Tabloid Tegas Edisi III. November 2008
Bila Ingin Korupsi Datang Saja di Poso “Aman”
Poso, Tegas. Sederet kasus penyimpangan penyaluran dana pemilihan Poso terus mewarnai corak hidup di Bumi Sintuwu Maroso. Ironisnya sejumlah kasusu penyimpangan uang Negara yang pernah diperiksa kejaksaan maupun aparat kepolisian mendeg tak berujung. Begitupun dengan laporan DPRD Poso maupun sejumlah pemerintah linnyan terkait penyimpangan dana recorvry ke Wapres, BPK pusat, KPK, Tipikor, Kejaksaan Agung, Kejati dan Polda Sultengjuga membeku seakan-akan instansi-instansi ini tak punya taring membenahi kebobrokan hukum di Poso.
Simaksaja kasus pemalsuan tandatangan bendahara Koperasi Karya Tani Desa Meko oleh Dewa Nyoman Aribowo ketika pencairan dana recorvery untuk koperasi tersebut, terkesan ditutupi pidananya. Selanjutnya sisa dana koperasi yang sempat ditangan Dewa Nyoman Aribowo senile Rp 41 juta dikembalikan ke Koperasi Karya Tani Meko lewat Polres Poso entah bagaimana dana tersebut ketika tiba ditangan pengurus hanya senilai Rp 38 juta, celakanya lagi dana yang kian ciut itu tidak jelas pembagiannya kepada anggota-anggotanya oleh ketua koperasi Dewa Pudja Astawa.
Selain itu Koperasi Maraayo di Desa Sulewana dipimpin Herri Banibi didampingi istrinya sebagai bendahara tidak menyalirkan dana tersebut kepada anggota-anggotanya sekitar Rp 72 juta. Hal yang sama juga dengan Koperasi Sorepaka Kelurahan Sangelamenurut pengurusnya, dana recorvery untuk koperasi in sebesar Rp 100 juta tetapi senilai Rp 25 juta masuk di Koperasi Payulemba Mposo. Kemudian ketua kopersi hanya membagi kepada pengurus-pengurusnya sebesar Rp 22.500.000. sisanya Rp 52.500.000 tidak jelas ditangan Yules Kello sang ketuakopersi yang buron hingga sekarang ini. Adapun Koperasi Mitra Karya Desa Salokai dari nilai bantuan dana recorvery senilai Rp 100 juta. Hanya sekitar Rp 11 juta yang tersalurkam keanggota dan pengurus koperasi tersebut sisanya sebesar Rp 89 juta tidak jelas ditangan sang ketua koperasi. Dan masi banyak lagi koperasi-koperasi penerimah dana recorvery yang bermasalah. Telah dilaporkan ke Tipikor, namun laporannya tidak pernah digubris seperti batu yang dilemparkan ditengah lautan. Herannya lagi pihak Kejati Sulteng telah mengadakan penyelidikan terhadap koperasi-koperasi yang bermasalah diatas namun hasilnya nihil. Selain itu pengambilan data pehak Kejati hanya menemui ketua, sekertaris dan bendahara koperasi yang nota benenya banyak telibat menilep dana tersebut. “Mana ada, maling yang mau mengaku”. Dibarengi proses penyelidikan para penegak hukum ini menggunakan fasilitas Pemda Poso. Memperjelas potret konspirasi mempeti eskan sejumlah kasus korupsi di daerah ini. Jika disimak proses hukum dekman Mahajura salah satu Ketua Koperasi yang menilep dana recorvery yang kini masih tinggal di Hotel Pordeo telah membuka peluang untuk mengusut kasus lainnya. Namun ternyata Dekman Mahajura hanya menjadi koraban menutupi kasus korupsi dana recorvery lainnya. Data Koran ini juga menyebutkan proses percetakan sawah baru di Desa Pancasiala senilai Rp 825 juta lebih 60% fiktif juga kasusnya raib ditangan pemegang hukum. Belum lagi mencuatnya kasus gaji para CPNS yang berjumlah 813 senilai Rp 2,6 miliar dibelokkan ke program lain. Hingga mutasi dan pemberhentian sejumlah pejabat daerah menggunakan style preman. Ini memperlengkap ungkapan rakyat bahwa pemerintah daerah di Poso ugal-ugalan. Warga menuding instansi penegak hukum di Negri ini benci mengurus korupsi di Poso. Imbasnya para koruptor di daerah ini kian jaya karena tidak tesentuh hukum alias dipelihara. Sebaiknya digerbang masuk dan didalam kota Poso dibentangkan spanduk besar dengan tulisan “Bila ingin korupsi datang saja di Poso… aman”. (Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar