Petani di Sigi Gagal Panen
Media Alkhairaat, 15 Januari 2009
SIGI-Sejumlah petani di Kab. Sigi mengeluh karena hasil pertanian mereka gagal panen. Salah satu penyebab gagalnya panen kali ini disebabkan iklim cuaca yang tidak menentu serta jadwal tanam yang dikeluarkan Dinas Pertanian tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini.
Tajwid (45) petani asal Kalukubula misalnya, ia merasa hasil sawahnya terkadang tidak bisa dia rasakan. Ini dikarenakan terjadinya kerusakan tanaman sehingga hasil panen pun tidak dinikmatinya.
“dengan adanya hujan pada saat panen merusak tanaman sawah kami,” kata Tajwid kepada Media Alkhairaat, Rabu (14/1)
Menurut dia, dari hasil diskusi kelompok Tani Pangale Indah, Desa Kalukubula saat mengikuti pelatihan petani, di desa tersebut. Didapatkan penyebab utamanya adalah tidak sesuainya jadwal Jalur Tanam yang diberikan oleh Dinas Pertanian dengan kondisi iklim.
Hal senada juga diutarakan Ismail Zen, salah satu anggota Kelompok Tani Pangale Indah. Menurut dia, hal itu terjadi karena petani kebanyakan menggunakan jadwal yang diberikan oleh Dinas Pertanian. Padahal jadwal yang diberikan oleh Dinas Pertanian itu dibuat pada tahun 80-an.
“seharusnya jadwal jarak tanam itu, disesuaikan dengan ilmu perbintangan. Bukan ilmu klimatologi,” kata pria yang disapa Zen ini.
Dia mengaku, pernah mengikuti pelatihan petani di Makassar dan menyaksikan para pakar yaitu Profesor dan juga mahasiswa, memfaslitasi petani yang memiliki pengetahuan perihal perbintangan.
“di Makassar apa yang diputuskan oleh petani yang tahu tentang perbintangan itulah yang menjadi patokan mahasiswa,” ujarnya.
Zen menambahkan, terjadinya perubahan iklim cuaca juga disebabkan oleh perusakan ekosistem yang lain, seperti pembalakan hutan. Olehnya, klimatologi yang hanya memprediksi siklus lima tahunan tidak bisa diharap banyak.
Dia berharap, pemerintah bisa pula memediasi para petani yang mengetahui perbintangan. Agar supaya para petani juga merujuk pada yang ahli perbintangan pula. “ Kerusakan tanaman petani memang sering terjadi di wilayah Sulteng. Sebab perubahan iklim, pada saat masa tanam seharusnya kita membutuhkan hujan dan perkembangan tanaman kita juga butuh hujan, dan pada saat panen kita menginginkan panas. Tapi iklim berkata lain pada saat panen malah terjadi hujan, akhirnya gagal panen,” tandas Zen.
Sementara itu, kepala Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP), Hakim Abdullah membenarkan terjadinya pergeseran cuaca sehingga merusak tanaman petani. Olehnya Hakim menyarankan agar petani tetap menjaga kearifan lokal.
“kearifan lokal harus dijaga, itu tidak masalah bagi pertanian. Karena ilmu-ilmu tradisional (ilmu-ilmu perbintangan) tidk bisa dilepaskan dari pertanian. Namun jadwal tanam yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak jauh meleset dari itu,” kata Hakim Abdullah.
Sementara itu, Sri Wahyuni, penyuluh petani Sigi Biromaru membenarkan pula hal itu. Dia mengaku, telah meminta kepada Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) untuk mengganti jadwal pertanian.
“saya sudah meminta kepada BPTP untuk jadwal yang telah diubah untuk tahun 2009 ini. namun saat ini belum ada,” kata Sri. (nanang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar