Rabu, 09 Oktober 2013

Perusahaan Tambang PT. Artaindo Jaya Abadi, Wabah Bencana di Touna








Walhi news, Palu,  Front Penyelamat Kedaulatan Rakyat (FPKR), mendesak Pemerintah untuk mecabut seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada di Kabupaten Tojo Una – una. Hal demikian disampaikan Ican Zar, koordinator lapangan aksi saat menyampaikan orasinya dalam aksi unjuk rasa yang digelar di depan Polda Sulawesi Tengah, Selasa (08/10/2013).


Sebelum unjuk rasa dimulai, Ridwan (55) salah satu warga Desa Podi, yang ditemui di Jalan Setia Budi, mengungkapkan, tujuan dari aksi tersebut adalah, mendesak PT. Artaindo Jaya Abadi (AJA) agar segera menghentikan aktivitasnya pasalnya, sejak PT AJA beroperasi, Karena desa Podi adalah salah satu daerah rawan Banjir di Daerah Kabupaten.

“Desa Podi adalah salah satu daerah rawan banjir, jika PT AJA terus beroperasi didaerah itu, maka bencana banjir yang kami alami tidak akan pernah berhenti,” jelasnya.

Menurut dia, sebelum perusahaan tersebut beroperasi, pihak Kepolisian, sudah pernah melakukan upaya penyegelan, anehnya, perusahaan tersebut hingga saat ini masih terus melakukan aktivitas.” Ada apa ini? Sudah pernah dilakukan penyegelan sebagai bentuk larangan untuk PT AJA untuk tidak beroperasi, tapi masih saja terus beroperasi diaerah itu,” tegasnya.

Padahal lanjut dia, sudah banyak kerugian yang dialami oleh warga Podi akibat eksploitasi perusahaan tambang, mulai dari kerusakan alam, pencemaran lingkungan sekitar, kerusakan lahan pertanian dan perkebunan warga.

“Desa Podi adalah Desa yang kaya akan sumber daya alamnya. Hutannya kaya dengan berbagai macam produk yang dihasilkan, berupa hasil hutan kayu yang meliputi berbagai macam produk seperti rotan, damar. Dan komoditi itulah yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat untuk menggantungkan keberlangsungan hidupnya,” urainya.

Lanjut dia, Semenjak adanya, perusahaan tambang di daerah tersebut, hasil hutan berupa kayu itu, tidak dapat diandalkan lagi sebagai sumber pendapatan masyarakat. Tidak hanya itu, sebagian masyarakat yang menggantungkan keberlangsungan hidupya sebagai nelayanpun ikut merasakan hal yang sama, karena laut didaerah Podi juga telah terjadi pencemaran.

Dia menambahkan, dampak lain, yang dialami masyarakat adalah air sungai yang biasa digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, juga ikut tercemar, sehingga kurang lebih 60 orang warga menderita penyakit gatal-gatal. Bahkan, ketika ada salah satu warga yang meninggal dunia terpaksa tidak bisa menggunakan air sunggai tersebut untuk memandikan jenazah.

“ Saya sendiri juga mengalami penyakit gatal-gatal seperti yang dialami warga lain, saya masih ingat dengan jelas sebelum PT AJA beroperasi, perusahaan tersebut penah berjanji pada warga akan memberikan kendaraan operasional sekolah dan kendaraan operasional rumah sakit, tapi hingga saat ini belum juga terealisasi. Untuk itu saya berharap perusahaan itu ditutup dan diadili, karena sama sekali tidak membawa manfaat bagi warga justru menyengsarakan kami ini,” pungkasnya. (Anang Prasetio)

                                                                                    

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Makanya dari pada ngurusin nambang lebih baik ngerjain proyek pembangkit listrik energi terbarukan yang Green Energy... Tapi kok proyek PLTM Bongkasoa yang di Desa Wotusongu Kecamatan Ulubongka ngak ada realisasinya?? Ini ada apa dengan instansi dinas dan Pengembangnya??

Salam Touna