakukan Walikota Palu itu untuk kepentingan orang banyak, sehingga harus didukung, karena listrik menjadi kebutuhan penting daerah untuk maju.
Terkait dengan itu, bersama ketiga bupati pendukung, Cudy mengatakan, pihaknya segera menghadap Gubernur Paliudju untuk meminta rekomendasi. Cudy yakin dengan dukungan tiga bupati akan mempercepat respon Presiden SBY untuk menyelesaikan krisis listrik di Sulteng.
Sebelumnya diberitakan, Walikota Palu Rusdy Mastura melayangkan surat ke Presiden RI SBY untuk membantu penanganan krisis listrik di Kota Palu dan sekitarnya.
Menurut Cudy, kehadiran PLTU Mpanau Palu berkapasitas 2x15 Megawatt belum mampu mengatasi krisis listrik yang melanda Kota Palu karena daya PLTU Mpanau juga disalurkan ke Donggala, Parigi dan Sigi. Ketiga daerah ini masuk dalam Sistem Palu yang merupakan wilayah kerja PLN Cabang Palu.
“Jika daya PLTU hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Palu, sudah lebih dari cukup,” kata Cudy.
membayar daya PLTU sesuai harga pembelian baru Rp629 per kwh yang disepakti di depan Wapres Jusuf Kalla sekitar Maret lalu di Jakarta. Harga pembelian daya PLN saat ini masih mengacu pada harga lama Rp505 per wh.
“Jika harga pembelian daya PLTU tidak segera direalisasikan, PLTU terancam tidak beroperasi. Bisa saja Kota Palu dan sekitarnya mengalami pemadaman yang berkepanjangan,”ungkap Rusdy.
Menurut dia, berdasarkan informasi yang diterima dari PLN Palu, belum direalisasikan kesepatakan harga pembelian baru itu dikarenakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum merestui.
Humas PLN Cabang Palu Petrus Walasari mengatakan persoalan harga kontrak pembelian daya PLTU Mpanau merupakan kewenangan PLN Pusat. PLN Palu selaku pelaksana teknis hanya melaksanakan keputusan dari pusat. “Selama belum ada perintah, kami tetap mengacu pada harga pembelian lama,” ujarnya. (IRMA).

Sumber : http://mediaalkhairaat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3457&Itemid=26
Jum’at 11 September 2009

TERKAIT ADUAN WARGA PEPSI KEKOMDA HAM SULTENG Murad Huasain Menolak Hadir

Media Alkhairat, Selasa 8 September 2009

TERKAIT ADUAN WARGA PEPSI KEKOMDA HAM SULTENG
Murad Huasain Menolak Hadir

PALU – Komisi Daerah Hak Asasi Manusia (Komda Ham) Sulawesi Tengah menyayangkan ketidak hadiran pemilik perusahaan PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS), Murad Husain, yang tidak memenuhi panggilan Komda Ham Sulteng, terkait pengaduan warga Persatuan Petani Sikoyong (Pepsi).

Kata Ketua Komda Ham Sulteng, Dedy Askary, Senin (7/9), pihaknya menyurat kepada Murad Huasain tertanggal 27 Agustus 2009 untuk datang kekantor Komda Ham, guna minta klarifikasi terkait aduan warga Pepsi tersebut.

‘Kami sangat menyayangkan sikap Murad Huasain yang hanya mewakilkan dirinya kepada kuasa hukumnya. Padahal jika ia sendiri yang datang, persoalan ini akan lebih cepat ditangani,” kata Dedi.

Kuasa hukum PT KLS, Tajwin Ibrahim tiba di kantor Komda Ham lebih awal dari jadwal yang ditentukan, datang dengan membawa dokumen yang diperlukan dalam klarifkasi tersebut. Diantaranya adalah SK Bupati Banggai, tentang perpanjangan izin lokasi perkebunan sawit seluas kurang lebih 400 hektar kepada PT KLS di kawasan Suaka Marga Satwa Bangkiriang, bernomor 503/10.52/BPN.

Meski demikian Dedi Askari merasa puas kehadiran kuasa hukum PT KLS, belum bisa menjawab beberapa hal yang dibutuhkan. Karena, ada beberapa hal yang menyangkut keputusan perusahaan yang tidak bisa diambil Tajwin.

“Saya tanyakan surat resmi pernyataan warga tentang persetujuan pembukaan lahan, dia tidak bisa penuhi, katanya itu kewenangan atasannya,” kata Dedi.

Disinggung soal kewenangannya melakukan pemanggilan, Dedi mengaku Komda Ham sendiri melakukan pemanggilan berdasarkan pada Undang-undang Nomor 39 tahun 1999, pasal 89 ayat (3). Pemanggilan tersebut, kata Dedi, masih akan berlanjut selama dokumen-dokumen serta klarifikasi dari pihak PT KLS belum lengkap. Bahkan, jika Murad Huasain tidak bisa hadir, maka pihaknya berencana melakukan panggilan secara paksa.

Ditemui terpisah, Muarad Husain yang saat itu berada di kantor Dinas Kehutanan Provinsi, mengaku tidak akan memenuhi pemanggilan Komda Ham. Menurutnya, ia tak bersalah, justru selama ini ia yang dirugikan akibat pemebritaan media local terhadap dirinya dan perusahaannya.

“Saya tidak perlu mnghadap Komda Ham, pengacaraku ada. Saya ingin membuktikan apa kedudukan Komda Ham dibidang Hukum?. Kan mereka itu harus membela orang yang punya hak asasi, saya dituding melakukan perambahan hutan, mana buktinya? Saya akan tantang mereka, kita liat saja dipengadilan,” tegas Murad.

Dalam kasus ini, pemanggilan Murad Husain oleh Komda Ham, terkait beberapa laporan warga Pepsi yang mengatakan PT KLS terlibat dalam penggusuran lahan transmigrasi Agro Estate. Pelanggaran Perluasan Hak Guna Usah (HGU) seluas kurang lebih 300 hektar di Desa Singkoyo, Kecamatan Toili, pelanggaran perluasan HGU sebsesar kurang lebih 400 hektar di Desa Toili, Kecamatan Toili, perpanjang izin lokasi perkunan sawit, alih fungsi Hutan Tanam Industri menjadi perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Toili Barat. (SAHRIL)

PLTU Rusak, Palu Gelap Lagi *WALIKOTA KECEWA DENGAN PLN

Media Alkhairat, Selasa 8 September 2009
PLTU Rusak, Palu Gelap Lagi
*WALIKOTA KECEWA DENGAN PLN

PALU – Pembangkti Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mpanau Unit II, Senin kemarin, mengalami kerusakan. Akibatnya, pemadaman bergilir dalam skala besar terjadi lagi di Palu, Donggala dan Parigi Moutong.

Kerusakan PLTU unit II ini diduga akibat seringnya gangguan (trip) dari jaringan PLN.
“Turbine Generator unit II mengalami masalah, kemungkinan ada kebocoran di labirin seal, sehingga lubang oil gear tercampur air (steam). Perbaikan kami perkirakan memakan waktu empat hari,” terang Djati Nugroho, Bagian Operasional PT PJPP kepada media ini via telephone tadi malam.

Djati mengakui, kerusakan parah kali ini akbat shock mesin yang sering terjadi akibat trip dari jaringan PLN. Jika dalam jangka empat hari perbaikan belum bisa diatasi, pihaknya terpaksa mendatangkan teknisi dari luar. Sementara munit I tetap beroperasi seperti biasa dengan suplai daya sebesar 10-12 MW.

Seperti diketahui, beban puncak saat ini mencapai 50 MW dengan suplai dari PLTU sebesar 26 MW dan dari PLTD Silae sebesar 20 MW, dengan deficit sebesar empat megawatt. Jika saat ini PLTU unit II black out, maka dipastikan suplai daya berkurangx sebesar 13 MW ditambah empat megawatt. Pemadaman saat ini mencapai 33 MW.

Sementara itu, Walikota Palu Rusdy Mastura mengaku kecewa atas sikap dan tindakan yang dilakukan PLN Palu yang sering menuding kinerja PLTU tudak optimal. Padahal pemadaman listrik terjadi karena ketidak mampuan mesin PLTD milik PLN.

“Saya itu kecewa terhadap sikap manajer PLN Palu yang suka berbicara dibelakang layer yang suka menjelek-jelekan kinerja PLTU Mpanau, padahan perusahaan yang diatas naungan PT PJPP ini selalu memberikan pelayanan prima ke PLN,” kata Walikota.

Dia mengatakan, seharusnya PLN Palu harus berterimakasih dengan hadirnya PLTU Mpanau yang telah banyak memberilan kontribusi khususnya tenaga listrik yang diasalurkan kepada konsumen bukan dengan menuding PLTU dengan penilaian buruk.

Menurut dia, mungkin kalau tidak ada PLTU yang memberikan suplai tenaga listrik sudah dipastikan kondisi di Kota Palu dan sekitarnya akan gelap gulita. Sementara sudah dibantu oleh PLTU kondisi PLTD Silae masih sering padam bagaimana kalau tidak ada sama sekali. (EGA/IRMA)

Rabu, 09 September 2009

KRISIS LISTRIK Walikota Layangkan Surat Ke Presiden

Media Alkhairat, Senin 7 September 2009

KRISIS LISTRIK
Walikota Layangkan Surat Ke Presiden

PALU – Walikota Palu Rusdy Mastura dalam waktu dekat melayangkan surat ke Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Surat yang akan dikirmkan itu berisikan permintaan membantu penanganan krisis listrik di Kota Palu.

Dikatakan, kehadiran PLTU Mpanau Palu berkapasitas 2x15 Megawatt belum mampu mengatasi krisis listrik yang melanda Kota Palu.hal ini disebabkan daya PLTU Mpanau yang di suplai ke PLN juga diperuntukkan bagi konsumen di Kabupaten Donggala, Parigi dan Sigi.

Kota palu dan ketiga daerah tersebut memang masuk dalam sistim Palu yang merupakan wilayah kerja PLN Cabang Palu.

“Jika daya PLTU hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Palu, sudah lebih dari cukup,” kata Walikota Rusdy.

Menurutnya operasional PLTU Mpanau hingga saat ini masih merugi sebab pihak PLN belum membayar daya PLTU sesuai harga baru yang disepakati di depan Wapres Jusuf Kalla pada Januari lalu di Jakarta.

Jika harga pembelian daya PLTU tidak segera di realisasikan, PLTU terancam tidak beroperasi. Bisa saja Kota Palu mengalami pemadaman yang berkepanjangan,” ungkap Rusdy.

Walokita Rusdy akan melibatkan tiga Bupati yang berada dalam wilayah layanan Sistim Palu, dalam penyusunan surat buat presiden itu. Hal ini dimaksud agar mendapat respon dari kepala Negara.
Menurutnya, berdasarkan informasi yang diterima PLN Palu, belum direalisasikan kesepakatan harga pembelian baru itu dikarenakan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) belum merestui MoU baru tersebut.

“Saya pikir MoU itu cukup dilakukan antara perusahaan tanpa harus melibatkan Menteri ASDM, karena kemarin kesepakatan itu juga disesuaikan oleh Wapres Yusuf Kalla.

Kalau begini jadinya bisa akan lama prosedurnya. Maka itu saya mohon bantuan Presiden untuk memperhatikan masalah PLN dan PLTU yang ada di Palu,” ujar Walikota. (Irma)

TAMBANG EMAS POBOYA LONGSOR Dewan Adat dan LPM Diminta Bertanggungjawab

Media Alkhairat, Senin 7 September 2009

TAMBANG EMAS POBOYA LONGSOR
Dewan Adat dan LPM Diminta Bertanggungjawab

PALU – Dewan Adat dan LPM diminta bertanggung jawab atas musibah longsor di lokasi Tambang Emas Poboya, Sabtu dini hari lalu. Akibat longsor dilaporkan tiga penambang tertimbun dan dua penambang asal Sulawesi Utara (Sulut) tewas.

“Saya tengah mencari kebenaran atas informasi itu, ada dua orang korban tewas. Satu orang meninggal ditempat, satu korban lainnya meninggal di rumah sakit. Namun saya kurang jelas di rumah sakit mana dan siapa nama warga yang tewas itu,” kata Lurah Poboya, Muhammad Aris, Ahad sore.

Aris menduga, longsor diakibatkan adanya aktifitas pencurian lubang tambang, Sabtu dini hari, saat sejumlah penambang lain tidak beraktifitas.”Korban yang tertimbun itu diduga yang melakukan pencurian lubang tambang,” kata Aris.

Aris menuntut, Dewan Adat dan LPM Poboya bertanggungjawab atas musibah longsor ini, karena dua lembaga ini yang mengeluarkan izin penambangan. “Aparat kelurahan sudah melarang, tapi larangan kami tidak diindahkan. Malah, mereka mengeluarkan izin sendiri dan menarik retribusi,” katanya.

Kepala Polsek Palu Timur, AKP Darno meski mengakui peristiwa itu longsor, namun membantah ada korban tewas. “Tidak ada yang tewas kata,” kata Darno.

Darno mengaku, memang ada laporan soal korban tewas tapi setelah dicek tidak benar. “Infonya ada yang meninggal di rumah sakit, tapi setelah diperiksa, tidak terbukti,” ungkapnya.
Sementara itu, terkait keberadaan Tambang Poboya, Walikota Palu Rusdy Mastura menyatakan, para penambang di Poboya sulit dikendalikan. “Kita mau apa lagi,” kata Walikota dalam Dialog Umat di STIE-STISIPOL Palu, Ahad sore kemarin.

Walikota enggan berkomentar soal musibah longsor, alasannya masalah Poboya sudah ditangani Pemerintah Provinsi Sulteng. “Tanya ke pemerintah Sulteng, itu wewenang mereka,” kata Walikota.

Camat Palu Timur, Tompho Yojokodi mengatakan, dari data yang diperoleh pemerintah kecamatan, jumlah penambang di Poboya mencapai 7000 orang. (ARMA/SYARIF/BANJIR)

Minggu, 06 September 2009

Satu Penambang Poboya Tewas

Mercusuar, Senin 7 September 2009

Satu Penambang Poboya Tewas


PALU, MERCUSUAR - Salah satu lubang tambang emas di Tambang Poboya, longsor, Kamis malam (3/9). Akibatnya, dua warga Kotamobagu, Sulut dan seorang warga Kelurahan kawatuna terluka.

Informasi yang diperoleh, ketiga orang tersebut mengalami luka yang cukup parah, ada yang dibagian kepala dan ada yang dibagian tangan. Setelah tertimpa musibah tersebut, dua warga Kotamobagu langsung dipulangkan ke kampung halamannya, demikian pula warga Kelurahan Kawatuna itu.

Diketahui, warga Kawatuna yang mengalami luka-luka akibat longsor bernama Alimin, sementara dua warga Kotamobagu tersebut namanya belum diketahui.
Bahkan beredar kabar, jika salah seorang warga Kotamobagu meninggal kemarin (6/9) pagi, di kampung halamannya di Kotamobagu. Korban meninggal, karena luka yang dideritanya cukup parah.

“Saya dapat kabar korban yang dilarikan ke Kotamobagu, tadi pagi (kemarin) meninggal,” kata salah seorang penambang emas Poboya sembari meminta namanya tidak disebut.

Dia menambahkan, longsor tersebut terjadi pada malam hari. Saat itu, tiga orang penambang tersebut memaksakan untuk menambang, padahal diluar tengah hujan deras. Kemudian, salah seorang penambang memukul tiang lubang tambang tersebut, sehingga tanah yang berada diatasnya roboh.

“Dalam lubang tambang, ada tiang penyangganya. Memang tiang itu adalah batu emas, namun tidak boleh dipukul (Diambil). Sebab, jika diambil, maka tanah yang ada diatasnya akan roboh. Itu yang terjadi pada tiga orang tersebut,” jelasnya.
Sementara salah seorang penambang lain membenarkan hal itu. Menurutnya, Alimin adalah warga Kelurahan Kawatuna, bukan warga Poboya seperti yang diisukan.
“Tidak ada nama Alimin di Poboya. Alimin itu warga Kawatuna,” katanya.

Ketika ditanya nama penambang asal Kotamobagu itu, penambang tersebut tidak mengetahuinya, karena jumlah penambang asal Kotamobagu di Tambang Poboya sangat banyak. “Saya tidak tahu namanya le,” singkatnya.


PEMKOT BELUM BERGERAK

Kasus longsor di tambang Emas Poboya yang menelan korban jiwa dan luka-luka, Sabtu (5/9) dinihari, belum ditindak lanjuti Pemkot Palu, karena warga tidak melaporkan hal kejadian itu kepada pemerintah.

“Untuk masalah itu, sudah jauh hari, kita sudah berikan sosialisasi kalau tambang berbahaya. Tapi, kalau warga terus masuk karena mau duit, mau diapakan lagi. Padahal kita sudah pernah usir satu kali, tapi kembali lagi. Bahkan, banyak dari luar daerah yang datang melakukan penambangan,” kata Walikota Palu, Rusdy Mastura di Stisipol Panca Bhakti, kemarin (6/9).

Untuk itu, pihaknya sudah menyerahkan permasalahan langkah-langkah tindakan dan kebijakan kepada Pemerintah Provinsi Sulteng dalam hal ini Gubernur, untuk menindak semua hal yang berkaitan dengan Poboya.

“Kita hanya memantau dan melaporkan, baik data kependudukan, pemeriksaan air dari pencemaran, dan kegiatan lainnya yang berbahaya,” kata Cudy—sapaan akrab Walikota Palu.


Untuk kasus itu, Walikota mengakui belum sempat meninjau lokasi, tapi menyerahkannya kepada pihak kelurahan Poboya dan Camat Palu Timur untuk memantau perkembangan terakhirnya. “Saya belum tahu, yang saya tahu ada yang patah tangan. Kalau yang meninggal saya belum tahu,” tutupnya. STY


HENTIKAN PERTAMBANGAN

Kalangan aktivis lingkungan Sulteng mendesak pemerintah daerah segera mengambil tindakan penghetian sementara aktivitas pertambangan di Poboya. Hal itu berdasarkan laporan tewasnya seorang penambang emas Poboya asal Kota Mobagu Gorontalo, Jum’at malam akibat tertimpa longsoran tanah saat melakukan aktivitas penggalian.

Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Hamdin mengatakan, moratorium atau jeda sementara aktivitas pertambangan di wilayah itu mutlak diperlukan untuk mencegah agar tak ada lagi penambang yang menjadi korban.

Hamdin menilai, Gubernur Sulteng belum mengambil tindakan strategis terhadap usulan adanya moratorium. Meskipun baru-baru ini telah mengumpulkan sejumlah aktivis peduli lingkungan untuk mendengar masukan mereka seputar penanganan Poboya, namun sepengetahuan publik, pemerintah belum maju selangkah.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng Wilianita Silviana justeru meminta masyarakat dan penambang di Poboya secara sadar menghentikan sementara aktivitas mereka melakukan penambangan, apalagi dengan adanya korban yang tertimpa longsoran ini. Masa jeda itu kemudian akan dimanfaatkan pemerintah untuk menganalisa dampak lingkungan atau efek pertambangan serta pada wilayah mana saja area pertambangan dibolehkan.


Ia mengaku, sikap persuasif pemerintah terhadap penambang untuk berhenti beraktivitas sementara tidak akan berhasil kalau hanya bertepuk sebelah tangan, alias lemah dukungan masyarakat. “Harus ada tindakan pencegahan secepatnya dari pemerintah provinsi dan pemerintah kota. Ini pelajaran jangan sampai ada korban lagi,” ujar Lita, sapaan akrabnya. GUS/STY/OTR

Sumber: http://www.harianmercusuar.com/?vwdtl=ya&pid=1118&kid=all

Murad: PLN Pembohong Besar Takut Kehilangan Subsidi

Mercusuar, Senin 7 September 2009

Murad: PLN Pembohong Besar
Takut Kehilangan Subsidi


PALU, MERCUSUAR - Ketua DPRD Provinsi Sulteng, Murad U Nasir dan Walikota Palu, Rusdy Mastura secara blak-blakan mengatakan bahwa Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang Palu sebagai pembohong besar. Karena selama ini, PLN tidak punya itikad baik dalam perbaikan krisis energi listrik di Kota Palu dan Sulteng.
Hal itu, terungkap dalam diskusi bertema krisis listrik dan pengembangan wisata teluk Palu yang digelar mahasiswa KKN Stisipol Panca Bhakti Palu, di kampus itu, Minggu (6/9) petang.

Anggota DPR RI yang baru terpilih itu juga mengatakan bahwa PLN berbohong dengan mengatakan bisa menyuplai dan melayani listrik dengan baik kepada warga kota dan sekitarnya, padahal kebutuhan listrik terus meningkat.

“Kalau dulu, kebutuhan listrik masih relatif sedikit, karena barang-barang yang memerlukan listrik masih sedikit. Sementara sekarang justru semakin berlipat kebutuhan listrik itu dengan hadirnya komputer dan alat elektronik lainnya. Sehingga penambahan daya harus dilakukan PLN,” tukasnya.

Sementara menurut Cudy—sapaan karib Walikota Palu, PLN merupakan instansi yang bertanggung jawab sepenuhnya atas krisis listrik bukan pemerintah daerah. Sebab, listrik merupakan tanggung jawab pemerintah pusat yang dilimpahkan kepada PLN yang memonopoli urusan listrik.

“PLN takut kehilangan pekerjaan dan subsidi yang ia terima, kalau pengelolaan listrik itu berpindah ke daerah atau swasta. Bayangkan saja, dengan subsidi yang mencapai Rp400 M untuk operasi mesin PLTD yang dibayar Rp2600 per KWh. Sementara untuk PLTU hanya dibayar Rp465 perKWh dan batubara harus dibeli Rp520 untuk setiap KWh,” tutur Cudy.

Ditambahkannya, janji PLN yang akan menaikkan nilai pembelian daya dari PLTU yang telah disepakati awal tahun ini, menjadi Rp700 perKWh hingga sekarang belum dibayarkan. Sehingga, PLTU terus merugi. Namun PLN meminta PLTU menyuplai 21 MW kalau tidak dipenalti.

“Kalau ada pendemo, PLN selalu mengalihkan bahwa kesalahannya, karena PLTU kurang daya dan alasan klasik lainnya. Padahal, pimpinan PLN sebelum Ramadhan telah menjajikan akan memelihara mesin PLTD, agar saat Ramadhan listrik tidak padam. Nyatanya PLN berbohong besar,” tukas walikota.

PLTU yang ada sekarang ini, lanjut Cudy merupakan bantuan Pemkot Palu kepada PLN dengan daya mencapai 2 x 15 MW, yang diusahakan dengan waktu dan tenaga yang lama, bahkan sampai ke negeri China. ”kami melobi untuk datangkan mesin dan pembangunannya. Sementara PLN dalam kebijakannya tidak terlalu merespon usaha Pemkot Palu, bahkan tidak peduli itu,” Cudy kesal.

“PLN seharusnya berterima kasih dengan hadirnya PLTU. Sebab bagaimana jadinya Kota Palu, kalau PLTU tidak jadi masuk, sementara PLN tidak pernah mengusahakan tambahan daya,” sindirnya.

Daya PLTU yang ada, lanjut Cudy, seharusnya diprioritaskan untuk Kota Palu bukan disuplai ke daerah Parigi maupun Donggala.

“Kalau daya PLTU diprioritaskan untuk Kota Palu, saya kira pemadaman di Palu tidak akan terjadi atau separah ini,” imbuhnya.

Dalam pemberitaan sebelumnya (5/9) Kepala PLN Cabang Palu Imran Rosyidi yang dihubungi mengaku, pemadaman bergilir sampai di atas 12 jam terpaksa diberlakukan karena ketersediaan daya pada saat beban puncak mengalami defisit. Selama Ramadhan, kata Imron, terjadi kenaikan pemakaian daya oleh warga sebesar 2 Mega Watt (MW). Sehingga total pemakaian daya untuk 200 ribu pelanggan Palu, sebagian Donggala dan Parigi mencapai 52 MW, dengan asumsi, setiap rumah menambah daya pemakaian sebanyak 10 watt. Padahal sebelum Ramadhan, penggunaan daya saat beban puncak PLN hanya mencapai 50 MW.

Belum lagi saat ini, mesin unit 8 pada PLTD Silae masih dalam perbaikan. Pihaknya menargetkan beberapa hari menjelang lebaran, baru mesin itu dapat beroperasi kembali.

Kenaikan daya itu terjadi selama Ramadhan karena aktivitas warga bertambah, saat sahur dan berbuka. Oleh karena itu, pihaknya menghimbau masyarakat untuk melakukan penghematan penggunaan daya sebesar 10 watt per rumah, khusus saat sahur dan buka puasa agar pemadaman bergilir tidak berlangsung terus menerus. “Tadi (kemarin), bersama Pemprov, Deprov dan Walikota, kami mengajak seluruh pelanggan untuk melakukan penghematan penggunaan listrik,” katanya (5/9).

Ia meminta masyarakat bisa bersabar dengan proses ini, sambil menunggu penambahan mesin berkekuatan 5 MW dari Manado setelah MoU antara Pemprov, PLN, dan PT Sewa Tama dilakukan. Dari pengadaan mesin itu, Pemprov akan membantu Rp3,5 miliar, sisanya Rp1,5 miliar akan ditanggulangi PLN Palu.
“Untuk sementara 5 MW dulu untuk menunggu realisasi PLTA Sulewana yang beroperasi lagi satu tahun dan penambahan dua unit mesin PLTU yang kemungkinan bisa beroperasi satu setengah tahun mendatang,” katanya. STY/DAR

Danrem Larang Anggotanya Ikut Menambang

Radar Sulteng Online, Sabtu, 5 September 2009

Danrem Larang Anggotanya Ikut Menambang


PALU - Komandan Korem (Danrem) TNI AD 132 Tadulako, Kolonel Kaveleri (Kav), Mohamad Thamrin Marzuki, mengaku akan menindak tegas oknum anggota TNI yang kedapatan turut melakukan penambangan di tambang emas Poboya. Thamrin, dengan tegas mengatakan, tidak dibenarkan kalau ada anggotanya yang turut terlibat di dalam penambangan tersebut. “Karena TNI tidak diizinkan untuk berbisnis,” tandasnya.
Dia tidak memungkiri fakta di lapangan, bahwa ada anggotanya yang ditemukan di sana. Namun kehadiran anggotanya di sana tambahnya, tidak bisa ditanggapi negatif. Kehadiran anggotanya hanya sebagai bentuk koordinasi dengan lembaga adat setempat untuk melakukan pengawasan dan monitor terhadap para penambang tradisional. “Kita hanya bertugas membantu melakukan penertiban di sana. Itu berdasarkan permintaan pengurus-pengurus lembaga adat yang disana. Untuk mengantisipasi jangan sampai terjadi perselisihan di antara warga karena perebutan lahan,” ujarnya.
Sebagai tentara rakyat yang juga berfungsi, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah teritorial, menjadi kewajiban dan tugas pokok TNI untuk memberikan bantuan monitor kepada warganya dalam hal ini para penambang tersebut.
“Kita hanya sebatas membantu. Karena warga yang menambang itu termasuk warga binaan dalam lingkungan binaan teritorial,” jelasnya lagi.
Danrem yang sebelumnya menjabat sebagai Perwira Pembantu (Paban) Utama di Badan Intelijen Strategi (BAIS) TNI AD itu, juga mengharapkan, agar masyarakat tidak salah menilai terhadap kehadiran anggotanya di lokasi penambangan.
Karena katanya, sebagai salah satu sasaran binaan teritorial, sangat perlu untuk menyadarkan warga di sana, agar jangan sampai serakah dalam mengambil dan mengolah kekayaan alam yang ada. Karena efeknya kata dia, akan berdampak pada musibah dan bencana alam. “Masyarakat juga harus disadarkan bahwa tidak boleh seenaknya dia mengolah lahan tambang itu. Karena kalau tidak dikontrol akan berdampak pada kerusakan alam dan pencemaran lingkungan,” ingatnya.
Kalaupun kata dia di kemudian hari ada pengaduan masyarakat bahwa oknum anggotanya pun turut menambang, tentunya itu bukan kebijakan institusi. Itu merupakan perbuatan oknum sebagai pribadi. Dan jika itu sampai terjadi, maka otomatis pihaknya akan memberikan sanksi tegas terhadap oknum tersebut.
“Sanksinya tentu berdasarkan pelanggaran yang dilakukan dan sesuai dengan aturan internal TNI yang berlaku. Karena itu sudah merupakan sebuah pelanggaran dari tugas pokok yang ada,” tegas perwira lulusan Akademi Akabri 1984. (mda)
________________________________________

TDL Dipertimbangkan Naik

Media Alkhairaat, Jum’at 4 September 2009

TDL Dipertimbangkan Naik

JAKARTA – Pemerintah mempertimbangkan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada tahun depan. Namun keputusan menaikkan termasuk penetapan besarannya, tergantung pada kondisi masyarakat yang baru pulih dari dampak negatif krisis ekonomi global di 2009.

Menteri Keuangan (Menkeu) sekaligus pelaksana jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati menambahkan, pemerintah juga akan memperhatikan upaya menjaga pemulihan perekonomian pada tahun depan saat meninjau TDL.

“Juga mempertimbangkan kesehatan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), termasuk didalamnya efisiensi PLN,” kata dia saat rapat kerja dengan Panitia Anggaran (Panggar) DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/9), seperti dikutip okezone.

Dalam laporan Panitia Kerja (Panja) asumsi dasar, pendapatan, defisit, dan pembiayaan dalam rangka pembicaraan tingkat I/pembahasana RUU APBN 2010, subsidi listrik tahun depan ditetapkan Rp 37,8 triliun, turun dari asumsi sebelumnya dalam RAPBN 2010 sebesar Rp 40,43 triliun.

Besaran Rp 37,8 triliun tadi, terdiri dari subsidi tahun berjalan sebesar Rp 35,3 triliun dan pengurangan alokasi carry over 2009 ke tahun berikutnya Rp 2,5 triliun.

Sekretaris Menteri Negara BUMN Said Didu mengatakan, keputusan soal TDL akan dibahas di Komisi Bidang Energi DPR (Kamisi VII). “Soal rasionalisasi tarif saya belum menanggapi itu,” ujarnya.

Namun, dia menjelaskan, peninjauan TDL termasuk dalam tiga kebijakan yang akan ditetapkan pemerintah bagi PLN.

Dua kebijakan lainnya menyangkut marjin PLN dan mempercepat carry over subsidi.***

Sabtu, 05 September 2009

Gas Senoro Jaring 3 Pembeli Domestik

Media Alkhairat, Jum’at 4 September 2009

Gas Senoro Jaring 3 Pembeli Domestik

JAKARTA – Tiga calon pembeli domestik gas Senoro sudah menyatakan minatnya untuk menyerap 211 mmscfd gas dari lapangan Senoro dan Metindok.

“Ada tiga yang berminat yaitu PT Pupuk Sriwijaya, PT Pancara Amar Utama (PAU) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero,” ujar Dirjen Migas Evita Herawati Legowo usai menghadiri rapat panitia anggaran, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/9).

Menurut Evita, ketiga perusahaan dalam negri tersebut akan menyerap sebagian dari hasil produksi Senoro yaitu sekitar 211 mmscrd.

“Sebenarnya, sisanya bisa diserap sama yang lain juga jika harga cocok,” kata Evita. Evita menjelaskan, meskipun ketiga perusahaan tersebut sudah menyatakan minatnya namun belum ada kesepakatan harga antara mereka dengan produsen.

“Harga produsen dan konsumen masih belum ketemu,” ungkapnya.
Namun Evita masih belum memastikan dari mana sumber pendanaan untuk pengembangan proyek Donggi Senoro tersebut.

“Memang tergantung pendanaan juga, rencananya sebagian dari dalam negeri,” ungkapnya.

Sebelumnya, dalam pertemuan antara produsen dan calon pembeli gas Senoro yang dilaksanakan pekan lalu, Mentreri ESDM Purnomo Yusgiantoro memberikan waktu kepada calon pembeli domestic gas Senoro untuk memberi kepastian kesiapan mereka untuk membeli gas tersebut.

Dalam proses negosiasi antara pembeli dan produsen gas Senoro tersebut, Dirjen Migas Evita Herawati Legowo ditunjuk untuk menjadi salah satu fasilitator.

Selain diminta untuk memberikan kepastian pembli, para calon pembeli juga diminta untuk memikirkan skema pembiayaan lain jika Jepang tidak mau memberikan pendanaan. Untuk pengembangan proyek tersebut, Konsorsium membutuhkan pendanaan sebesar US$ 3,7 miliar. Untuk upstream US$ 1,7 miliar dan US$ downstream sebesar US$ 2 miliar.

“Kita kasi waktu 2 minggu, ini harus konkrit. Kalau mereka mau beli, harus dipikirkan juga financingnya dari mana. Saya tunggu laporannya 2 minggu lagi dan hasilnya akan saya laporkan ke Wapres dan Presiden,” ungkapnya.***

Kamis, 03 September 2009

TERKAIT DUGAAN PUNGLI Pemkot Tak Pernah Menuding Dewan Adat Poboya

Media Alkhairat, Kamis 3 September 2009

TERKAIT DUGAAN PUNGLI
Pemkot Tak Pernah Menuding Dewan Adat Poboya

TANAMODINDI – Walikota Palu Rusdy Mastura, menyatakan tidak pernah melaporkan dan mengklaim Dewan Adat Poboya melakukan pungutan liar ( Pungli) terhadap penambang yang berada di Poboya.

Hal itu dikatakan Walikota Palu, Rabu (2/9), menyusul rencana Dewan Adat Poboya akan melakukan gugatan hukum kepada pihak-pihak yang telah mengeluarkan statemen terkait adanya dugaan pungutan liar di lokasi tambang emas Poboya yang dilakukan Dewan Ada Poboya.

“Saya tidak pernah melaporkan dewan adat dan menuding dia melakukan pungli, yang pernah mendapat laporan itu hanya pihak kepolisian, dan saya tidak tau masalah pungli itu.,” kata Cudy sapaan akrab Rusdy Mastura.

Kata Cudy, dia tidak mau tahu kalau Dewan Adat Poboya mau melaporkan kembali atau tidak soal tuduhan atas dirinya melakukan pungli.

“Itu hak dia,” ujar Cudy. Selain itu, Cudy juga tidak mau pusing dengan hal tersebut, karena hal yang dilakukan Dewan Adat Poboya boleh-boleh saja melapor kembali untuk menuntut pihak yang menuduh dia, asal langkah yang sudah dilakukan juga sadar benar.
“Itu hak dia melapor atau tidak, karena saya tidak pernah melapor atau menuding dia melakukan pungli, yang biasa saya lihat hanya di Koran-koran atau pers yang mengatakan itu,” jelasnya. (HAMSING)

Rabu, 02 September 2009

Tambang Emas Poboya Untuk Rakyat

Tambang Emas Poboya Untuk Rakyat

Media Alkhairat,Kamis, 03 September 2009

Data-data diatas menunjukkan kepada kita bahwa pertambangan telah menjadi satu bentuk usaha yang sangat tua, dikelola secara mandiri dengan alat-alat sederhana dan diselenggarakan oleh komunitas-komunitas masyarakat mandiri dan telah berkembang jauh sebelum republik ini ada dan Poboya adalah mata rantai dalam perjalanan sejarah Pertambangan Rakyat di Indonesia.

Legal Formal

Istilah tambang rakyat secara resmi terdapat pada, UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan, selanjutnya diubah menjadi UU no 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara.
Dalam UU Minerba pasal 33, pengusahaan pertambangan yang sebelumnya menggunakan rezim kontrak dan perjanjian selanjutnya dilakukan melalui tiga bentuk, yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Perjanjian Usaha Pertambangan (PUP).
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) diberikan untuk komunitas atau koperasi yang melakukan aktivitas pertambangan skala kecil.
Sementara Perjanjian Usaha Pertambangan (PUP) dilakukan perusahaaan tambang dengan badan pelaksana yang dibentuk pemerintah. Dalam sektor migas, badan tersebut bersifat seperti BP Migas
Dalam UU no 4 tahun 2009 tentang MINERBA di kenal yang namanya IPR (Izin Pertambangan Rakyat) yang dapat diberikan kepada perorangan maksimal 1 Ha, Koperasi atau kelompok masyarakat 5 Ha. Dimana perizinan cukup dikeluarkan oleh Walikota atau Bupati, dengan cakupan luas wilayah maksimal 25 Ha.
Oleh karena itu Walikota diharapkan proaktif melakukan penataan dan dapat mengeluarkan IPR bagi masyarakat yang melakukan penambangan di Poboya.

Sosial

Mengapa perlu adanya tambang rakyat, melihat kondisi sosial ekonomi di Palu sangat sulit masyarakat mendapatkan lapangan pekerjaan, oleh karena itu kehadiran Tambang Rakyat Poboya menjadi alternatif percepatan ekonomi masyarakat Palu yang masih dalam garis kemiskinan, yang nota bene tanpa perlu mengemis menunggu datangnya investor yang takkan kunjung tiba.
Pemda seyogianya melihat investasi tidak hanya menggunakan kacamata konglomerat dan menganggap apa yang dilakukan rakyat sekarang di Poboya bukan bentuk investasi.
Marilah kita coba mengambil contoh Penambanga Freefort, setiap hari Freeport menghasilkan ± 50.000 ton tanah yang mengadung berbagai
bijih mineral, setiap 1000 ton tanah mampu memberi hasil 1,5 ton emas murni, berarti sehari
freeport menghasilkan 75 ton emas.
emas 1 gram, anggaplah rp 200.000, ini berarti nilai emas yang ditambang oleh freeport sehari adalah rp. 15.000.000.000.000 atau rp 15 trilyun atau sama dengan 5400 trilyun dalam setiap tahunnya, sementara Preefort sudah 50 tahun mengelolah tambang di Papua
Emas adalah hasil tambang sampingan dari tambang tembaga di Freeport dan segala hasil tambang sampingan dibawa keseluruhan ke amerika.
bagaimana dengan nilai tambang tembaganya dan hasil tambang sampingan
lainnya. Sementara Fakta menunjukkan freeport tidak membayar pajak penambangan dan Rakyat Papua tidak dapat keluar dari kemiskinan, sekarang rakyat papua ibarat anak ayam mati dilumbung padi. Nah.. apakah Pemda sulteng ingin mengulangi kasus Freefort.

Lingkungan

Sangat naïf dan tidak berkeadilan jika Pemda menutup Tambang rakyat di Poboya dan memberikan kepada Investor untuk mengelolahnya, hanya dengan satu alasan yakni kerusakan lingkungan, jika pemda memiliki komitmen pro terhadap Rakyat, semestinya membuat program Penambangan Rakyat yang ramah lingkungan secara sistimatis dan terencana serta melibatkan para ilmuwan lingkungan dari kalangan Profesional. Karena tidak ada Pekerjaan yang tidak memiliki Resiko.
Kampanye intensif tentang perusakan lingkungan yang dilakukan oleh tambang rakyat di Poboya, meskipun mengandung beberapa kebenaran, sebaliknya kesan yang kuat muncul menunjukkan kurangnya perhatian dan orientasi pembinaan terhadap mereka.
Jika Pemda memiliki keseriusan pembinaan terhadap pertambangan rakyat ada di Poboya dan orientasi pengembangan pertambangan membuka kesempatan yang luas dan setara terhadap penambangan rakyat, maka kita dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain seperti Bolivia dalam memperlakukan tambang emas rakyat. Untuk memperbaiki kualitas lingkungan pada pertambangan emas rakyat skala kecil, pemerintah Bolivia mengadakan perjanjian dengan pemerintah Swiss untuk menjalankan Program Manajemen Lingkungan Hidup Terpadu Pada Usaha Pertambangan Skala Kecil (MEDMIN). Program ini dilaksanakan oleh Dirjen Lingkungan Hidup, Politik dan Norma Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Berkesinambungan Bolivia. Medmin mengambangkan beberapa metode dalam pengolahan emas dalam pengurangan emisi mercury dan telah berhasil menurunkan emisi mercury tersebut sebanyak 5 ton per tahun .
Di samping itu Bolivia, Negara yang terletak di benua Amerika bagian Selatan itu berhasil mengubah kontrak pertambangan yang awalnya pro kepentingan korporasi asing menjadi pro rakyat.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran Presiden Bolivia Evo Morales yang tidak lama setelah terpilih langsung mengeluarkan dekrit yang isinya mengultimatum memaksa perusahaan tambang yang beroperasi disana untuk menegosiasikan ulang kontrak pertambangan mereka. “Kalau Bolivia bisa, saya yakin Palu juga bisa.

Solusi
Alternatif solusi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah diantaranya :

1.Mengubah paradigma pengelolaan sumberdaya alam (pertambangan) yang semata berparadigma ekonomi neo liberal ke ekonomi kerakyatan, Apa yang terjadi di Poboya sebenarnya telah menjawab paradigma yang yang dikampanyekan Negara kaya, bahwa penambangan memerlukan teknologi tinggi, sehingga orang Indonesia belum tersedia SDM untuk itu, maka perlu melakukan transfer teknologi dengan memberikan izin pertambangan kepada Negara kaya seperti inggris, Kanada dan Amerika.

Artinya disinilah pentingnya Pemda memberikan alat produksi kepada rakyat, bukan kepada pihak asing atau investor dari luar, segala keperluan yang dibutuhkan penambang mulai Izin sampai produksi dan pemasaran serta pengelolaan lingkungannya, perlu di mediasi oleh Pemerintah daerah.

2.Pengakuan normatif terhadap rakyat dan pemilikan masyarakat adat atas sumberdaya alam yang tersebar dalam membuat peraturan dan kebijakan yang berkearifanlokal.

3.Perlu Pemda membuat IPR (Izin Penamabangan rakyat), sebagai payung hukum untuk melakukan penambangan, untuk ini pemda kota Palu perlu studi banding ke pemda Bolaan Mongondow yang telah berpengalaman melakukan pembinaan terhadap penambangan rakyat.

Penambangan rakyat di Poboya harus terus berjalan, seiring dengan berjalannya kehidupan, dan tidak ada pekerjaan tidak memiliki persoalan termasuk penamabanga rakyat, olehnya disinilah tugas kita bersama menyelesaikan masalah kecil ini berupa kerusakan lingkungan dan gejolak sosial demi menyelesaikan masalah yang lebih besar yaitu kemiskinan massal, karena hanya orang berjiwa kerdil yang takut menghadapi masalah sebelum berbuat.

Dan akhirnya…

“…siapa yang menguasai alat produksi maka dialah yang menguasai ekonomi..”

Untuk Rakyat Poboya dan sekitarnya jangan berhenti mengayunkan palu dan linggismu guna membongkar bongkahan batu dari tanah tandus Poboya, karena semakin komiu mengayun palumu dan semakin cepat berputar tromolmu, maka semakin kesejahteraan melambaikan tangannya laksana lambaian bidadari dari sorga yang menyambutmu dan disanalah komiu akan melihat senyuman Tuhan dari segala Tuhan dalam singgasana keabadiannya.

Ambil perkakas apapun yang tersisa di rumahmu dan perlihatkan bahwa komiu juga memilki alat produksi, dan kuasailah negeri poboya dari tanah leluhurmu sendiri sebelum bangsa Eropa dan Amerika merampasnya dengan kedok Investasi dan Kontrak Karya.

Wassalam Berjuang terus demi kehidupan yang diberikan Tuhan dalam keabadiannya.***

Selasa, 01 September 2009

Tambang Emas Poboya untuk Rakyat

Media Alkhairat, Selasa 1 Sepetember 2009
Tambang Emas Poboya untuk Rakyat


Oleh: Andi Ridwan Adam

“…Diamana ada gula disitu ada semut…”

POBOYA tanah tandus nan kering dari zaman doeloe sampai pada sekarang sehingga jangankan untuk dikunjungi disentilpun untuk disebut namanya juga tidak, tiba-tiba masyarakat berdatangan baik dari daerah Kota Palu maupun dari luar daerah di tanah tandus Poboya, Kenapa? Karena di Poboya menjadi tanah Pengharapan untuk mencari sesuap nasi dan sepiring emas.
Dari beberapa media lokal yang memberitakan tentang penambangan masyarakat di daerah Poboya, para nara sumber cenderung menyalahkan pihak rakyat, sehingga tercipta opini bahwa penambangan rakyat tersebut dengan segala aktifitasnya adalah illegal dan merusak lingkungan serta dapat menimbulkan bahaya bagi keselamatan para penambang itu sendiri dan lebih ekstrim lagi gejolak sosial akan timbul, sehingga segala daya dan upaya pemda untuk memberhentikan rakyat melakukan penambangan sambil menunggu datangnya investor untuk melakukan penambangan yang berskala besar.
Kemarin Gubernur sudah memberikan ultimatum kepada rakyat bahwa segala aktivitas penambangan di Poboya segera dihentikan dengan satu alasan klasik karena telah merusak lingkungan. Artinya aktifitas penamabangan emas di Poboya hanya bisa dilakukan oleh investor Kaya. Dengan semboyan Konglomerat yes!..Rakyat No.!!
Keputusan ini, membuktikan betapa kuatnya propaganda pihak asing terutama dalam mengarahkan paradigma berpikir para pemgambil keputusan di negeri ini, mulai pemerintah pusat sampai pada pemerintah daerah, sangat jelas terlihat bahwa hanya orang kaya yang mampu, terkhusus bahwa hanya orang asing yang dapat mengelolah penambagan Emas di Poboya, dari fakta ini menunjukkan Pemda tidak berpihak pada Rakyat.
Rakyat hanya dibutuhkan pada saat menjelang Pemilu dan pada pemilihan Gubernur serta pemilihan walikota, kendati para elite daerah mendatangi rumah rakyat demi mendapatkan dukungan suara , tetapi setelah Pemilu dan Pilkada selesai, elite daerah kembali pada prilaku buruknya yaitu membuat kebijakan yang merugikan Rakyat. “Habis manis sepah dibuang”.
Berangkat dari problematika ini, penulis terdorong untuk ikut memberikan komentar lewat ruang dan kesempatan ini, tentunya untuk memberikan pendapat dan argument bahwa penting semua pihak termasuk Pemda itu sendiri mendorong dan mengarahkan masyarakat Poboya maupun pendatang dari luar Poboya(Mereka juga Rakyat Indonesia), untuk tetap melakukan penambangan, tetapi dengan catatan yaitu lebih terarah dan terancana, agar dapat meningkatkan kualitas maupun produktivitas yang lebih menguntungkan kepada semua pihak dengan tidak merusak lingkungan.
Rakyat Poboya dan masyarakat sekitarnya, hari ini telah membuktikan dirinya bahwa mereka memiliki kemampuan mengelolah sebuah pertambangan dari bongkahan batu dieloh menjadi emas (logam murni), secara mandiri dengan alat yang sederhana, sesuai dengan kemampuan modal yang dimilikinya.
Dan jika ada persoalan dalam perjalanannya, maka disinilah peran semua pihak sesuai dengan fungsi dan kewengannya masing masing, yang diamanatkan oleh Negara kepadanya.
Penulis melihat SDA yang ada di Poboya berupa emas merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada rakyat Indonesia dan khususnya masyarakat Poboya, yang selama ini tak henti-hentinya berdoa kepada Sang penguasa Tunggal yang Maha Kaya, agar mereka dikeluarkan dari lilitan kemiskinan dan keputusasaan hidup, akibat kemiskinan struktural yang dideritanya, buah dari elite Negara (kaum aristokrat baru) yang tidak berpihak kepadanya selama ini.
Disinilah Perlunya Pemda memberikan ruang dan kesempatan kepada Rakyat untuk melakukan penambangan di Poboya dengan memperhatikan dasar pertimbangan secara konfrehensif integral sebagai berikut :

Filosofis

Negara ini dibangun dengan tujuan memberikan Keadilan dan Kesejahteraan. Lalu Keadilan dan Kesejahteraan untuk siapa ? jawaban hanya satu kata yaitu untuk Rakyat, sebagaimana amanat Pembukaan UUd 45 “…untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia…” dan setiap pemerintahan dalam menjalankan pemerintahannya adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Berdasarkan tujuan Negara ini, maka semua prodak hukum harus mengabdi kepada tujuan ini, olehnya tidak dibenarkan hukum maupun kebijakan terlahir bertentangan dengan tujuan Negara tersebut. Olehnya para pengambil keputusan baik dijakarta maupun di Palu harus memperhatikan dan tunduk terhadap tujuan ini sebagai alat ukur dalam membuat suatu kebijakan, tentu tak terkecuali termasuk kasus penambangan rakyat di Poboya.

Historis

Seberapa tua pemakaian besi dan mineral lainnya dalam kehidupan, setua itulah umur pertambangan dilakukan rakyat. Pertambangan dilakukan oleh masyarakat secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Pada tahun 1651 emas dapat diperoleh secara resmi dari tangan VOC di pantai Pariaman, Minangkabau. Perdagangan emas ini berlangsung atas perjanjian bilateral antar Bandaharo di Sungai Tarab yang mengusai distribusi pengangkutan emas dari Saruaso, pedalaman Minangkabau . Dua orang Bandaharo yaitu Bandaharo Putih dan Bandaharo Kuning mengendalikan ekspor emas dari pedalaman Minangkabau, sampai pada akhir abad XVIII.
Di daerah Gorontalo, tercatat pertambangan emas telah dimulai sejak jaman Belanda. Van Bemmelen (1949) telah melaporkan adanya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi emas dan tembaga di daerah Buladu oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dimulai sejak Zaman Hindia – Belanda (abad ke-18). Bukti sejarah yang terdapat di daerah ini antara lain 3 buah kuburan Belanda di Pantai Buladu yang meninggal tahun 1899, lubang-lubang tambang dengan rel dan lori, alat pengolahan bijih emas berupa belanga berukuran besar, dan tailing padat yang terdapat di sekitar lokasi tamban.
Sementara penambangan rakyat yang lebih muda umurnya dalam sejarah seperti penambangan yang dilakukan di daerah Kelian, Kalimantan. Usaha penambangan emas oleh masyarakat setempat di Kelian diperkirakan baru dimulai setelah tahun 1930. Sebab, para geolog Belanda yang melaporkan adanya penambangan batu bara sekitar enam kilometer dari muara Sungai Kelian pada awal tahun 1930-an tidak melaporkan adanya penambangan emas. Penemuan emas oleh suku Dayak yang berdiam di pinggir sungai itu baru dilaporkan pertama kalinya tahun 1950-an. Menurut catatan pemerintah, tahun 1958-1963 dihasilkan emas 100-300 kg per tahun. Tetapi, diduga emas yang didapatkan lebih besar dari yang tercatat itu. Areal inilah yang kemudian diberikan konsesi oleh pemerintah kepada PT. Kelian Equatorial Mining (KEM).
Panjangnya lintasan sejarah yang dilalui oleh pertambangan dalam kehidupan rakyat, dapat dilihat pada aturan-aturan local (adat) dibanyak tempat , mengatur tentang pengelolaan sumberdaya alam, termasuk pertambangan. Di Minangkabau (Sumbar) terdapat aturan tentang pengelolaan ulayat termasuk pertambangan yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan ulayat-sumberdaya tambang.

TAHURA PANEKI POBOYA Taman Konservasi Hutan dan Taman Wisata

Media Alkhairat, Selasa 1 September 2009

TAHURA PANEKI POBOYA
Taman Konservasi Hutan dan Taman Wisata

BESUSU – Kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) kedepannya bakal menjadi Taman Konservasi dan Taman Wisata.

Hal tersebut berdasarkan pemanfaatan dan pnggunaan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Paneki Poboya yang sebalah baratnya merupakan kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan sebelah selatan adalah Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Kawasan Hutan Lindung (HL).

Berdasarkan itu pula, Kepala Dina Kehutanan Provinsi Sulteng H.Nahardi, kepada Media Alkhairat, Senin (31/8) mengatakan, perlunya perhatian khusus terhadap pemanfaatan areal tersebut.

Kata dia, hasil inventarisasi Dinas Kehutanan, sampai sekrang terdapat sekitar 159 jenis tumbuhan yang terdapat pada Tahura ini, antara lain terdiri dari 100 jenis pohon, 13 jenis rerumputan, 22 jenis parasit, dan juga terdapat sejumla pohon yang dilindungi oleh pemerintah yaitu Cendana an Gofasa.

“Untuk itu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sangat diharapkan dalam menjaga kelestarian taman hutan raya, untuk pengelolaan dan pengembangan kawasan hutan sebagai paru-paru dunia,” ujarnya.

Nahardi melanjutkan, perlunya kerjasama antara lain untuk pengelolaan yang menjamin kelestarian kawasan hutan serta terbinanya koleksi tumbuhan dan satwa sehingga optimalisasi pemanfaatan wisata alam, penelitian dan pendidikan dapat terlaksana dan menunjang terbangunnya taman provinsi yang diharapka.

Selain itu potensi wisata alam juga tidak kalah penting dalam pengembangan kontribusi daerah. Karena itu sangat penting bagi pmerintah untuk memperhatikan dan menjaga ekosistem dan ekologi hutan tersebut agar tidak dirusak orang yang tidak bertanggung jawab,” tambahnya.

Secara tofografis, kawasan yang berada di wilayah Kabupaten Sigi dan Kota Palu tersebut, berada pada ketinggian 200 mdpl (Diatas Permukaan Laut), dengan puncak tertinggi gunung Bulu Bakente, yang mencapai ketinggian sekitar 1.039 mdpl, dengan bentuk topografi bervariasi seperti berombak, bergelombang, berbukit dan gunung. (NANDAR)

TAHURA PANEKI POBOYA Taman Konservasi Hutan dan Taman Wisata

Media Alkhairat, Selasa 1 September 2009

TAHURA PANEKI POBOYA
Taman Konservasi Hutan dan Taman Wisata

BESUSU – Kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) kedepannya bakal menjadi Taman Konservasi dan Taman Wisata.

Hal tersebut berdasarkan pemanfaatan dan pnggunaan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Paneki Poboya yang sebalah baratnya merupakan kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan sebelah selatan adalah Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Kawasan Hutan Lindung (HL).

Berdasarkan itu pula, Kepala Dina Kehutanan Provinsi Sulteng H.Nahardi, kepada Media Alkhairat, Senin (31/8) mengatakan, perlunya perhatian khusus terhadap pemanfaatan areal tersebut.

Kata dia, hasil inventarisasi Dinas Kehutanan, sampai sekrang terdapat sekitar 159 jenis tumbuhan yang terdapat pada Tahura ini, antara lain terdiri dari 100 jenis pohon, 13 jenis rerumputan, 22 jenis parasit, dan juga terdapat sejumla pohon yang dilindungi oleh pemerintah yaitu Cendana an Gofasa.

“Untuk itu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sangat diharapkan dalam menjaga kelestarian taman hutan raya, untuk pengelolaan dan pengembangan kawasan hutan sebagai paru-paru dunia,” ujarnya.

Nahardi melanjutkan, perlunya kerjasama antara lain untuk pengelolaan yang menjamin kelestarian kawasan hutan serta terbinanya koleksi tumbuhan dan satwa sehingga optimalisasi pemanfaatan wisata alam, penelitian dan pendidikan dapat terlaksana dan menunjang terbangunnya taman provinsi yang diharapka.

Selain itu potensi wisata alam juga tidak kalah penting dalam pengembangan kontribusi daerah. Karena itu sangat penting bagi pmerintah untuk memperhatikan dan menjaga ekosistem dan ekologi hutan tersebut agar tidak dirusak orang yang tidak bertanggung jawab,” tambahnya.

Secara tofografis, kawasan yang berada di wilayah Kabupaten Sigi dan Kota Palu tersebut, berada pada ketinggian 200 mdpl (Diatas Permukaan Laut), dengan puncak tertinggi gunung Bulu Bakente, yang mencapai ketinggian sekitar 1.039 mdpl, dengan bentuk topografi bervariasi seperti berombak, bergelombang, berbukit dan gunung. (NANDAR)