Mercusuar, Sabtu 29 Agustus 2009
Warga Palu Terancam Mercury
PROSES pemisahan emas dengan Mercury di Tromol, oleh penambang Poboya. Bapedalda Kota Palu, menemukan kandungan mercury sungai itu sebesar 0,05 part per million (ppm), jauh melebihi ambang batas toleransi, yakni sebesar 0,01 ppm dan membahayakan keselamatan masyarakat. FOTO: IST/MS
PALU, MERCUSUAR- Berdasarkan hasil uji sample air Sungai Poboya yang dilakukan oleh Bapedalda Kota Palu baru-baru ini, menemukan kandungan mercury sungai itu sebesar 0,05 part per million (ppm), jauh melebihi ambang batas toleransi, yakni sebesar 0,01 ppm.
Hal itu terungkap berdasarkan laporan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bappedalda) Kota Palu ketika mendampingi Gubernur Sulteng H.B Paliudju pada kunjungan kerjanya di areal tambang Poboya, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Kamis (26/8).
Laporan tersebut membuat Gubernur terpengarah, tidak membayangkan dampak lingkungan yang bakal ditimbulkan dengan kandungan mercury yang dikandung sungai yang merupakan sumber air warga Kota Palu dan sekitarnya itu. “Wah ini sangat berbahaya, 25 tahun mendatang kasus Buyat bisa saja kembali menimpa warga Palu dan sekitarnya,” kata Paliudju yang didampingi Walikota Palu Rusdy Mastura dan sejumlah pimpinan SKPD Pemkot Palu dan Pemprov Sulteng.
Besarnya zat mercury yang dikandung sungai Poboya kata Paliudju, tak lepas dari aktifitas penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan pantauan selama ini, kegiatan pertambangan tersebut kurang memerhatikan proses pengelolaan limbahnya. Mercury yang dijadikan zat untuk menguraikan emas dari bebetauan, merupakan limbah buangan utama dari proses kegiatan pertambangan itu.
Memang untuk saat ini lanjutnya, dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kandungan mercury sebesar itu, belum terasa. Tapi, beberapa tahun mendatang, dampak tersebut dipastikan akan muncul.
Untuk itu, Pemprov bersama Pemkot Palu akan terus menggalakkan sosialisasi kepada masyarakat penambang agar menghentikan kegiatan penambangan tersebut. Tapi upaya itu kata Paliudju, tetap dilakukan dalam koridor persesuaisif dan tetap memerhatikan aspek kemanusiaan. Biar bagaimanapun, keberadaan penambang di lokasi itu semuanya dalam rangka mencari hidup.
Makanya kedepan, Pemprov berupaya agar warga Poboya yang melakukan aktifitas penambangan selama ini, bisa tetap mendapatkan lapangan kerja, setelah kegiatan penambangan rakyat dihentikan.
Caranya, adalah dengan mengakomodir warga ke perusahaan tambang yang diberi izin kontrak karya (KK) oleh pemerintah pusat (PT Palu Cipta Mineral). Dengan catatan, warga yang ditampung itu benar-benar warga Poboya. “Saya tidak tahu mereka yang dari luar, datang menambang di lokasi tambang Poboya,” tegas Paliudju.
Mengapa sampai ditempuh langkah seperti itu? Menurut Paliujdu, aktifitas pertambangan oleh perusahaan mudah diawasi serta memiliki proses pengeloaan limbah. “Di luar negeri, ada perusahaan tambang yang tetap menjalankan aktifitasnya dan tetap memperhatikan proses pengelolaan limbahnya, dan ternyata tetap aman,” urai Paliudju.
Lain halnya jika aktifitas tambang dilakukan oleh rakyat, proses pengawasannya sangat sulit dilakukan. Selain itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan masih minim.
Ditambahkan Walikota Palu Rusdy Mastura, beberapa hari lalu, tepatnya pada pertemuan yang digelar di restoran Kampung Nelayan, telah dilakukan disepakati moratorium aktifitas penambanga rakyat.
Setelah itu kata Cudy, sapaan akrabnya, warga akan disediakan lokasi tertentu untuk melakukan aktifitas penambangannya. “Kita akan tata sedemikian rupa sehingga warga disediakan lokasi penambangan,” ujarnya.
Diakui Cudy, maraknya aktifitas penambangan di Poboya, tak lepas dari andil dewan adat. Mereka yang turut memanggil warga dari luar Poboya melakukan aktifitas penambangan. “Dewan adat yang ikut memanggil masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan penambangan,” terang Cudy.DIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar