Public Release
Untuk Segera Disiarkan
Kamis, 9 Oktober 2008
Kontak : Wilianita Selviana
Telp : (0451) 423715
Email : walhisulteng@gmail.com,
sulteng@walhi.or.id
WALHI : DED Rencana Pembukaan Jalur Palu-Parigi Harus Transparan
Rencana pembukaan jalan poros Palu-Parigi sudah sejak lama direncanakan, yang mana tujuannya adalah untuk memperlancar jalur distribusi ekonomi antar kedua daerah, Parigi Moutong dan Kota Palu sebab jalan yang sudah ada atau jalur kebun Kopi dinilai sudah tidak layak lagi dan untuk melintasinya memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga perlu ada alternatif jalur lain yang lebih cepat. Pertimbangan ini perlu juga didasarkan pada kajian lingkungan yang lengkap, mengingat jalur yang sudah ada juga melewati kawasan lindung yakni pegunungan ferbek Sulawesi yang hingga hari ini dapat dilihat langsung dampaknya dengan kondisi jalan yang mudah longsor jika musim penghujan tiba bahkan sampai menelan korban jiwa.
Berdasarkan statement Kepala Bappeda Kota Palu tentang adanya pembukaan kawasan hutan terhadap pembukaan jalan poros Palu-Parigi ini, sehingga Walhi mengkhawatirkan akan melewati kawasan lindung yang dalam hal ini adalah kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) atau mungkin Cagar Alam Pangi Binangga (Kab. Parigi Moutong), yang kurang lebih kondisi wilayahnya hampir sama dengan jalur yang sudah ada. Bukan tidak mungkin di masa yang akan datang, dampak yang timbul juga akan sama, seperti longsor bahkan banjir mengingat ada Daerah Aliran Sungai (DAS) di sekitar kawasan tersebut.
Sebelumnya tahun 2007 Walhi Sulawesi Tengah, telah mengajukan protes ke Menteri Kehutanan terkait dengan rencana pembukaan jalan poros Poboya-Parigi yang akan melintasi kawasan Taman hutan raya (Tahura) Palu, hal ini dikuatkan dengan dokumen Peta Survey Lokasi Jalan Palu-Parigimpu skala 1 : 500.000. Jika kemudian menteri Kehutanan merestui rencana pembukaan jalan poros Palu-Parigi yang melintasi kawasan Tahura Palu, sangatlah tidak konsisten dengan Surat Edaran yang disampaikan oleh Menteri Kehutanan pada tanggal 29 September 2006 Nomor : S.616 /Menhut-IV/2006 tentang Larangan Merubah Bentang Alam & Kawasan Hutan Konservasi yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati/Walikota se-Indonesia.” Dalam surat tersebut ditegaskan larangan kepada kepala daerah se-Indonesia untuk :
1. Tidak menerbitkan rekomendasi dan atau izin terhadap
kegiatan penggunaan kawasan hutan konservasi yang bersifat merubah
bentang alam, antara lain untuk pembuatan jalan, pemukiman,
transmigrasi, dan pembangunan sarana fisik lainnya.
2. Tidak merekomendasikan perubahan fungsi atau status hutan
konservasi menjadi kawasan budidaya dalam penyusunan/review rencana
Tata Ruang Wilayah Propinsi/Kabupaten/ Kota
Oleh karenanya, menyikapi hal tersebut Walhi berharap proyek ini tidak menjadi bagian dari proyek lain yang terkesan dipaksakan oleh Pemerintah Kota Palu. Selain itu juga, proyek ini berkemungkinan memberi peluang besar terhadap peningkatan aktivitas perambahan hutan karena akses terhadap kawasan hutan menjadi terbuka, bisa dilihat contoh kasus pada pembukaan Jalan Poros Parigi Moutong-Buol (Wanagading-Air Terang) tahun 2006 yang akhirnya dihentikan karena terdapat temuan illegal logging di lokasi proyek oleh perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut. Kekhawatiran lain adalah proyek pembukaan jalan poros ini dijadikan sebagai pintu masuk untuk rencana pertambangan Emas Poboya oleh. PT. Bumi Resource yang seperti diketahui potensi mineralisasi emas di Kawasan Hutan Poboya yang akan dieksploitasi mencapai 2 (dua) Juta ons dengan luas penguasaan Kawasan Hutan mencapai 500 Ha, dimana kedalaman atau Garis Urat Cadangan mencapai 450 m dibawah Permukaan Tanah. Rencana sistim pertambangannya pun memakai tekhnik pertambangan Dalam dan Terbuka (Underground mining).
Sementara di daera hulu, Kawasan Hutan berfungsi sebagai kawasan konservasi, Hutan Lindung dan penyangga kehidupan sosial yang mempunyai peran hidrologis, ekologis dan keanekaragaman hayati termasuk mendukung perekonomian masyarakat. Yang mana hutan pegunungan kambuno terbukti banyak mendukung perekonomian sekitarnya, melalui pengambilan rotan, damar, tanaman obat, sayur dan buah-buahan. Begitupun Pengetahuan dan Kearifan masyarakat local yang lahir bersamaan dengan keberadaan “kawasan hutan”. Dapat dibayangkan kerusakan yang timbul seandainya kawasan konservasi saat ini dibuka menjadi areal pertambangan
Jika pemprov dan pemkot tetap memberikan legitimasi terhadap perusahaan untuk melanjutkan rencana penguasaan tambang di Tahura, dapat dipastikan hal ini akan memberikan kontribusi negatif terhadap sumber-sumber kehidupan baik yang berada di bagian Hulu (masyarakat Poboya) begitupun dampak buruk bagi masyarakat Hilir (Kota Palu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar