Sabtu, 26 Februari 2011

Detik-Detik Penggsusuran Tambang Rakyat Poboya.

Minggu, 27 February 2011

WALHI SULTENG-PALU- Penertiban tambang rakyat poboya yang direncanakan oleh PT Citra Palu Mineral (CPM) pada bulan maret kedepan sekarang sudah semakin matang pasalnya pihak kemanan dalam hal ini POLDA sulteng sudah menyiapkan sekitar 3000 personil anggota Brimob kelapa dua yang akan turun langsung dalam mengeksekusi para penambang Poboya, ini juga ditandai dengan adanya undangan KAPOLDA Sulteng, DPRD Kota dan Propinsi kepada Barisan Pemuda Tara (Batara) untuk berdialog agar alat berat perusahaan bisa masuk ke areal tambang emas yang ada di kelurahan poboya.

Dalam pertemuan tersebut Pihak Perusahaan menegosiasi dengan pihak Batara, dengan dalih tidak akan mengebor dekat lubang yang selama ini masyarakat gali, dan pihak perusahaan juga menjanjikan kepada masyarakat penambang untuk berpartisipasi menjadi pekerja pengebor di titik pengeboran PT Rio Tinto yang sebelumnya melakukan aktifitas pengeboran tersebut yang oleh PT Citra Palu Mineral (CPM) kemudian akan dilanjutkan, pihaknya juga mengatakan bahwa aktivitas mereka saat ini masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, jika kandungan emas tersebut bisa diolah maka perusahaan akan membangun pabrik, jalan dan terowongan untuk mengeksploitasi emas yang ada di kelurahan poboya dan sekitarnya.

Namun dalam perkembangannya pihak Batara tetap pada pendiriannya yaitu menolak CPM ini dibuktikan pada hari selasa tanggal 1 February 2011, para penambang menahan alat berat PT CPM sehingga memaksa Walikota Cudy Mastura untuk turun kelapangan menemui para penambang dan meminta perusahaan untuk mengkomunikasikan dengan pemerintah sebelum memobilisasi alat berat untuk masuk ke Poboya. Terkait dengan hal tersebut, Manager Eksternal Syahrial Suandi, yang dikutip dari salah satu media lokal mengatakan “pihaknya akan melakukan dialog dengan kepolisian terkait dengan penghadangan tersebut, dan akan membuat pertemuan dengan pemerintah Kota dan para penambang”. Akan tetapi setelah dilakukannya pertemuan dengan Wali Kota Palu, Justru pemerintah kota malah berbalik bersama Polda Sulteng untuk menertibkan para penambang jika mereka tidak mau diatur.

Sejalan dengan hal tersebut munculnya isu bahwa ada 11 orang penambang yang hilang tertimbun longsor di dalam lubang saat melakukan aktivitasnya sampai saat ini belum ditemukan bahkan usaha Polda Sulteng yang menurunkan alat barat ke lokasi tambang untuk mencari korban bahkan sia-sia.

Sementara itu berdasarkan pemantauan dilapangan oleh media ini mengenai adanya isu penertiban, Barisan Pemuda Tara yang diketuai oleh Agus Walahi mengatakan, pihaknya saat ini sudah melakukan siaga 1 (Satu ) terkait dengan isu penertiban tersebut dan ia berharap melalui media ini masyarakat pembaca juga bisa ikut menolak CPM karena selain merusak lingkungan, perusahaan tersebut juga akan menggusur sekitar kurang lebih 10.000 orang yang selama ini menggantungkan hidupnya disana.

Tambahnya lagi, nyaris tidak ada sejarahnya di negeri ini perusahaan yang mensejahterahkan masyarakat local. Justru sebaliknya, rakyat local kehilangan lapangan kerja dan bukan lagi penentu diatas tanahnya sendiri Sementara tenaga kerja yang direkrut hanya yang berpendidikan di bidang pertambangan dan berbagai keahlian teknis lainnya.” Ungkapnya.

Harapan lain muncul dari seorang tukang ojek yang enggan di tuliskan namanya yang selama ini mendapat rzki dari tambang tersebut ia mengatakan “kalau perusahaan masuk dan mengggusur tambang rakyat ini maka kami akan kehilangan kerja kalau sudah begitu anak kami mau makan apa, sementara saya punya 3 (tiga) orang anak yang rata-rata masih sekolah, kalau bisa pemerintah jangan seenaknya saja memberikan izin kepada perusahaan perhatikanlah kami masyarakat kecil jangan Cuma Pemilu baru datang berjanji kepada masyarakat, tapi seharusnya pemerinta juga sekarang harus bela rakyat kecil.” Ujarnya. (IVEN)


catatan :Tulisan ini adalah hasil Pengamatan Lapangan Walhi Sulteng.

Ultimatum Gubernur Pada PT Inco tepat ADA TIGA KERUGAIN KARENA INCO BELUM OPERASI

Media ALkhairaat
Sabtu, 26 February 2011

PALU-Mantan Sekertaris Daerah Morowali Chaeruddin Zen mengatakan ultimatum Gubernur Sulawesi Tengah HB Paliudju kepada pihak PT Internasional Nickel Coorporation (Inco) agar segera melakukan aktivitas pertambangan nikel di blok Bahodopi dan Kolonodale, Morowali sudah tepat.
“Ultimatum Pak Gubernur sudah tepat karena sudah puluhan tahun Inco tidak pernah merealisasikan janjinya untuk pembangunan pabrik nikel di Morowali,” Kata Chaeruddin di palu jumat.
Chaeruddin saat masih menjabat Sekertaris Daerah Kabupaten Morowali tahun 2007 paling bersikukuh mempertahankan Inco baik di hadapan pemerintah provinsi maupun dimasyarakat.
“Waktu itu saya bertahan karena inco sudah berjanji akan membangun pabrik pada tahun 2010 ternyata sekarang sudah 2011 belum ada juga merealisasikannya,” kata Chaeruddin.
Optmisme Chaeruddin muncul karena perusahaan sudah melakukan survey terhadap lokasi pabrik dan pelabuhan tetapi suplai listrik belum tersedia.
Chaeruddin mengatakan, tiga kerugian yang diperoleh akibat belum beroperasinya PT Inco sejak pemerintah menandatangani Kontra Karya tahun 1968 dengan perusahaan berpusata di Canada itu.
Kerugian tersebut meliputi, terproteksinya investasi bagi perusahaan lain yang ingin masuk di Sulteng karena luas lahan yang yang dikuasai Inco sejak tahun 1986 mencapai 32.123,01 Ha, di Blok Bahodopi, dan 4,512,35 Ha di Blok Kolonodale. “Sudah 40 tahun lahan itu tidur karena persuhaan lain tidak bisa masuk,”kata chaeruddin.
Kerugian lainnya kata dia adalah tidak adanya pemasukan keuangan bagi pemerintah dan kerugian bagi masyarakat sekitarnya. “ini kerugian nyata’ Katanya.
Chaeruddin mengatakan, sejak Inco berencana beroperasi di dua blok lumbung nikel di Morowali tersebut belum diketahui berapa banyak pedapatan daerah yang diperoleh dari bagi hasil jika nikel di daerah itu dieksplorasi.
Sebelumnya, Rabu (23/2) Gubernur Sulteng Paliudju mengultimatum Inco agar segera melakukan kegiatan pertambangan paling lambat 1 maret 2011.” Jika hingga 1 maret ini belum ada tanda-tanda kegiatan, pemerintah tak bertanggung jawab atas reaksi masyarakat terhadap perusahaan tambang nikel tersebut,” kata Paliudju.
Direktur Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Sulawesi Tengah Mohammad Hamdin mengatakan, jika pemerintah hanya memaksa perusahaan untuk segera beroperasi tanpa memikirkan hal lain, YTM secara tegas menolak.” Hal lain yang saya maksud adalah kepemilikan saham daerah dalam perusahaan itu.” Katanya sebagaimana di kutip Antara.
Menurut Hamdin, baiknya pemerintah daerah tidak memaksakan Inco beroperasi, Karena tidak berdampak signifikan atas pendapat daerah.” Lihat saja di Soroako. Kedepan, jika seluruh sumber daya alamnya habis dieksploitasi Inco, daerah itu akan jadi daerah mati,” Tegas Hamdin.

Kamis, 24 Februari 2011

WALHI: Pemerintah Donggala Diminta Cabut Izin Galian C di Desa Sibado.

PALU-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (walhi Sulteng), Meminta Pemeritah Kabupaten (Pemkab) Donggala segera mencabut Izin Usaha Pertambangan PT Citra Beton Sinar Perkasa (CBSP) yang ada Desa Sibado, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Hal ini terkait dengan penegakan hukum terkait dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang lingkungan hidup.

“Pemerintah harusnya mengkaji dulu perusahaan yang akan masuk untuk mengeksploitasi sumber daya alam kita, apakah semua persyaratannya sudah lengkap atau belum dan apakah keuntungannya ke daerah atau tidak, karena jika semua hal itu diabaikan maka sama saja kita akan menannggung rugi dua kali nantinya, seperti kerusakan ekologi yang akan timbul dari aktivitas perusahaan dan pendapatan daerah yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang. Kata Gifvents Lasimpo Kepala Divisi Advokasi Dan Kampanye Walhi Sulteng kepada media ini Kamis (24/02/11).”

Berdasarkan data lapangan yang diambil bersama masyarakat Desa Sibado, bahwa ada sekitar 211 orang yang mempunyai kebun, kakao, Cengkeh, Durian, kelapa dan pisang yang tinggal di kiri dan kanan daerah aliran sungai (DAS) di Desa Sibado yang berpotensi terkena dampak langsung dari penggalian material nanti, dan juga jalan satu-satunya menuju kantong produksi akan rusak karena tidak ada jalan alternative lain untuk menuju lokasi tersebut kecuali lewat jalan itu.

Selain itu sekitar 1.085 Ha sawah yang ada di 6 desa, seperti Balintuma, Tanjung Padang, Sipi, Sibado, Lompio, dan Tompe akan terancam tidak terairi lagi karena debit air akan berkurang, dan juga berdampak pada PDAM yang selama ini menyuplai air ke sekitar 390 kepala keluarga yang ada di Desa Sibado, Balentuma, dan Tompe, jika pemerintah membirakan hal tersebut maka semua ini akan menimbulkan masalah baru lagi yang harus dipikirkan oleh pemerintah Kabupaten Donggala dan tidak menutup kemungkinan akan menguras kas daerah untuk menanggulangi semua itu.

Dia Juga menambahkan, Perusahaan juga sudah melanggar Pasal 36, 37 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup, karena perusahaan belum memiliki dokumen Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) dan UKL/UPL, tetapi dilapangan sudah melakukan aktivitas pembangunan pabrik penggilingan batu. ini sudah melanggar hukum dan harus ditindak tegas, baik itu yang mengeluarkan izin dan perusahaan tersebut. Ungkapnya.

“Saya kira ini semua sudah jelas jika dilihat sikap masyarakat Desa Sibado mereka Menolak Perusahaan Galian C tersebut karena ancaman dampak yang akan timbul, dan pemerintah sendiri haru tegas kepada perusahaan tersebut dan pejabat pemberi izin kiranya harus dikenakan sanksi administrasi yaitu dengan mencabut izin yang dikeluarkannya, karena sudah jelas-jelas melanggar peraturan. Ujarnya”.

Rabu, 16 Februari 2011

Apkasindo Tolak Moratorium Alih Fungsi Hutan

Perjanjian kerja sama dalam bentuk Letter of Intent (LoI) yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Oslo, Norwegia pada tahun lalu, mendapat penolakan dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo). Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Apkasindo, Anizar Simanjuntak, menyatakan sikap penentangan tersebut dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Senin (14/2), di Jakarta.



Anizar mengatakan, salah satu isi perjanjian tersebut jelas-jelas mengancam kelangsungan industri dan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Menurutnya, kelapa sawit saat ini menjadi tanaman primadona di kalangan petani. Bahkan pembukaan lahan kelapa sawit di berbagai daerah terbukti telah menggerakkan roda pembangunan, khususnya di sektor riil.



“Jadi kami tidak setuju dengan isi moratorium tersebut. Jika pemerintah butuh kompensasi berupa dana dari moratorium tersebut, kami siap menyediakan,” ujarnya.



Pernyataan Anizar diamini Sekretaris Jenderal Apkasindo, Asmar Arsjad. Ia mengatakan, penghentian sementara izin alih fungsi hutan itu merugikan petani kelapa sawit. Adanya moratorium itu akan membuat banyak petani menganggur. Padahal, perkebunan kelapa sawit bisa menyerap sekitar 20 juta tenaga kerja.



Asmar mengatakan, setidaknya ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dilanggar jika moratorium itu dijalankan, yaitu PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan dan Peruntukkan Fungsi Kawasan Hutan, PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, PP Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, dan PP Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perencanaan Kehutanan dan PP Nomor 45 Tahun 2009 jo PP Nomor 60 Tahun 2009 tentang Perlindungan Hutan.



“Sebaiknya, Pemerintah meninjau kembali moratorium konversi hutan alam dan lahan gambut,” katanya.



Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima dapat memahami tuntutan Apkasindo ini. Menurutnya, yang paling penting dilakukan Pemerintah saat ini adalah merawat hutan yang masih ada dan juga mengatasi pembalakan liar. Ia meminta Pemerintah tidak mengorbankan perkebunan kelapa sawit yang dianggap berpotensi mensejahterakan hidup rakyat, khususnya para petani.



“Pemerintah jangan mau diperalat oleh asing, tetapi harus dapat membuat sebuah kebijakan yang pro terhadap rakyat,” tutur politisi PDIP ini.



Desakan agar pemerintah membatalkan LoI juga disampaikan Erik Satrya Wardhana. Menurutnya, LoI tersebut lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Dengan menandatangani perjanjian tersebut, katanya, Pemerintah Indonesia telah salah dalam menyikapi isu perubahan iklim yang hanya menggunakan perspektif litigasi semata.



Seperti diberitakan hukumonline sebelumnya, Pemerintah Indonesia pada tanggal 26 Mei 2010 menandatangani LoI di Oslo mengenai Moratorium dua tahun di wilayah hutan alam dan lahan gambut di Indonesia. Artinya, semua izin yang berkaitan dengan kegiatan di hutan alam akan dihentikan selama dua tahun. Adapun yang terkena dampak dalam hal ini antara lain industri kehutanan, industri perkebunan kelapa sawit, aneka tambang di dalam hutan dan sebagainya.

Hukumonline.com
Senin, 14 February 2011

LoI antara pemerintah Indonesia dan Norwegia merupakan kesepakatan kerja sama antara kedua pihak untuk melakukan penurunan emisi gas rumah kaca, deforestasi dan degradasi hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation/REDD+). Sebagai imbalannya, Pemerintah Norwegia menjanjikan AS$1 miliar atau sekitar Rp1 triliun per tahun.



Pihak Norwegia telah meminta Indonesia untuk merampungkan Perpres yang mengatur mengenai moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut. Soalnya, Perpres itu menjadi dasar dari pelaksanaan kerjasama REDD+. Namun, permintaan itu hingga kini belum terealisasi. Padahal, dalam kesepakatan dengan Norwegia, moratorium berlaku dua tahun sejak 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2012.

Kamis, 10 Februari 2011

Tambang Poboya Kapolda : Tak Mau Diatur, Saya Tutup

Media Alkhairaat, Jumat 11 February 2011

Palu- Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen polisi dewa parsana menyatakan bila penambang emas di poboya yang tak memiliki izin, tak mau diatur maka akan ditutup.penambangan emas ini selama ini dilakukan diwilayah kontrak karya PT CPM.pernyataan tegas kapolda ini dinyatakan didepan ratusan penambng emas poboya, kamis (10/02).
“saya minta agar penambang mau diatur dulu beri kesempatan pada perusahaan yang memang menjadi pemilik areal untuk melakukan kegiatan eksplorasi. Kalau begini terus dan kalian tidak mau diatur,saya akan tutup.tidak lama koq kalau ini mau ditutup,”tegas kapolda didampingi wlikota palu Rusdy Mastura.
Lanjut kapolda, tentunya bila sudah terjadi pentupan maka yang akan merasakan dampaknya adalah penambang sendiri. Penambang akan kehilangan pekerjaan dan bisa – bisa kelaparan dan itu awal dari kematian. Tentunya kita tidak menginginkan hal itu terjadi “kalau sampai terjadi saya sangat prihatin.”ujar kapolda.
Dewa parsana juga meminta agar para penambang tidak terhasut dengan ajakan-ajakan atau provokasi dari manapun untuk melakukan penolakan. Termasuk unjuk rasa yang dilakukan, itu tidak jelas. “saya kembali menegaskan,kalau kalian tidak mau diatur maka Negara melalui kepolisian akan mengambil tindakan,”ujar dewa parsana.
Pernyataan tegas juga datang dari walikota palu rusdy mastura.”saya tidak mau melawan pemerintah pusat. Kontrak karya itu sama kuatnya undang-undang tidak mungkin saya lawan, ini urusan pemerintah. Kalau penambang tidak mau diatur dan terus melakukan penolakan, maka saya akan lepas tangan dan menyerahkan masalah ini kekepolisian. Kalau sudah ditangani kepolisian, maka penambang pasti akan kalah,”ujar Rusdy Mastura.
Penambangan di poboya, kata rusdy merupakan aktivitas tanpa izin atau pertambangan emas tanpa izin (PETI). Saya meminta kepada penambang untuk mematuhi aturan yang ada.”beri kesempatan kepada CPM untuk melakukan eksplorasi dulu, baru kita menuntut untuk diberikan wilayah pertambangan rakyat atau WPR. Karena bagaimanapun, CPM selaku pemegang kontrak karya tidak mungkin dihalangi untuk melakukan aktivitas,”katanya.
Selama ini yang terjadi, tambah Rusdy justru yang muncul adalah penolakan-penolakan seharusnya yang dilakukan adlah dialog-dialog sambil meminta kepastian dari CPM untuk memberikan sejumlah areal lahannya agar dijadikan WPR.
Kepala Bidang Enregi dan Sumber Daya Mineral Dinas PU ESDM, Kota Palu Muslima Mallapa mengatakan, dengan luas areal penambangan emas di Poboya sebesar 37 ribu Ha, tak mungkin semuanya dikelola warga. Untuk itu, warga diminta tidak menolak PT CPM, dengan memasang harga mati. “Janganlah sampai memasang harga mati. Sebaiknya warga dan PT CPM duduk satu meja membicarakan dnegan baik-baik,” kata Muslimah. (PATAR/IRMA)

Rabu, 09 Februari 2011

KAPOLDA Hari Ini Ke Poboya. Penambang Tertimbun Simpang Siur.

Kamis, 10 February 2011

PALU-MERCUSUAR-Sebanyak 11 penamban tradisional di pooya dikabarkan tewas tertimbun di dalam lubang yang mereka gali. Namun informasi ini masih simpang siur karena polisi belum bisa memastikan kejadian itu.
Kabar beredar, 11 orang tertimbun sejak senin(7/2), berdasarkan pengakuan seorang penambang yang sempat bersama-sama penambang yang tertimbun dalam lubang.
Juru Bicara Barisan Pemuda Tara (Batara) palu, Kusnadi Paputungan, kabar tersebut memang ada, namun belum bisa di pastikan karena belum ada satu pun penambang yang dikabarkan meninggal ditemukan.
Bahkan, ketika warga poboya melakukan pencarian di tambang lama, lokasi dimana 11 orang tersebut dikabarkan tertimbun, tidak ditemukan jasad penambang. Tapi, kabar lain juga menyebutkan bahwa kejadian tersebut benar adanya.
“Masih simpang siur, belum jelas apakah benar atau tidak kejadian ini,” tutur Kusnadi, rabu (9/2).
Meskipun demikian para penambang dan masyarakat poboya masih tetap melakukan pencarian sejak senin malam hingga sore kemarin.
Kapolsek Palu Timur AKP Hasmun Efendi, yang dikonfirmasi juga belum bisa memberikan kepastian atas kabar tersebut,” Kita belum bisa memastikan karena tadi (kemarin. Red) saat kita kelokasi, belum ada ditemukan penambang tertimbun,”Ujarnya.Pihaknya akan terus melakukan pencarian dan memantau lokasi terkait dengan kejadian ini.
Kapolda Sulteng Brigjend Pol Dewa Parsana, bahkan berencana hari ini melakukan kunjungan ke lokasi tambang untuk melakukan evakuasi secara langsung terkait kabar tersebut. IND/GUS

626.000 Ha Hutan Sulteng Kritis

Kamis, 10 February 2011
PALU-MERCUSUAR- BErdasarkan inventarisasi lahan kritis di Sulawesi Tengah hingga kini di perkirakan lebih dari 626 ribu Ha atau sekitar 16% dari luas areal kawasan hutan yang mencapai 4,3 juta Ha.
Kepala Dinas Kehutanan Sulteng H Nahardi di Palu, rabu (9/2), menagatakan, dari 10 Kabupaten dan kota di Sulteng, areal lahan kritis terbesar di Kabupaten Donggala mencapai 147.504 Ha, disusul Kabupaten Poso 118.893 Ha dan kabupaten Parigi Mautong 99.997 Ha.
Dari total lahan kritis tersebut yang berada dalam kawasan hutan 220.288, 33 Ha dan diluar kawasan hutan mencapai 404.969,47 HA
“jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya, luas lahan kritis disulteng terbilang masih relative kecil,” katanya.
Menurut, dia sebenarnya kondisi hutan di Provinsi yang terletak di tengah-tengah pulau Sulawesi itu masih cukup bagus.
Namun, demikian perlu mendapat perhatian khusus pemerintah agar lahan kritis tidaks semakin bertambah. Dinas kehutanan sebagai instansi yang paling berkompeten dalam bidang kehutanan, tentunya terus menerus bekerjsama dengan semua pihak menekan luas areal lahan kritis di daerah ini.
Berbagai program rehabilitasi lahan dan hutan guna memperkecil luas areal lahan kritis di sulteng dilakukan pemerintah pusat dan daerah melalui kegiatan reboisasi dan penghijauan.
Untuk program reboisasi selama kurun waktu 2002 sampai dengan 2009 mampu mencakup areal lahan seluas 12. 903 Ha dan kegiatan penghijauan selama kurun waktu tersebut diwilayah sulteng mencapai 11.085 Ha.
Dalam melaksanakan program tersebut , Dinas Kehutanan tidak sendiri, tapi juga bekerjsama dengan kelompok-kelompok masyarakat disetiap wilayah Kabupaten dan kota serta LSM yang benar-bena rmendukung program rehabilitasi lahan dan hutan di Sulteng.
Menurut dia, tingkat kesadaran masyarakat untuk ikut mendukung program dimaksud tinggi.
Hal itu terlihat dari peran aktif masyarakat untuk melakukan kegiatan penanaman pohon di areal-areal lahan dan hutan yang mengalami degradasi.
Nahardi optimis, jika program-program dibidang kehutanan berjalan dengan baik dan mendapat dukungan sejumlah pihak, terutama masyarakat di masing-masing wilayah di Sulteng, maka pada tahun mendatang luas lahan kritis akan semakin berkurang. ANT

Penambang Hadang PT CPM SYAHRIAL : Kami akan koordinasikan dengan Polda dan Pemkot

Media Alkhairaat, Rabu, 9 February 2011

Palu- Ratusan penambang menghadang mobilisasi alat bor PT Citra Palu Mineral (CPM) dipertigaan jalan depan kanto Kelurahan Lasoani Palu Timur, Selasa (08/02). Tak sekedr menghadang penambang juga bersiaga dengan senjata tajam. Mereka menolak eksplorasi PT CPM dilokasi tambang emas poboya.
Wakil Ketua Yayasan Dewan Adat Poboya Djafar mengatakan, apapun alasanya masyarakat penambang tetap menolak PT CPM untuk melakukan eksplorasi. Pasalnya, selama ini setiap ada pertemuan dengan PT CPM selalu ada politisasi, sehingga masyarakat tidak percaya dengan PT CPM. Terus masyarakat juga tidak menginginkan kalau pegunungan Poboya dihancurkan perusahaan, karena selama ini AMDAL saja tidak pernah disosialisasikan oleh CPM. “Masyarakat tetap menolak CPM.” Katanya,
Terkait aksi pengahdangan ini Walikota Rusdy mastura memerintahkan kepala Bidang Pertambangan Dinas ESDM Kota palu agar meminta CPM membatalkan rencana eksplorasi. Walikota beralasan, PT CPM belum mengkoordinasikan dengan rencana eksplorasinya ke pemkot palu.
Walikota meminta penambang tak main hakim sendiri. Alasanya, penambang akan berhadapan dengan polisi. “saya berjanji akan tetap melindungi masyarakat dan jika CPM mengusir rakyat palu saya siap berhadap dengan CPM,” kata Cudy Sapaan akrab Walikota.
Menurut Cudy, pemkot palu akan mencari solusi terbaik bagi penambang. Namun cudy menekankan keinginan penambang menolak PT CPM tak bisa dipenuhi pemkot palu. Walikota tak berhak melarang rencana eksplorasi PT CPM, karena kontrak karya PT CPM dilakukan dengan pemerintah pusat, bukan dengan pemkot palu.
Meskipun begitu cudy menyesalkan karena rencana eksplorasi PT CPM dalam pekan ini tak dikoordinasikan dengan pemkot palu, CPM juga tak melakukan sosialisasi terlebih dahulu.” Saya sangat sesalkan PT CPM selama ini tidak pernah mengkoordinasikan secara resmi rencananya mau melakukan eksplorasi , kata Cudy.
Namun Cudy, meminta kepada penambang tetap memberikan kesempatan kepada PT CPM melakukan eksplorasi agar dapat diketahui batas wilayah penambang dan CPM, adanya kejelasan lokasi penambang rakyat penting untuk penyusunan peraturan Daerah (Perda) Izin Pertambangan Rakyat (IPR). “Ranperda IPR ini tetap akan melindungi nasib rakyat, makanya harus ada regulasi pemetaan yang dilakukan terlebih dahulu,”Ungkap Cudy.
Manager Eksternal Relation CPM, Syahrial Suandi, saat dikonfirmasi lewat Via telphon pribadinya mengatakan, terkait respon masyarakat tersebut pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan pemerintah Kota Palu dalam waktu dekat.”dalam 1-2 hari ini kami akan berkoordinasi. Ini tergantung pemerintah, bagaimana nantinya. Apakah ada sosaialisasi lagi tergantung hasil koordinasi,” katanya. (HAMSING/SAHRIL)

Sabtu, 05 Februari 2011

PEKAN DEPAN PT CPM TURUNKAN ALAT BERAT Warga Tak Perlu Khawatir.


Media ALkhairaat, Sabtu 5 February 2011

PALU- pekan depan PT Citra Palu Mineral (CPM) akan menurunkan alat pengeboran dilokasi yang teah ditentukan di tambang poboya. Rencananya CPM akan melakukan pengeboran di beberapa titik untuk merapatkan beberapa titik pengeboran yang sduah dilakukan PT rio Tinto pada tahun 1998-1999 lalu.
“Insya Allah, Rencananya hari selasa. Mudah-mudahan tidak ada perubahan, namun yang pasti alat sudah harus berada di lokasi minggu depan. Saya juga perlu sampaikan lagi, bahwa aktifitas ini tak akan menganggu aktivitas penambang,” kata manager external Relation CPM, Syahrial Suandi Jumat (4/2).
Menurutnya, sesuai skema rencana kerja mereka, awal February ini pihaknya akan melakukan studi kelayakan dengan melakukan pegeboran yang lebih rapat untuk mengetahui besar potensi kandungan emas yang ada. “ Ini hanya menghitung, seberapa besar cadangan yang ada, “ Katanya.
Terkait kekhawatiran warga, menurut Syahrial aktifitas mereka tak akan mengganggu aktifitas para penambang local, sebab areal pengeboran cukup jauh dengan areal lubang galian warga. Ia juga menambahkan, proses pengeboran tidak akan mengganggu kandungan emas di areal lubang warga.
Sementara itu, salah seorang warga yang beraktifitas di tambang poboya, mengaku tak khawatir lagi atas adanya isu akalu pengeboran akan mengganggu aktifitas penambang. “kalau memang begitu, saya pikir tidak masalah, jalan saja. Kan tiada pengaruhnya dengan kita,” kata Andri, salah seorang pemilik tromol.
Hal senada juga dikatakn basri, yang berprofesi sebagai kepala kongsi di dlubang. Menurutnya selagi CPM tidak mengganggu aktifitas anggotanya di lubang, ia tak keberatan, kata dia, kekhawatiran yang selama ini dibenak masyarakat penambang terlalu berlebihan.
Ia juga mengakui, kalau rekan-rekanya kurang mendapat informasi yang pasti dari CPM tentang rencana pengeboran itu, sehingga banyak bereaksi.
Untuk diketahui, studi kelayakan yang dilakukan CPM akan berlangsung hingga tahun 2012. Jika hasil studi itu menunjukan harapan untuk pengelolaan lebih lanjut , pihak CPM akan melakukan tahapan konstruksi dengan membangun pabrik, terowongan dan jalan. Di samping itu, CPM juga akan meminta para ahli untuk melakukan studi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) di sekitar kawasan. Jika semua rangkaian itu berjalan lancer, CPM akan memulai eksploitasinya hingga 30 tahun kedepan, sesuai aturan kontrak karya. (Sahril)