Media Alkhairat, Rabu 26 Agustus 2009
Dewan Adat Poboya Akan Diperiksa
*Tindakannya Berbahaya dan Melanggar Hukum*
PALU – Aparat Kepolisian Resor (Polres) Palu dalam waktu dekat akan memeriksa Dewan Adat Kelurahan Poboya. Pemanggilan tersebut terkait dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan di lokasi tambang emas Poboya.
Kapolres Palu AKBP Andrean Bonar Sitinjak mengatakan, saat ini pihaknya tengah memperkuat laporan yang masuk tentang adanya dugaan pungli yang dilakukan oleh pemangku adat yang ada di Kelurahan Poboya.
Menurut Kapolres, pihaknya juga menunggu laporan-laporan dari warga yang merasa dirugikan dengan adanya pungutan tersebut. Dikatakan jika cukup bukti pihaknya akan segera memanggil dan memeriksa dewana adat yang ada disana.
“Saat ini kami sudah memeriksa sejumlah tokoh yang mangaku berasal dari Dewan Adat Kelurahan Poboya terkait pengrusakan lingkungan di daerah sekitar gunung yang mengandung emas itu,” jelas Kapolresta Palu kemarin.
Walikota Palu Rusdy Mastura sehari sebelumnya mengatakan, dia tidak akan memberikan pembelaan jika terbukti dewan adat dalam pemeriksaan polisi melanggar hukum, karena tidak pernah Pemkot itu mengizinkan dan memerintahkan untuk membuka serta meresmikan lahan tambang yang ada di Poboya atau mensahkan pungutan yang diduga liar itu kepada setiap penambang yang datang.
Menurut dia, jika dirinya melegalkan hal itu kepada masyarakat berarti Pemkot sama saja mendukung tindakan yang dilakukan oleh dewan adat tersebut.
“Saya sudah bosan melarang dan menegur tokoh masyarakat yang ada di sana. Sudah jelas mereka melanggar aturan hukum masa harus dilindungi lagi. Saya ini bukan orang bodoh, yang begitu sebaiknya diserahkan kepada aparat hukum yang menangani masalah itu sampai tuntas,” terangnya.
Lanjut dia, adanya pungutan yang dilakukan oleh dewan adat itu kepentingannya bukan untuk pembangunan daerah tapi itu tujuannya hanya memperkaya diri.
Sementara diberitakan sebelumnya Kepala Kelurahan Poboya Muh. Aris mengatakan dugaan pungutan liar itu sudah lama dilakukan Dewan Adat. Pemberlakuan itu sudah sejak bulan Februari 2009 lalu, dimana setiap harinya pungutan itu bisa mencapai RP 100 juta perhari. Namun hingga saat ini dia tidak mengetahui keberadaan uang tersebut yang jumlahnya hampir mencapai milyaran rupiah itu.
“Memang dalam hal ini selalu saya diundang untuk dilibatkan dalam pungutan tersebut namun saya tidak pernah mau terlibat karena saya sudah mengetahui bahwa tindakan Dewan Adat itu berbahaya dan melanggar aturan hukum,” tandasnya. (IRMA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar