Minggu, 07 Maret 2010

Media Alkhairat, Jum’at 5 Maret 2010

DSLNG Tunggu Keputusan Pemerintah Pusat


PALU- Terkait penjualan hasil pengolahan minyak bumi dan gas cair yang akan diproduksi, PT Donggi Sinoro Liguid Gas yang melakukan oksploitasi migas di wilayah Kecamatan Batui Kabupateen Banggai itu, hingga kini masih menunggu keputusan pemerintah pusat. Pasalnya, pemerintah pusat menginginkan agar hasil olahan gas cair PT DSLNG harus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara untuk DSLNG sendiri, sudah membuat kesepakatan dengan pihak asing, untuk mengekspor hasil gasnya.

Kepala Coorporate Communacation DSLNG, Syueb Abuhanifa, Kepada sejumlah wartawan di Palu, Kamis (04/03), mengatakan pihaknya masih menunggu keputusan pemerintah pusat, untuk memastikan kalau gas yang diproduksi oleh kedua perusahaan migas itu bisa diekspor.

“Perlu kami sampaikan, bahwa proyek DSLNG ini, adalah yang pertama di Sulteng, dan menjadi proyek ke empat di Indonesia. Saat ini kami masih menunggu keputusan pemerintah pusat, tentang peruntukan gas itu,” katanya.

General Manager Join Operating Bodi (JOB) Pertamina-Medco, Hendra Jaya, dalam kesempatan yang sama mengatakan, keberadaan DSLNG sangat berpengaruh terbahadap pertumbuhan ekonomi Sulteng. Sebab kata dia, pembagian hasil usaha yang akan dimasukkan dalam APBD bisa mencapai Rp3,6 Triliun, dalam waktu 15 tahun. Hal itu kata dia, dipotong dari APBN sebesar Rp60 Triliun, dengan pembagian 60 : 40, berdasarkan pertarunan pemerintah tentang dana perimbangan antara pusat dan daerah.

Sementara Director Coorporate Affairs DSLNG, Andi Karamoi, mengatakan hingga kini pihaknya sudah mengeluarkan anggaran sebesar Rp500 Milyar, untuk berbagai kebutuhan, diantaranya pembebasan lahan dan berbagai program Coorporate Social Responsibily (CSR).

Selain soal peruntukkan, soal pembebasan lahan di lokasi pembangunan pabrik juga masih terkendala. Dari 380 hektar kawasan yang diperlukan, tinggal 13 hektar atau hanya 3 persen lagi yang masih belum dibebaskan. Kata dia, pihaknya sudah berupaya melakukan negosiasi dengan membayar tanah warga di atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di wilayah tersebut.

“Kalau untuk satu hektar, pada umumnya harga tanah di wilayah itu sebesar Rp40 hingga 60 juta. Tapi kami membelinya dengan harga Rp125 juta per hektar,” kata Andi.

Dalam proses menungguh kepastian pemerintah pusat saat ini, pihak DSLNG terpaksa harus menggeser perencanaan awal dalam proses pengolahan migasnya. Pada rencana awal kata Hendra Jaya, pihaknya sudah harus beroperasi pada 1 Januari 2009 lalu, namun karena belum adanya kepastian regulasi dari pemerintah pusat, maka pihaknya masih terus berusaha.

“Untuk desain kilang kita sudah punya. Kalau urusan tanah juga sudah dalam proses. Jadi tinggal menunggu regulasi itu. Jadi isunya sekarang persoalan waktu,” katanya.

Atas situasi itu, pihak DLNG terpaksa menggeser jadwalnya hingga Januari 2010. Sebab kata Andi, pada Maret 2013 kegiatan produkasi dan penjualan gas dari sektor hulu kepada hilir sudah akan dimulai, hingga 2027 mendatang.

Untuk diketahui, pada prinsipnya pihak DSLNG akan melakukan ekspor terhadap sebagian hasil olahan migasnya, sebab saat ini pembelian harga ekspor lebih tinggi dari dalam negeri. Dan dalam DLNG sendiri, ada satu perusahaan asing, yakni Mitsubishi, asal Jepang. Sementara perusahaan lain yang sudah memutuskan kontrak dengan pihak DSLNG adalah Projek LNG sendiri adalah projek yang secara mekanisme projek dikerjakan bersama dari sektor hulu oleh PT Pertamina EP dan Medco dan di sektor hilir adalah PT DSLNG dan Mitsubishi. (SAHRIL)

Tidak ada komentar: