Minggu, 01 Maret 2009

Walhi: Wajar Morowali Terancam Rawan Pangan

Media Alkhairat, Jum’at 27 Februari 2009
Walhi: Wajar Morowali Terancam Rawan Pangan
PALU – Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah (Walhi Sulteng), menilai masuknya Kabupaten Morowali dalam daftar salah satu daerah di Indonesia sebagai daerah rawan pangan nasional adala hal yang wajar.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng Andika Setiawan dalam siaran persnya yang diterima Media Alkhairat, Kamis (25/2) mengatakan, penilaian itu didasarkan adanya pengurangan lahan produktif pertanian disektor pangan di daerah tersebut, aki bat adanya konsentrasi pengelolaan lahan menjadi areal konsesi tambang dan perkebunan skala besar seperti sawit.
“Secara ekonomi barang dan bahan yang dihasilkan oleh sawit dan tambang tidak memiliki korelasi atas pemenuhan pangan dan upaya peningkatan produksi pangan. Sebab, memiliki nilai fungsi yang sangat berbeda meskipun ada perubahan fungsi dalam proses transaksi penukaran barang, namun melalui tahapan yang panjang,” ungkap Andika.
Menurutnya, ramalan yang digambarkan oleh Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Morowali, terkait belum memadainya ketersediaan pangan, akses terhadap sumber-sumber pangan yang tidak mendukung serta masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bentuk makanan sehat, hanya menyederhanakan persoalan pada satu bidang. Padahal ancaman dari sector tambang dan perkebunan kelapa sawit itu lebih signifikan.
“Jelas, disana ada pengurangan lahan, penyempitan basis produksi serta perubahan pola dan basis produksi,” ujarnya.
Disisi lain kata Andika, ancaman banjir serta bencana alam lainnya yang lahir dari degradasi ekologis merupakan persoalan yang serius dan tidak main-main. Pemanfaatan sumber daya alam oleh berbagai perusahaan tambang dan sawit di Morowali telah menguasai lahan seluas 41.000 Ha. Untuk HGU perkebunan sawit seluas 890.334 Ha, untuk pertambangan sementara ada juga HPH/IUPHHK dan HTI seluas 145.041 Ha. “Hal ini perlu disikapi dalam konteks kebijakan dan diperiksa kembali, karena kami sangat pesimis dan tidak yakin kalau upaya pengembangan pangan di Morowali akan sukses, jika tambang dan sawit menguasai lebih luas, dari jumlah penguasaan keseluruhan masyarakat Kabupaten Morowali,” jelasnya.
Dia menambahkan, masuknya Mororwali dalam daftar rawan pangan nasional adalah bentuk pembelajaran kepada pemerintah daerah yang lain, agar tidak mengeluarkan kebijakan yang dipertimbangkan secara instan, tanpa berpikir dampak jangka panjang dengan menggadaikan lahan produktif masyarakat kepada sawit dan tambang,.
“Secara ekonomipun masyarakat tidak diuntungkan secara signifikan karena terjadi sentralis pasar oleh pemilik modal dan tidak ada pilihan lain yang diberikan kepada mereka. Selain itu tingkat kualitas tanah dan pasokan air bersih juga akan semakin menurun yang berdampak pada degradasi lingkungan yang luar biasa,” terangnya. (rahman)

Tidak ada komentar: