Rabu, 12 November 2008

Pengembangan Kebun Kelapa sawit di Paksakan, “Pemkab Poso Dituding Manfaatkan Kepentingan dan Keuntungan sesaat”

Tabloid Tegas Edisi III. November 2008
Pengembangan Kebun Kelapa sawit di Paksakan
“Pemkab Poso Dituding Manfaatkan Kepentingan dan Keuntungan sesaat”
Pamona, Tegas. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di wilayah Kecamatan Pamona Timor dan Pamona Tenggara yang dikelolah oleh PT Sawit Jaya Abadi (SJA) bakal tertundah atau bahkan terancam batal dikarenakan non procedural. Selain itu proses pembagian lahan antara perusahaan dan masyarakat tidak berasas kerakyatan, keadilan dari musyawarah mufakat. Hal ini disampaikna olh warga Onda’e Erens Awusi pada media ini dikediamannya kemarin. Pada Koran ini Erens mengatakan “masyarakat tidak mengahalangi pengembangan perkebunan kelapa sawit diwilayah Pamona Timur dan Pamona Tenggara, akan tetapi harus memperhatikan keseimbangan”. Amat disayangkan pemerintah daerah membuat program tidak berdasarkan lokasi peruntukannya, seperti yang tertuang dalam UU RI tentang perkebunan tahun 2004 wilayah geografis yang menghasilkan produk perkebunan yang spesifik dilindungi kelestariannya dengan indiksi geografis. Dimana wilayah tersebut dilarang dialihfungsikan untuk kepentingan lain yang diperjelas lagi dalam pasal 24 ayat 2 perubahan fungsi tanah dari wilayah yang dilindungi geografis menjadi fungsi lain misalnya jenis komoditas, atau bahkan untuk kepentingan pemukiman dan/ atau industry dilarang. Olehnya ketika PT SJA masuk mengusik areal lahan sesuai peruntunya secara turun-temurun, untuk persawahan di 13 desa yang mengelilingi lokasi tersebut, inilah yang menjadi permasalahan. Melihat hal ini kami telah menyurat kepada Bupati Poso memohon kiranya pengembangan kelapa sawit jangan ditanam dilokasi yang dimungkinkan untuk persawahan bagi generasi masyarakat setempat. Tetapi hingga hari ini surat tersebut tidak dibalas oleh Bupati Poso, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini membuktikan bahwa Pemda Poso tidak memperhatikan aspirasi masyarakat bahkan pemerintah PT SJA menjalankan programnya hanya dengan mengantongi izin prinsip dan izin lokasi. Menurut Eren walaupun PT SJA sudah memiliki izin lokasibelum diperkenankan merubah bentuk lahan karena perusahaan tersebut belum memiliki analisis amdal dan izin perkebunan. Menurut Erens dalam UU RI nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan dalam penjelasan umum untuk mencapai tujuan pembangunan perkebunan dan memberikan arah pedoman dan alat pengendali perlu disusun perencanaan perkebunan yang berdasarkan pada rencana pembangunan nasional, rencana tata ruang wilayah, potensi dan kinerja pembanguan perkebunan serta perkembangan lingkungan strategis internal dan eksternal, ilmu pengetahuan dan tekhnologi, sosial budaya, lingkingan hidup, pasar, dan aspirasi daerah yang tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa. Dalam aturan tersebut menurut Erens dikatakan pengelolahan perkebunan wajib memiliki izin usaha perkebunan yang dalam penyelenggaraan harus mampu bersunergi dengan masyarakat. Baik masyarakat sekitar perkebunan pada umumnya dalam kepemilikan atau pengelolaan hasil saling menguntungkan, menghargai, memperkuat dan ketergantungan ungkapnya. Tetapi dalam prakteknya pihak SJA menggunakan aturan-aturan tertentu untuk meloloskan pembagian 80:20 ini bisa dibayangkan dari jumlah lahan 8500 Ha yang masuk sebagai plasma hanya 1700 Ha dibahagi 13 desa rata-rata dalam satu desa jumlah penduduk kurang lebih 600 kk berarti 13 desa total masing-masing hanya mendapatkan luas lahan 130,7 Ha “apa ini berimbang???”. Pemda Poso wajib berpihak kepada masyarakat terkait hal ini jangan hanya melihat dari sisi kepentingan dan keuntungan sesaat.
Menyinggung sosialisasi ke desa-desa tentang pengembangan pengelolahan kelapa sawit oleh PT SJA, Erens mengatakan sosialisasi tersebut tidak mewakili aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Informasi yang kami miliki 11 desa yang dimasuki PT SJS melaksanakan sosialisasi, seluruh masyarakat tidak setuju pembagian lahan 80% untuk perusahaan dan 20% untuk warga tetapi pihak SJA berdalil akan turun lagi untuk mengadakan sosilaisasi serupa. Berdasarkan UU RI tentang perkebunan tahun 2004 pasal 2 pengmbsngsn perkebunan harus berdasarkan asas manfaat dan berkelanjutan maksudnya bahwa penyelenggaraan perkebunan harus dapat meningkaktkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi sosial budaya. Juga menganut asas kebersamaan yang artinya penyelenggaraan perkebunan dilakukan dengan memperhatikan as[pirasi masyarakat dan didukung pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Dan perlu diperhatikan bahwa penyelenggaraan perkebunan harus dilakukan dengan memperhatikan kepentingan nasional, antar daerah, antar wilayah, antar sector dan antar pelaku yang berasaskan berkeadilan. Lebih lanjut dikatakan Erens selama ini pihak SJA didukung Pemda Poso tidak melakukan sosialisasi yang benar-benar dipahami oleh masyarakat. Adapun sosialisasi yang pernah dilaksanakan BPN poso terkesan menggunakan UU Pokok Agraria tahun 1960 untuk menekan warga tentang hak atas tanah dengan mengabaikan UU nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan sebagai penjabaran UU diatas. Jika lanjut usaha perkebunan kelapa sawit saya yakin tiga puluh tahun kedepan warga yang ada di 13 desaakan menjadi buruh diatas tanah leluhurnya. Sebab areal yang dikalimPT SJA seluas 8500 Ha satu-satunya areal masadepan warga Onda’e ungkapnya. (Obeth)

Tidak ada komentar: