Kamis, 02 September 2010

Tragedi Buol Berbuah Kecaman

Tragedi Buol Berbuah Kecaman
Kamis, 02 September 2010 07:11 WIB

PALU--MI: Bentrok berdarah antara polisi dan warga di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, yang menewaskan tujuh orang di pihak warga berbuah kecaman dari beberapa elemen masyarakat.

Mereka mendesak Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri mencopot Kapolda Sulteng dan Kapolres Buol. Anggota DPRD Suteng Asad Lawali, di Palu, Rabu (1/9), meminta Kapolri mencopot Kapolda Brigjen M Amin Saleh dan Kapolres Buol dicopot dari jabatannya karena dinilai gagal mengendalikas situasi di wilayahnya.

Kata dia, Kapolda dan Kapolres selaku pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat daerah tidak seharusnya mengambil tindakan represif menyikapi kasus kerusuhan yang terjadi di Buol. Ia mencontohkan pencopotan Kapolda Sumut yang saat itu dijabat Irjen Pol Nanan Sukarna karena kasus demonstrasi yang mengakibatkan Ketua DPRD Sumut meninggal dunia.

"Saya mengharap Kapolri menindak lanjutinya dalam bentuk pemecatan terhadap Kapolda dan Kapolres karena lalai dalam mengantisipasi aksi demonstrasi warga," katanya.

Forum Masyarakat Sulteng Anti Kekerasan (FMSAK) juga meminta Kapolri mencopot Kapolda Sulteng dan jajarannya di Kabupaten Buol. Hal tersebut dikatakan Juru Bicara FMSAK, Adi Prianto dalam jumpa wartawan di kantor Komisariat Daerah Hak Asasi Manusia (Komda Ham) Sulteng, Rabu (1/9).

"Kami minta Kapolda Sulteng, Kapolres Buol dan Kapolsek Biau dicopot dari jabatannya karena secara struktural mereka bertanggungjawab," Adi Prianto.

FMSAK menampik pernyataan Kapolda Amin Saleh bahwa ada dalang di balik aksi yang dilakukan warga. Adi Prianto menilai aksi yang dilakukan warga pada Selasa malam (31/9) adalah aksi spontanitas karena tidak percaya hasil otopsi.

Bagian Penerima Laporan Komda HAM Komda Sulteng, Ahmad mengatakan pihaknya akan langsung turun ke lapangan untuk kepentingan investigasi.

Kecaman senada juga disampaikan Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulteng. Koordinator Komite Kampanye FPR Sulteng Gifvent Lasimpo mengecam tindakan berlebihan polisi yang mengakibatkan 29 orang tertembak, tujuh di antaranya tewas.

"Kepolisian gagal dalam mengembang tugas untuk melindungi dan mengayomi masyarakat, padahal dalam UU No 2 tahun 2002 disebutkan kepolisian sebagai alat negara yang diberi tugas untuk melindungi rakyat, bukan malah menembaki masyarakat dengan berbagai macam alasan," katanya.

Pada bagian lain Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sulteng meminta pemerintah daerah segera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) independen untuk mengusut tuntas kasus tersebut. "Ini harus segera disikapi dengan cara membentuk TPF. Tim ini terdiri dari orang-orang atau dari lembaga yang bekerja secara independen, untuk membuktikan semua dugaan, termasuk hasil autopsi terhadap Kasmir Timumun, yang menurut kepolisian meninggal karena bunuh diri di sel tahanan Mapolsek Biau," kata Moh Masykur, Direktur PBHR Sulteng.

Menurutnya, bentrok yang terjadi Selasa malam dan menelan korban tersebut diakibatkan karena masyarakat tak mempercayai informasi dari kepolisian setempat. Tragedi Buol merupakan kasus terbesar kedua jika dihtung darin jumlah korban jiwa di Sulteng setelah kerusuhan Poso dalam sepuluh tahun terakhir.

Dari informasi yang diterima Forum LSM Sulteng, ada beberapa kejanggalan dari apa yang didapatkan pada tubuh Kasmir Timumun. Selain luka memar, pihaknya juga merasa janggal kalau seseorang melakukan bunuh diri hanya karena kasus menabrak orang. "Kita berharap, polisi tidak bisa mengedepankan kebenaran hasil autopsinya sendiri," tambahnya.

Bentrokan antara warga dan polisi di Buol pecah sejak Senin (30/8) malam menyusul tewasnya seorang tahanan Polsek Biau bernama Kasmir Timumun. Bentrokan memuncak Selasa (31/8) malam hingga Rabu dini hari mengakibatkan puluhan warga sipil dilarikan ke rumah sakit setempat. Luka-luka juga terjadi di pihak polisi. (Ant/OL-2)

Tidak ada komentar: