Media Alkhairat, Senin17 November 2008
Pertambangan Nikel di Morowali
Rio Tinto Tetap Ekspansi
Palu – PT Rio Tinto tetap melakukan penambangan Nikel di Lasampala, Kabupaten Morowali. Nilai investasi yang disiapkan mencapai Rp 20 triliun.
Omar S. Anwar, Direktur utama PT Rio Tinto Indonesia kepada Media Alkhairat, Ahad (16/11) kemarin melalui telepon pribadinya, menyatakan tetap melakukan penambangan Nikel di daerah itu meskipun saat ini perusahaan tersebut sedang bersengketa dengan pemerintah Kabupaten Morowali.
“Apa bila ada win-win solution antara kami dengan pemerintah daerah, otomatis proses hukum di PTUN bisa dilewati,” ujar Omar optimis.
Rencananya kata Omar, jika sudah mendapat izin Kontrak Karya (KK) dari pemerintah pusat, maka tambang Lasampala akan berproduksi secara komersial pada 2012 dengan kapasitas awal produksi sebesar 46 ribu ton pertahu. “Kelak akan ditingkatkan menjadi 100 ribu ton pertahun,” kata Omar.
Dia memperkirakan proyek penambangan ini sedikitnya akan menyerap sekitar 5000 tenaga kerja. PT Rio Tinto kata dia tetap berkomitmen untuk mengedepankan anak daerah dalam mengelola nikel tersebut.
Penambangan di Morowali kata Omar, Rio Tinto akan berpartisipasi dalam membangun pelabuhan, lapangan terbang dan kota kecil di sekitar lokasi penambangan.
Sebelumnya, PT Aneka Tambang Tbk (Antam) telah menerima pemberi tahuan dari BHP Billiton untuk mengakhiri conditional agreement dalam kerjasama pengembangan sumber daya nikel laterit di wilayah Buli, Halmahera (Maluku Utara).
Sekretaris Perusahaan Antam Bimo Budi Satriyo dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efec Indonesia (BEI), Kamis (13/11/2008) lalu mengatakan, pengakhiran kerjasama itu disebabkan karena BHP Billito menilai, bisnis tersebut kurang memiliki prospek serta belum diperolehnya persetujuan Kontrak Karya (KK) pada tanggal 31 Oktober 2008.
Padahal, persetujuan Kontrak Karya itu merupakan salah satu syarat diteruskannya perjanjian usaha patungan (joint venture agreement/ JVA) antara Antam dengan BHP Billiton.
Untuk diketahui, nilai investasi yang akan ditanamkan pada usaha patungan tambang nikel BHP Billiton-Antam mencapa US$ 4 miliar, atau sekitar Rp 40 triliun (dengan kurs Rp 10 ribu).
Namun hal yang dialami Billiton, tidak berlaku pada Rio Tinto. Meski masalahnya hampir sama. Sampai saat ini KK Rio Tinto juga belum diusahakan oleh pemerintah. Hal itu disebabkan adanya tumpang tindih lahan dengan perusahaan tambang lokal yang memegang izin Kuasa Pertambangan dari Pemkab Konawe (Sulawesi Tenggara) dan Pemkab Morowali (Sulawesi Tengah).
“Kami masih menanti dukungan konkrit dari pemerintah daerah sebelum menuju DPR,” paparnya.
Menurut sumber di Departemen Dalam Negeri, dalam waktu dekat Depdagri akan mengadakan pertemuan yang melibatkan perusahaan pemegang KP, Pemkab, Pemprov dan manajemen Rio Tinto untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih lahan itu secara win-win solution. (Syarif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar