Rabu, 30 Desember 2009

SULTENG BELUM MILIKI RUKD

Media Alkairat, Kamis 3 Desember 2009
SULTENG BELUM MILIKI RUKD
Palu – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulawesi Tengah Salman Hadianto menilai lambatnya penanganan krisis listrik yang melanda daerah ini disebabkan belum adanya dokumen rancangan umum kelistrikan daerah.
Akibatnya langkah yang dipilih Pemerintah Daerah dan PLN untuk mengatasi krisis energy listrik terkesan tiba masa tiba akal. Solusi diambil bersifat instant sebab hanya mampu mengatasi masalah dalam jangka pendek.
“Ujung-ujungnya masyarakat sebagai konsumen tetap menjadi korban sebab Negara dan otritas kelistrikan gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka,” kata Salma dalam rapat dengar pendapat DPRD Kota Palu bersama Manager PLN dan Manager PLTU, Rabu kemarin.
YLK Sulteng, kata Salman, sempat mempertanyakan pengoperasian PLTU Mpanau yang menggunakan batu bara sebab pilihan tersebut tidak berbasis potensi local. Batu bara yang harus didatangkan dari Kalimantan dan harga mengikuti pasaran internasional sangat berpotensi mengganggu kelangsungan PLTU.
“Apa yang menjadi kekhawatiran kami sekarang terbukti. Parahnya lagi Sulteng tidak masuk dalam program 10.000 MW. Semua ini disebabkan tidak adanya perencanaan kelistrikan daerah yang tertuang dalam dokumen RUKD,” tegas Salman.
Menurutnya, jika PLN mengabulkan permohonan PJPP untuk menaikkan harga pembelian komponen C (batubara) sebesar USD 56,9/MT (metric ton) tidak akan menyelesaikan dalam jangka panjang sebab harga batu bara mengikuti harga ekspor. Pemerintah pusat mestinya mengeluarkan regulasi yang mewajibkan kepada seluruh pemilik kuasa pertambangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga khusus.
Pada kesempatan itu, pihak PLTU Mpanau menyatakan butuh sedikitnya Rp 10 miliar dana talangan untuk tetap beroperasi menyuplai listrik. Hal ini dikarenakan hutang kepada pihak supplier batu bara telah mencapai Rp 33 miliar per 31 Oktober.
“Suplier telah menghentikan pengiriman batubara, sehingga kami hanya tinggal menghabiskan batubara dengan perkiraan operasi hingga tanggal 10 Desember mendatang,” jelas Assisten Kuasa Direktur PT PJPP, Djati Nugroho.
Djati Nugroho mengatakan, membengkaknya utang PJPP terhadap perusahaan suplayer batu bara tersebut akibat terjadinya lonjakan harga dari yang sebelumnya hanya 54,89 USD/MT naik menjadi 56 USD/MT.
Wakil Ketua DPRD Palu, Wiwik Jumatul Rofiah mengatakan, pemerintah tidak mengizinkan memberi pinjaman kepada pihak swasta kecuali dalam bentuk penyertaan modal. Itupun harus melalui beberapa prosedur dan pertimbangan.
Manajer PT PLN Cabang Palu, Akhmad Imron Rosyadi dalam kesempatan tersebut mengatakan proses tender pengadaan mesin MFO sebesar 20 MW pada awal Desember mendatang dan diperkirakan pada April 2010 mendatang sudah beroperasi.
Pemadaman PJU serta mematikan pelanggan besar saat beban puncak bisa menghemat 5-6 MW yang akan diprioritaskan untuk pelanggan rumah tangga.”Selain itu saya meminta agar pelanggan menghemat 20 watt (setara dua mata lampu) setiap rumah disaat beban puncak untuk menekan jumlah pemadaman,” tutup Imron.
Dalam pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan dianatranya, pihak PLTU segera menyiapkan laporan tentang kondisi real PLTU saat ini untuk diserahkan ke PT PLN yang nantinya akan dijadikan dasar rekomendasi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Minerl (ESDM). Kedua, PT PLN membuat surat pernyataan soal penyesuaian harga jual tenaga listrik serta surat keputusan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai penyesuaian harga jual tenaga listrik. (EGA/Hady)

Tidak ada komentar: