Rabu, 30 Desember 2009

Duka Di Balik Alih Fungsi Lahan Petani Toili Konsumsi Ketela

Media Alkhairaat, Rabu 23 Desember 2009

Duka Di Balik Alih Fungsi Lahan
Petani Toili Konsumsi Ketela

Banggai- Puluhan kepala keluarga (KK) di Desa Singkoyo, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, kurun sembilan tahun terakhir menjadikan ketela sebagai makanan pokok. Hal tersebut disebabkan oleh factor kemiskinan yang membelenggu sebagian besar Desa, setelah ribuan hektar lokasi pertanian milik mereka beralih ke perusahaan kelapa sawit. Mentari pagi mulai menghamburkan sinarnya berlahan kabut putih yang menyelimuti lembah Kabupaten Banggai, menghilang dari pandangan mata. Tidak seperti sembilan Tahun lalu, Muhctar (52) yang merupakan penduduk asli Desa Bina Tani, singkoyo, hanya bisa menghabiskan paginya, dengan duduk temerung, pada salah satu anak tangga rumah kayu berukuran sedang miliknya. Berlahan. Media ini mendekati pria bertubuh tegak itu dan coba memahami kemalasannya, sekira jarak lima meter dari tempat duduk kami mencoba memperkenalkan diri dan berusaha membangun komunikasi. Dengan suara bernada rendah, iapun membalas sapaan kami, lima menit berlalu pria tersebut masih mencoba menutup diri.
Namun setelah suasana akrab mulai terbangun antara kami dengan ayah tiga anak itu, secara berlahan ia menceritakan peristiwa pahit yang dialaminya, Ia mengaku tidak lagi menjalani aktivitasnya sebagai petani, karena lahan pertanian satu-satunya peninggalan orang tuanya yang diwariskan oleh moyangnya kini bukan miliknya lagi ”Mau bertani dimana , lahannya sudah menjadi kebun sawit ,’’ungkapnya , sambil meneguk gelas kopi yang menjadi kawan akrab saat ia mengingat masa kejayaannya.
Beberapa waktu lalu, Muchtar, mengaku pernah merilis sebuah warung sederhana yang menjual beberapa menu makanan, seperti pisang goreng , binte dan berbagai menu tambahan dari santapan tersebut, namun karena perputaran rupiah yang ada di Desa itu sangat kecil, kahirnya Muchtar dan istrinya, memilih untuk mengakhirinya tanpa lontaran pertanyaan, dengan mata berkaca, kepada Media ini pria tersebut melanjutkan penuturannya, Muchtar mengaku, sejak dua tahun setelah tanahnya dikuasai PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) , salah satu perusahaan kelapa sawit yang beroperasi diwilayah itu, sebagian besar hari-harinya bersama keluarga tercinta. Di isi dengan mengkonsumsi ketela sebagai lauk utamanya (Makanan pokok) ”Saya dan keluarga hampir setiap hari hanya makan ubi ketela, kami baru makan nasi apabila menghadiri acara penduduk lainnya atau mendapat pembagian beras murah dari pemerintah, ini untuk menghemat biaya. ” kata Muchtar, sambil memandang dua orang anaknya yang duduk sekayu dengannya, dimana tahun depan sudah harus didaftarkan sebagai Siswa Sekolah Dasar (SD).
Ketela tersebut mereka peroleh dengan bercocok tanam di atas tanah diatas tanah yang dibawa oleh bencana banjir dan lonsor ,” kalau tidak menanam diatas tanah bekas longsoran mau nanam dimana lagi?,” ujar Ketut Kota (65) warga transmigrasi asal Bali, yang sudah menetap di Desa di Kecamatan Toili sejak tiga puluh tahun silam. Ketut mangaku, lahan seluas 2 hektar miliknya bersama tanaman bawang yang belum layak panen di serobot oleh PT KLS pada 2 Juni 1995 silam. Muchtar mengaku, ia dan puluhan KK lain di Desa itu, yang lahannya masuk oleh derap sepatu penggusuran perusahaan sawit, selama ini sudah mengupayakan berbagai langkah untuk merampas kembali haknya sebagai langkah untuk merampas kembali haknya sebagai pemilik tanah, mulai dari melakukan negosiasi dengan menghadirkan pihak pemerintah sebagai mediasinya hingga demonstrasi yang beberapakali nyaris merenggut nyawa mereka, namun hingga kini belum menemukan titik terang. ”demonstrasi terakhir berlangsung pada Kamis (17/12), dimana puluhan petani yang menduduki lahan sengketa seluas 1550 hektar, coba dihentikan oleh beberapa karyawan perusahaan dengan menggunakan senjata tajam,” kata Muchtar.
Muchtar dan puluhan petani lainnya berharap penguasa Negeri ini dapat segera mengambil langkah untuk membantu perjuangan warga merebut kembali lahan yang sebagian besar adalah yang sebagian besar tanah adat, sehingga kelangsungan hidup mereka dapat terjamin dan membawa petani ketaraf hidup yang lebih layak.

Investor Korsel akan Bangun PLTS

Media Alkhairat, Kamis 17 Desember 2009
Investor Korsel akan Bangun PLTS
PALU – Pemkot Palu menggandengkan investor Korea Selatan untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Delegasi Korsel dan Pemkot Palu, Rabu kemarin, menggelar pertemuan awal guna mematangkan rencana tersebut.
Wakil Walikota Palu, Andi Mulhana Tombolotutu mengatakan Pemkot sengaja mengundang pengusaha Korsel berinvestasi PLTS sebesar 10 MW guna membantu mengatasi krisis kelistrikan yang masih mendera Ibukota Sulteng ini. Dia menambahkan, Pemkot akan membicarakan kembali kerjasama ini ditingkat pemerintahan, sebelum memberikan persetujuan. Rencananya PLTS ini akan ditempatkan di lokasi perindustrian, lahan seluas 30 hektar telah disiapkan.
“Diharapkan pada 2010 program ini sudah berjalan,” jelas Mulhana.
Sementara dalam penjelasan salah satu Investor dari Paru Negara Korea Selatan, Bryan Jung mengatakan, proyek solar system yang dia tawarkan sangat bagus. Pasalnya meski dibangun dengan menggunakan lahan yang luas tetapi tidak mempengaruhi lingkungan karena solar system itu dibuat dengan ramah lingkungan.
Proyek solar system itu juga bertujuan untuk menekan pemansana global yang menjadi agenda internasional. “Sesuai dengan riset yang sudah kami lakukan, kalau solar system sangat bagus untuk lingkungan,” katanya.
Selain itu, kata Bryan, solar system yang ditawarkan kepemerintah Kota Palu dijamin 100 persen masalah kemaksimalan daya yang akan dikeluarkannya, sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.
Bahkan dia memberikan garansi selama 20-30 tahun solar system itu bisa beroperasi maksimal, walaupun suatu saat nantinya mengalami kerusakan tetapi mereka siap untuk meberikan jaminan.
“Pokoknya kalau Pemerintah Kota Palu menginginkan daya dari alat kami sebesar 10 MW, maka saya jamin 100 persen 10 MW yang akan kami berikan, bahkan kami juga menyediakan bakterai dalam alat ini jika mengalami kerusakan, bakterai ini bisa digunakan selama dua hari,” jelas Bryan.
Solar system ini, sudah dipasang alat automatis untuk mencari matahari mana yang paling terang. Dan alat solar sytem ini dijamin ketahanannya, serta alat ini bekerja secara berputar, horizontal dan vertical selama 24 jam. Dan kalau masalah lama pembangunannya hanya membutuhkan 8 bulan saja, dia juga bersedia untuk mendatangkan alatnya dari Korea Selatan jika mengalami kerusakan, dengan membutuhkan waktu 1 minggu pengiriman alat, 1 minggu juga untuk pemasangannya.
“Kami sudah memasang system ini di 30 negara dengan 200 tempat dengan daya rata-rata 45 MW, dan masalah investasinya membutuhkan 45 juta US Dolar, dengan pembayaran selama 20 tahun bunga sekitar 5 persen, jika 10 MW yang diinginkan. Tpi masi bisa dinegosiasi,” ujarnya. (HAMSING)

KUNJUNGAN GUBERNUR KE PLTD SILAE, Menagih Janji PLN

Media Alkhairat, Rabu 9 Desember 2009
KUNJUNGAN GUBERNUR KE PLTD SILAE
Menagih Janji PLN
PALU – Gubernur Sulteng, HB Paliudju melakukan kunjungan ke PLTD Silae untuk menanyakan janji PLN yang akan mengoperasikan mesin Unit VIII pada tanggal 7 Desember.
Paliudju selain melihat kondisi Unit VIII juga melihat area tempat mesin MFO 20 MW yang akan datang April 2010 mendatang. “Kondisi kelistrikan akan semakin membaik kedepan dengan hadirnya mesin MFO 20 MW serta masuknya PLTA Sulewana akhir tahun 2010. Dengan kondisi kelistrikan yang baik maka investor pun akan berdatangan,” jelas Paliudju.
“Sejak kemarin malam kami telah selesai memperbaikin Unit VIII dan mulai mengoperasikannya, namun karena ada sedikit kebocoran, maka kami mengalami sedikit masalah. Rencanya hari ini sudah bisa mulai beroperasi,” jelas Assisten Manajer PT PLN, Hermanto Machmud saat menemani Paliudju berkeliling di PLTD Silae.
Ia mengatakan, komitmen PLN telah dipenuhi dalam mengantisipasi kehilangan pasokan daya dari PLTU Mpanau yang dikatakan beberapa waktu lalu. Seperti yang telah diketahui PLTU mengancam berhenti beroperasi karena kerugian yang dideranya mencapai puluhan miliyar tersebut.
Namun, lanjut Machmud, pihaknya cukup senang akhirnya PLTU batal shutdown karena beberapa kesepakatan yang telah dicapai dalam negosiasi PT PJPP Pusat dengan PLN Pusat. Dari hasil negosiasi didapatkan hasil diantaranya PLN telah menyetujui kenaikan batubara yang diminta PT PJPP.
“Sambil menunggu addendum, PLN member dana talangan sebesar Rp 10 miliyar untuk membayar hutang PT PJPP kepada pemasok batubara,” imbuh Humas PT PLN Cabang Palu, Petrus Walasary yang hadir mendampingi Assman Kit, Hermanto Machmud.
Selain itu, PLN bahkan juga mendatangkan batubara selama PJPP belum mendatangkan batubara dalam waktu dekat. “Batubara dari PLN tiba tanggal 7 Desember. Ini bentuk kepedulian PLN terhadap rakyat maupun PLTU,” singkatnya.
Sebelumnya, PLTU mengancam akan berhenti beroperasi karena sejak beroperasi tahun 2007 hingga 31 Oktober 2009, akumulasi kerugian PLTU mencapai Rp 83 milyar.
Kerugian itu tidak termasuk laba rugi selisih kurs dan hutang yang belum dibayar oleh pihak PT PJPP kepada supplier batubara dan pemilik kapal tongkang sudah mencapai nilai Rp 33 milyar.
Dengan tunggakan sebesar Rp 33 milyar tersebut, pihak penyuplai menghentikan pengiriman batubara hingga adanya pembayaran dari pihak PJPP.
Pihak PLN sendiri telah menyiapkan beberapa langkah untuk mengantisipasi jika PLTU memang benar-benar akan berhenti beroperasi. Diantaranya adalah perbaikan Unit VIII yang merupakan kompensasi batalnya relokasi mesin dari Bitung.
Mematikan penerangan jalan umum (PJU) dan dialihkan ke rumah-rumah dan mematikan pelanggan-pelanggan besar pada saat beban puncak dan diprioritaskan kepada pelanggan rumah tangga. Selain itu, pihak PLN juga meminta agar pelanggan menghemat 20 watt (setara dua mata lampu) setiap rumah disaat beban puncak untuk menekan jumlah pemadaman. (EGA)

Koalisi LSM Tolak Bumi Masuk Poboya

Media Alkhairat, Senin 7 Desember 2009
Koalisi LSM Tolak Bumi Masuk Poboya
PALU – Koalisi LSM yang tergabung dalam Komite Aksi untuk Keadilan (KUAK) menolak Bumi Resource Tbk beroperasi di tambang emas Poboya Palu. Bumi menguasai mayoritas saham PT Citra Palu Mineral, pemegang hak konsesi tambang Poboya.
Aksi KUAK digelar di Hotel Palu Golden, tempat Musda Golkar Sulteng digelar yang dihadiri Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, Ahad kemarin. Bumi salah satu perusahaan keluarga Bakrie di sector pertambangan.
Peserta aksi mengusung dua spanduk utama bertuliskan “Aburizal Bakrie…. Penjahat Lingkungan…. Tuntaskan Lapindo….”.
Selain menolak penguasaan tambang oleh Bumi Resource di Poboya, KUAK juga menolak Medco di Sonoro, Exxon Mobile Oil di Surumana, Inco di Morowali.
‘Kembalikan penguasaan tambang kepada Negara untuk kesejahteraan rakyat,” kata Andika, Divisi Kampanye Jaringan Tambangan Sulteng, dalam orasinya.
Elemen yang tergabung dalam KUAK adalah Yayasan Pendidikan Rakyat, LBH Sulteng, Papernas, Solidaritas Perempuan Palu, Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat, Serikat Paralegal Hukum Progresif, Jaringan Tambang dan Walhi.
Massa aksi juga menyoroti skandal Bank Century yang mengeruk uang Negara triliunan rupiah. Skandal tersebut disinyalir melibatkan pejabat Negara dan elit politik.
Aburizal Bakrie dan kader Golkar tidak bereaksi hingga Mantan Menko Kesra ini meninggalkan Hotel Palu Golde. (Joko)

SULTENG BELUM MILIKI RUKD

Media Alkairat, Kamis 3 Desember 2009
SULTENG BELUM MILIKI RUKD
Palu – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulawesi Tengah Salman Hadianto menilai lambatnya penanganan krisis listrik yang melanda daerah ini disebabkan belum adanya dokumen rancangan umum kelistrikan daerah.
Akibatnya langkah yang dipilih Pemerintah Daerah dan PLN untuk mengatasi krisis energy listrik terkesan tiba masa tiba akal. Solusi diambil bersifat instant sebab hanya mampu mengatasi masalah dalam jangka pendek.
“Ujung-ujungnya masyarakat sebagai konsumen tetap menjadi korban sebab Negara dan otritas kelistrikan gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka,” kata Salma dalam rapat dengar pendapat DPRD Kota Palu bersama Manager PLN dan Manager PLTU, Rabu kemarin.
YLK Sulteng, kata Salman, sempat mempertanyakan pengoperasian PLTU Mpanau yang menggunakan batu bara sebab pilihan tersebut tidak berbasis potensi local. Batu bara yang harus didatangkan dari Kalimantan dan harga mengikuti pasaran internasional sangat berpotensi mengganggu kelangsungan PLTU.
“Apa yang menjadi kekhawatiran kami sekarang terbukti. Parahnya lagi Sulteng tidak masuk dalam program 10.000 MW. Semua ini disebabkan tidak adanya perencanaan kelistrikan daerah yang tertuang dalam dokumen RUKD,” tegas Salman.
Menurutnya, jika PLN mengabulkan permohonan PJPP untuk menaikkan harga pembelian komponen C (batubara) sebesar USD 56,9/MT (metric ton) tidak akan menyelesaikan dalam jangka panjang sebab harga batu bara mengikuti harga ekspor. Pemerintah pusat mestinya mengeluarkan regulasi yang mewajibkan kepada seluruh pemilik kuasa pertambangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga khusus.
Pada kesempatan itu, pihak PLTU Mpanau menyatakan butuh sedikitnya Rp 10 miliar dana talangan untuk tetap beroperasi menyuplai listrik. Hal ini dikarenakan hutang kepada pihak supplier batu bara telah mencapai Rp 33 miliar per 31 Oktober.
“Suplier telah menghentikan pengiriman batubara, sehingga kami hanya tinggal menghabiskan batubara dengan perkiraan operasi hingga tanggal 10 Desember mendatang,” jelas Assisten Kuasa Direktur PT PJPP, Djati Nugroho.
Djati Nugroho mengatakan, membengkaknya utang PJPP terhadap perusahaan suplayer batu bara tersebut akibat terjadinya lonjakan harga dari yang sebelumnya hanya 54,89 USD/MT naik menjadi 56 USD/MT.
Wakil Ketua DPRD Palu, Wiwik Jumatul Rofiah mengatakan, pemerintah tidak mengizinkan memberi pinjaman kepada pihak swasta kecuali dalam bentuk penyertaan modal. Itupun harus melalui beberapa prosedur dan pertimbangan.
Manajer PT PLN Cabang Palu, Akhmad Imron Rosyadi dalam kesempatan tersebut mengatakan proses tender pengadaan mesin MFO sebesar 20 MW pada awal Desember mendatang dan diperkirakan pada April 2010 mendatang sudah beroperasi.
Pemadaman PJU serta mematikan pelanggan besar saat beban puncak bisa menghemat 5-6 MW yang akan diprioritaskan untuk pelanggan rumah tangga.”Selain itu saya meminta agar pelanggan menghemat 20 watt (setara dua mata lampu) setiap rumah disaat beban puncak untuk menekan jumlah pemadaman,” tutup Imron.
Dalam pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan dianatranya, pihak PLTU segera menyiapkan laporan tentang kondisi real PLTU saat ini untuk diserahkan ke PT PLN yang nantinya akan dijadikan dasar rekomendasi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Minerl (ESDM). Kedua, PT PLN membuat surat pernyataan soal penyesuaian harga jual tenaga listrik serta surat keputusan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai penyesuaian harga jual tenaga listrik. (EGA/Hady)

Selasa, 15 Desember 2009

Nilai Ekspor Naik Tipis

Media Alkhairat, RABU 02 Desember 2009

Nilai Ekspor Naik Tipis

PALU-Nilai Ekspor di Provinsi Sulawesi Tengah Oktober lalu mengalami kenaikan tipis sebesar 0,67 pesen dibanding bulan September, dari 30,38 juta USD menjadi 30,58 juta USD. “Komoditi kakao masih berada di urutan pertama sebagai penyumbang terbesar nilai ekspor,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi tengah, Razali Ritonga kepada ANTARA di Palu, Selasa (1/12).

Kakao masih mwmwgang peranan penting dalam ekspor di Sulawesi Tengah dengan nilai, 26,34 juta USD atau sebesar 86,13 persen terhadap total nilai ekspor di daerah penghasil kakao tersebut, menyusul komuditi lemak dan minyak nabati/hewani, biji kerak dan abu logam, serta kayu dan barang dan kayu.

Tetapi menurut Rizali, berdasarkan volume ekspor justru komoditi biji, kerak dan abu logam berada di urutan pertama dengan sebesar 97,50 ribu ton. Komoditi tersebut memegang peranan sebesar 86, 22 persen dari volume ekspor, di susul komoditi kakao, lemak, dan minyak hewani/nabati serta kayu dan barang dari kayu.

Razali mengatakan, negara tujuan ekspor pada bulan Oktober adalah China, Malaysia, Singapura dan Perancis. Malaysia merupakan Negara tujuan ekspor terbesar yakni 23,53 USD atau sebesar 76,93 persen , dan diikuti China, Singapura, dan Perancis.

“ Kegiatan ekspor ini lebih banyak melalui pelabuhan Pantoloan dan Kolonodale. Pantoloan merupakan pelabuhan asal ekspor terbesar yakni 96,96 persen,” kata Razali.

Sementara itu total ekspor di Sulawesi Tengah selama 2009 (Januari-September) mengalami kenaikan sebesar 184,29 persen disbanding periode yang sama tahun 2008. Dari 200,47 ribu ton naik menjadi 569,91 ribu ton.

Sedangkan nilai ekspor justru turun sebesar 22,31 persen dari 247,14 juta USD pada 2008 menjadi 192,01 juta USD tahun 2009. Sementara untuk volume impor mengalami penurunan sebesar 49,81 persen dari 23,42 ribu tahun 2009. bulan Oktober Sulawesi tengah tidak melakukan impor.

Menurut Razali, meski dari sisi volume impor turun tetapi dari nilai justru naik dari 1,09 juta USD tahun 2008 menjadi 12,95 juta tahun 2009. “Komoditi impor tersebut berasal dari China dengan pelabuhan bongkat muat Kabupaten Poso dan pantoloan,kaea Razali. ***

Selasa, 01 Desember 2009

Dewan Adat Harus Taat Perwali

Media Alkhairat, KAMIS 26 November 2009

Dewan Adat Harus Taat Perwali

PALU-Peraturan Walikota (Perwali) Palu yang mengatur tentang kegiatan pertambangan emas di Kelurahan Poboya, diharapkan dapat di taati Dewan Adat dan seluruh masyarakat penambang di Kelurahan Poboya.

Meski dilihat dari sisi hukum, aturan-aturan Dewan adat sebagai representatif dalam setiap daerah, tapi secara teknis mereka harus taat kepada Perwali.

Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Hukum Kota Palu, Usman,kepada Media Alkhairat, Rabu (25/11)di ruang kerjanya.

“Dewan Adat perlu kerjasama dengan pihak pemerintah dalam mengatur dan menertibkan pertambangan, sehingga semua masyarakat dan Dewan Adat terlibat penerapan perwali ini,” harap Usman.

Saat ini kata Usman, Perwali telah disusun , tinggal menunggu rekomendasi dari DPRD Kota Palu. Penyusunannya sudah dirampungkan sesuai dengan hasil pembahasan bersama seluruh instansi.

“Perwali itu bersifat menertibkan dan mengatur masalah pertambangan yang akan dilakukan masyarakat Kota Palu, supaya kegiatan pertambangan bisa berjalan sebagaimana mestinya,” tambah Usman. Selain itu lanjut Usman, Perwali ini juga mengatur tentang kelestarian lingkungan, jangan sampai pertambangan berdampak pada kerusakan ekosistem, seperti membuang limbah sembarangan atau menggunakan obat-obatan tanpa terkontrol.

Namun kata Usman, Perwali hanya disusun untuk sementara, belum melibatkan pihak akademisi maupun praktisi.

“Meskipun Perwali ini sudah dianggap rampung, tapi masih tetap menerima masukan, kritikan, saran dari pihak manapun, asal tujuannya untuk kepentingan masyarakat banyak,” ujarnya.

Usman juga menegaskan, masalah retribusi pajak dan retribusi daerah terhadap penambang, ditentukan Peraturan Daerah. Tidak bisa asal melakukan pungutan tanpa berdasarkan Perda. Karena akan dikategorikan sebagai pungutan liar. (HAMSING)