Kamis, 23 April 2009

WALHI Menilai Perum Bulog Berlebihan

Media Alkhairat, Senin 20 April 2009
WALHI Menilai Perum Bulog Berlebihan
PALU – Wahana Lingkungan hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah Menilai, pernyataan Perum Bulog sangat tidak relevan dengan kenyataan yang terjadi di Sulawesi Tengah. Sebab, Memorandum of Understanding (MoU) bersama Pemerintah Gorontalo bukan indikasi dari upaya peningkatan produksi beras sebagai mana yang dilansir Media Alkhairat Jum’at 17 April 2009.
Menurut Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI Sulteng, Andika Setiawan bahwa wilayah Sulteng saat ini dikepung oleh dua sektor industry besar yakni industry Tambang dan Industri Kelapa Sawit, kedua industry ini sama-sama rakus dalam penggunaan lahan dan air. “Kami selalu mendukung peningkatan produksi pertanian tapi bagaimana mungkin mewujudkan Sulteng sebagai lumbung beras? Jika penguasaan lahan produktif dan hutan sekalipun dikonversi habis-habuisan” jelas Andika.
Lebih lanjut Andika menyatakan bahwa semestinya pemerintah memastikan lahan-lahan produktif tidak diperuntukkan kepada industry yang relatif tidak punya korelasi dengan problem yang sedang dihadapi bangsa ini, disamping itu juga pemerintah harus tegas terhadap industry besar”. Karena sesungguhnya tidak ada hasil yang kita dapat selain bencana ekologi serta kerusakan ekosistem yang sangat ekstreme terjadi,” tegasnya.
Catatan WALHI menunjukkan sebanyak 6 perusahaan yang mengantongi Kontrak Karya, lebih dari 100 perusahaan mengantongi 151 ijin kuasa pertambangan dan 68 perusahaan mengantongi Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) dengan total luasan konsesi mencapai 2.405.162 Ha. Menurut prediksi WALHI Sulteng, diperkirakan areal kuasa pertambangan tersebut separuhnya (lebih dari 1 juta hektar) mengambil lahan produktif, yang terdiri dari (SIPD 2174 Ha, KP 861489 Ha). Sementara sekitar ± 2 juta hektar lahan di Sulawesi Tengah itu diperuntukkan pada keperluan industry kelapa sawit.
Disisi lain menurut Andika, perubahan iklim Sulawesi Tengah cukup mengkhawatirkan, kondisi ini akan mengancam produktifitas pertanian disektor hilir seperti sawah irigasi dan sawah tada hujan sebab, curah hujan cukup padat sepanjang tahun 2008 terbukti merusak sekitar 500 Ha lahan sawah. “Jadi obsesi Perum Bulog menjadi semacam hayalan yang jauh dari kenyataan yang sebenarnya,” ungkapnya.***

Tidak ada komentar: