Kompas, Senin 3 Mei 2010
PERATAMBANGAN
Ancaman Terbesar Datang dari India
JAKARTA, KOMPAS – Ancaman terbesar pembukaan area tambang Indonesia di masa mendatang diduga datang dari India karena pertumbuhan kebutuhan akan batu bara di negeri ini.
Hal itu dikemukakan Roger Moody, pakar pertambangan dari Mines and Communities, dalam kuliah umumnya pada program Konsultasi Publik Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Minggu (2/5) di Jakarta.
“Ancaman terbesar adalah dari India yang pada tahun 2012 butuh 110.000 ton batu bara perhari. Mereka melihat ke Indonesia sebagai sumber batu bara,” ujar Roger. Saat ini tambang batu bara Indonesia yang terbesar adalah di Kalimantan, mencapai sekitar 200 juta ton pertahun (legal dan illegal) atau sekitar 548.000 ton perhari. Selain Indonesia, konsumsi batu bara dunia juga meningkat pesat karena kenaikan permintaan dari China.
Moody menambahkan, Indonesia di prediksikan menjadi eksportir batu bara nomor satu pada dua tahun mendatang. Saat ini Indonesia ada di urutan kedua.
Moody dalam kuliah umumnya, mejelaskan peta pertumbuhan pertambangan sekitar empat dekade terakhir.
Digambarkan tentang upaya perusahaan pertambangan memperbaiki citranya dengan mengusung isu pembangunan berkelanjutan. Hal ini terjadi menjelang World Summit for Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan. Upaya ini gagal karena tidak ada realisasi dilapangan.
Moody juga menjelaskan peran berbagai lembaga pendanaan dan jenis pendanaan yang berperan mendorong pertumbuhan industry tambang global. Sifat investasi disini, menurut Moody “Uang kembali cepat dengan profit besar.” Risiko dari investasipun besar sehingga kolapsnya pendanaan bisa memicu peningkatan harga hasil tambang.
Saat ini setidaknya ada tiga Negara (asal) industry tambang terbesar, yaitu Amerika Serikat, Australia, Inggris. Dalam waktu dekat akan disusul Negara-negara Barasil, India dan China.
Dalam diskusi public hadir sebagai pembicara mantan Menteri Lingkungan Hidup Sony Keraf; ahli kelautan IPB, Alan F Koropitan; Yanuar Rizki dari Aspirasi Indonesia Research Institute; dan Hendro Sangkoyo dari Sekolah Ekonomika Demokratik.
Kesaksian
Selain kuliah umun yang disusul dengan diskusi public, sebelumnya juga digelar kesaksian dari tiga orang warga yang tinggal di daerah tambang, yaitu dari Bengalon, Kalimantan Timur, Pulau Kabaen, Sulawesi Tenggara dan dari Lok Nga, Provinsi Naggroe Aceh Darussalam.
Acara yang di gelar di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki tersebut disertai pameran foto dan atraksi seni sebagai ekspresi gugatan terhadap industry pertambangan yang menyisakan kesengsaraan di kalangan masyarakat sekitar lokasi tambang.
Sahrul dari Pulau Kabaena mengatakan, “Eksploitasi tambang mengakibatkan sumber mata air kami mengering, sedang tanah kami diberi ganti rugi Rp 1000 per meter persegi.” (ISW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar