Media Alkhairaat, Senin 22 Desember 2008
LSM Tolak UU Minerba
Palu-Pengesahaan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Selasa (16/12) pekan lalu, diprotes keras sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di kota Palu. Sabtu malam pekan lalu, sejumlah LSM di kota Palu menggelar aksi damai di tugu Bundaran jalan Hassanuddin.
Sejumlah LSM tersebut diantaranya, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulteng, YAMMI, ROA, KONTRAS Sulteng, LMND, JATAM, KP-SHI serta Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR). Mereka menuntut penundaan atau pembatalan pengesahaan UU Minerba.
Direktur Walhi Sulteng, Wilianita Selviana dalam orasinya, mengatakan secara substansi UU Minerba tidak menunjukan perbaikan terhadap praktik pertambangan yang ada selama ini. UU ini justru mengandung potensi konflik terhadap masyarakat dan kerusakan lingkungan hidup.
“Indonesia sebagai Negara pemasok bahan mentah dan batu bara, melahirkan ongkos mahal yang harus ditanggung Negara ini berupa kerusakan lingkungan hidup, penggusuran masyarakat di sekitar lokasi tambang, hingga terjadinya konflik yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang,” katanya.
Menurut Wilianita, manfaat pengesahan UU Minerba hanya berupa kemajuan pembagian tugas antara pemerintah pusat dengan daerah soal ijin pertambangan. Namun peran serta masyarakat sekitar lokasi pertambangan untuk menentukan bentuk dan tingkat eksploitasi justru semakin lemah.
Selain itu, lanjut Wilianita, UU Mineba juga menetapkan aturan represif terhadap masyarakat jika dinilai menghambat usaha pertambangan. Seperti yang sering terjadi di beberapa daerah, ketika masyarakat hendak mempertahankan kelestarian ruang hidupnya. Sehingga mereka terancam dari kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan. Yang juga dapat berakibat pada menurunnya pendapatan masyarakat setempat.
Menurut direktur Kontras Sulteng, Edmond Leonardo dalam UU Minerba tidak mensyaratkan dilakukannya renegosiasi Kontrak Karya (KK), menurut Edmond, renegosiasi KK perlu dilakukan agar kegiatan penambangan tidak terus menerus merugikan masyarakat.
Edmond menambahkan, krisis ekonomi global berdampak pada penurunan permintaan komoditi tambang di pasar internasional. Akibatnya, pada sektor tambang di pasar internasional. Akibatnya, pada sektor tambang terjadi kerawanan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). “ Ini yang seharusnya menjadi perhitungan bagi Dewan Perwakilan Rakyat, untuk melakukan kajian ulang terhadap kebijakan pertambangan yang berorientasi ekspor,” ujarnya.
Untuk itu, aliansi sejumlah LSM tersebut menuntut dicabutnya UU Minerba, menolak pertambangan Poboya, hentikan ijin pertmbangan baru di Sulteng, serta mendesak pemerintah untuk segera melakukan renegosiasi KK. (Joko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar