Garda Sulteng, Senin 4 Mei 2009
Halim: PT INCO Abaikan Prinsip Kelestarian Ekologi
MOROWALI, Garda Sulteng – Polemik keberadaan lubang-lubang eksplorasi yang ditinggalkan begitu saja oleh PT International Nicel Indonesia Tbk (PT INCO) di wilayah Kecamatan Bahodopi dan Petasia, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), dinilai banyak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan disekitar daerah eksplorasi.
Tidak ditutupnya bekas galian-galian tersbut, menunjukkan bahwa perusahaan ini telah mengabaikan prinsip-prinsip kelestarian ekologi, lebih parah lagi telah mengabaikan keselamatan warga yang telah bermukim disekitar wilayah tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Halim Amirullah, Kepala Kantor Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Morowali kepada media ini, Minggu (3/5) kemarin.
PT INCO, kata Halim, sudah sepantasnya mengambil tindakan atas lubang-lubang yang telah mereka hasilkan, dengan cara menutup kembali lubang bekas eksplorasi dan melakukan rehabilitasi terhadap lubang-lubang tersebut, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Agar tidak terkesan telah mengabaikan prinsip-prinsip ekologi dan mengabaikan keselamatan warga yang bermukim disekitar wilayah eksplorasi di Bahodopi dan Petasia, maka PT Inco harus menunjukkan sikap bertanggung jawabnya dengan cara menutup lubang-lubang tersebut dan melakukan rehabilatasi kembali”, ungkapnya.
Dirinya juga menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan pihak-pihak terkait yang terkesan lamban dan tidak tegas dalam menangani masalah ini. Padahal, kata Halim, lubang-lubang eks galian eksplorasi ini pernah menelan korban jiwa pada tahun 2008 lalu.
“Saya juga mengharapkan pemerintah daerah dan pihak terkait bisa bersikap serius dan dapat mengambil langkah-langkah tegas dalam menyikapi masalah ini. Apalagi sudah ada korban jiwa yang jatuh”, ungkapnya.
Ditemui terpisah, Koordinator Solidaritas Anti Korupsi (SAKSI) Sulawesi Tengah Ivan Yudharta mengatakan, berdasar data yang dihimpun menunjukkan lubang galian PT Inco disekitar Desa Ganda-ganda telah memakan korban jiwa. Pada tahun 1990 silam, dua warga desa disekitar wilayah tersebut terjeremabab kedalam lubang galian tersebut, mengakibatkan keduanya mengalami cacat seumur hidup.
“Ironisnya, kedua korban tidak mendapatkan kompensasi sebagai biaya pengobatan dari PT Inco selaku pemilik areal usaha pertambangan,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah meskinya mengevaluasi tiap kegiatan usaha pertambangan di daerahnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana dampak usaha pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat.
“Evaluasi atas dampak dari usaha pertambangan mesti dilakukan pemerintah melalui instansi tekhnis terkait. Upaya ini juga sebagai bentuk proteksi pemerintah untuk perlindungan lingkungan dan hak masyarakat yang berdiam disekitar usaha pertambangan,” kata dia menjelaskan.
Selain itu, menurut Ivan, tiap usaha pertambangan diwajibkan melakukan reklamasi atas lahan yang dijadikan area usaha pertambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu akibat kegiatan usaha pertambangan.
“Untuk itu, tiap perusahaan tambang harus menyediakan dana reklamasi untuk perbaikan fungsi dan daya guna lahan pasca usaha pertambangan,” kata aktifis Perhimpinan Rakyat Pekerja (PRP) itu.
Sementara itu Hubungan Masyarakat (Humas) PT Inco, Syaiful Gobel yang dikonfirmasi via telepon genggam terkait keberadaan lubang-lubang yang berada disekitar pemukiman warga mengatakan, bahwa memang ada lubang bekas galian yang diakui sebagai bekas eksplorasi dari PT Inco. Namun, menurut Syaiful, diantara lubang tersebut sudah tidak jelas lagi yang mana bekas galian PT Inco, dan yang mana galian dari PT Hoffman International. Sebab kata dia, ada dua perusahaan yang melakukan eksplorasi dilahan yang sama, diantaranya disekitar Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia.
“Memang kami akui diantara lubang-lubang pasca tambang itu adalah lubang bekas kegiatan dari PT Inco. Hanya saja, sudah tidak jelas mana lubang pasca tambang yang diakibatkan oleh kegiatan PT Inco dan mana lubang diakibatkan oleh PT Hoffman. Sebab antara Inco dan Hoffman membuat kegiatan tambangnya pada lokasi yang sama. Jadi disini terjadi tumpang tindih lahan tambang antara dua perusahaan. makanya sudah tidak jelas lagi,” jelasnya.
Namun, ketika media ini mengkonfirmasi bukankah ada titik-titik koordinat yang dibuat oleh ahli geologis setiap perusahaan tambang sebelum diadakan pengeboran, Syaiful Gobel mengatakan bahwa memang masih ada file titik-titik koordinat lubang yang dapat memberikan petunjuk lubang-lubang mana saja milik PT Inco dan mana milik PT Hoffman. Namun, kata Syaiful, pihaknya harus membuka data-data lama dulu, dan hal itu memerlukan waktu.
“Iya memang, ada data-data titik koordinat sebelum pengeboran, namun berarti kami harus membuka file-file lama yang jumlanya sangat banyak. Dan itu memerlukan waktu”, jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar