Media Alkhairat, Selasa 2 Desember 2008
Terjang Minta Polisi Hentikan Kriminalisasi Warga Bohotokong
Palu – Komite Perjuangan untuk Bohotokong (Terjang) meminta kepada kepolisian sebagai institusi penegak hukum menghentikan kriminalisasi terhadap masyarakat Bohotokong, terkait dengan pemanggilan kembali enam orang petani Bohotokong oleh Polres Banggai.
Selain itu Terjang juga meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), untuk segera melakukan advokasi yang lebih serius dan melakukan pengusutan secara tuntas terutama kasus kematian Almarhum Saharuddin pada tahun 2002 lalu, yang terjadi diteras rumah Jhony Nayona serta meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) agar mengusut kasus ini.
“Kami menyesalkan upaya penangkapan kembali terhadap petani Bohotokong dan penangkapan itu sarat akan upaya intimidasi terhadap rakyat Bohotokong,” kata Ketua Terjang Nurhajjah AT dalam siaran persnya yang diterima Media Alkhairat, Senin (01/12).
Dia menyebutkan, penangkapan terhadap petani Bohotokong yakni Arham Basurah, Arjun Basurah, Nunu Tonggadio, Hima Ali, Yakup dan Gapa hanyalah upaya intimidasi terhadap warga Bohotokong yang telah terjadi secara berulang-ulang sejak tahun 1990.
Dia juga menjelaskan, sejak masa itu puluhan bahkan ratusan surat panggilan telah dilayangkan oleh pihak kepolisian. Selain itu mereka menjelaskan dari beberapa warga yang dipanggil belasan diantaranya telah ditahan dan berbagai rangkaian kasus intimidasi, kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh pengusaha maupun anggota kepolisian terus dialami warga Bohotokong.
Terjang juga menilai aparat kepolisian yang ada didaerah itu saat ini sudah tidak lagi menunjukkan kenetralannya. Hal ini disebabkan selama ini pemerikasaan hanya sebatas kepada masyarakat kecil tanpa membrikan transparansi tentang pemerikasaan terhadap pengusahan dan Badan Pertanahan Nasional, sebagai badan yang telah mengeluarkan sertifikat yang belum jelas kebenarannya.
“Seharusnya aparat kepolisian lebih memfokuskan pemerikasaannya terhadap para pengusaha dan BPN, untuk memastika apakah jalan yang telah dilakukan dengan pembuatan sertifikat sudah sesuai dengan aturan agar dapat mengungkap kebenaran materillnya,” katanya.
Selain itu kata Nurhajjah, salah satu dari warga yang mendapat panggilan atas nama Arham Basurah, adalah murni melanggar Undang-undang No. 39 Tahun 1999 pasal 18 tentang hak asasi manusia yang menegaskan bahwa.
Setiap warga tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan. Karena pada peradilan sebelumnya Arham Basurah CS, sudah pernah menjalani peradilan dan dinyatakan tidak bersalah. (amat banjir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar