Selasa, 29 Juni 2010

Medial Alkhairaat, Rabu 30 Juni 2010

TERKAIT PETANI PLASMA DI MOROWALI
Pemerintah Terkesan Tutup Mata

PALU – Wahan Lingkunan Hidup Indonesia (Walhi Sulteng) menilai selama ini pemerintah provinsi dan kabupaten di Sulawesi Tengah menutup mata mereka, melihat ketidak adilan yang dialami para petani Plasma di Kecamatan Mori Atas dan Mori Utara Kabupaten Morowali.

Menurut Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng Gifvents Lasimpo kepada Media ini Selasa (29/6), masalah ini sebenarnya sudah lama mengendap di Kabupaten Morowali namun pemerintah tidak pernah menindak tegas perusahaan perkebunan yang bermasalah yang hingga saat ini sudah menyengsarakan petani plasma di dua kecamatan tersebut.

“Perkebunan sebenarnya harus diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbeukaan, serta berkeadilan yang tercantum dalam pembukaan Pasal 2, UU Perkebunan No. 18 Tahun 2004, namun yang terjadi sekarang hanya sebaliknya,” katanya.

Selain itu kata dia, izin HGU yang dimiliki perusahaan seluas 16.000 Ha, di Kecamatan Mori Atas dan Mori Utara yang sampai saat ini bermasalah juga belum pernah ditinjau kembali oleh pemerintah, pasalnya dalam izin tersebut rumah masyarakat, kandang desa, dan sawah masyarakat dicaplok masuk sebagai areal izin perkebunan tersebut.

“Ada perusahaan yang beroperasi hanya memegang izin lokasi dari Bupati,” ujarnya. Dia menegaskan pemerintah segera mengevaluasi perusahaan perkebunan tersebut agar petani bisa mendapatkan hak atas tanahnya. (RAHMAN/*)

Jumat, 25 Juni 2010

WUJUDKAN TAMBANG RAMAH LINGKUNGAN Penggunaan B3 Akan Ditertibkan

Media Alkhairaat, Kamis 24 Juni 2010

WUJUDKAN TAMBANG RAMAH LINGKUNGAN
Penggunaan B3 Akan Ditertibkan

PALU – Dalam waktu dekat Pemerintah Kota Palu bersama unsure Muspida akan melakukan pengawasan dan penertiban terhadap penggunaan bahan beracun berbahaya (B3-red) yang dipergunakan dilokasi pertambangan maupun ditempat pengolahan emas seperti tromol dan tong. Penertiban direncanakan untuk mewujudkan lingkungan pertambangan yang ramah lingkungan.

Kepala Bagian Hukum Setda Kota Palu Usman SH mengatakan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, harus memberikan ruang kepada masyarakat untuk pengelolaan dibidang pertambangan apa saja. Namun untuk memahami B3 paling tidak masyarakat yang melakukan aktifitas pertambangan seperti tambang emas di Kelurahan Poboya, tabang galian C dan sirtu harus patuh dengan UU tersebut.

Penambang dalam hal ini harus patuh dengan UU tersebut, khususnya yang memanfaatkan gas beracun seperti pengelolaan emas itu ada bahan mengandung racun yakni zat sianida. Untuk pengamanan Pemkot akan melakukan pengawasan dan pengendalian sekaligus melakukan penertiban.

“Saat ini Ranperda IPR masih tengah digodok, dalam perda akan ditentukan hal yang tekhnis termasuk bahan baku mutu air, mutu lingkungan, mutu tanah yang berhubungan dengan pengelolaan pertambangan. Pemerintah, masyarakat saling membantu sehingga jangan sampai ada pengrusakan lingkungan. Disini masyarakat harus selektif jangan sembarangan membuang B3,” ujar Usman.

Kepala Bidang Energi dan Sumberdaya Mineral PU ESDM Kota Palu Musliman Dg Malappa mengatakan, dua yang aktual saat ini, pertambangan rakyat khusunya pada kegiatan hilir dan tromol atau tong yang berhubungan dengan sianida dan tumbu-tumbu kegiatan peleburan emas yang mengandung zat berbahaya, untuk mengamankan lingkungan tambah supaya ramah lingkungan maka pihaknya akan mengatur peredaran B3.

Namun sebelum turun kelapangan, pihaknya akan melakukan rapat bersama Pemerintah dan unsure Muspida untuk membahas pengaturan, penertiban B3 tersebut serta jadwal penertiban dilapangan.

Bagi pengedar illegal sianida maka akan dikenakan bagi pelaku minimal 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun dengan denda Rp 5 sampai Rp 15 miliar. Bagi perusak lingkungan akan dikenakan sangsi pidana 1 sampai tiga tahun penjara ditambah denda Rp 3 sampai Rp 5 miliar hal itu tertera dalam UU Nomor 32 tahun 2009 pasal 69 ayat 1 huruf A-B dikenakan pasal 103 dan 107. (IRMA)

Rabu, 23 Juni 2010

Dinas PU Kota Enggan Tertibkan Tromol

Media Alkhairaat, Rabu 23 Juni 2010

Dinas PU Kota Enggan Tertibkan Tromol

PALU – Dinas Pertambangan dan Energi Dinas PU ESDM Kota Palu, hingga kini belum juga melakukan penertiban tromol yang ada di Jalan Lagarutu, Palu Timur. Padahal keberadaan tromol itu sudah meresahkan warga. Mereka khawatir air yang berada dibawah tanah akan tercemar mercury. Tambahan lagi tromol itu mengundang kebisingan.

Kepala Bidang Pertambangan dan Energi Dinas PU ESDM Kota Palu Musliman Dg Malappa mengatakan, tertundanya penertiban tromol tersebut karena ada dua kegiatan yang mendesak harus diselesaikan dan dipertanggung jawabkan. Ia berjanji bila kegiatan tersebut telah selesai maka pihaknya akan turun lapangan.

Menurut dia masyarakat disekitar tromol tidak menolak kehadiran pengusaha tromol tersebut, karena para pengusaha tersebut menyewa tanah warga untuk digunakan sebagai aktifitas tromol. Sebagian juga para pengusaha disana sudah memiliki tanah disana dengan cara membeli tanah warga setempat.

“Penertiban tromol belum menyentuh ke Lagarutu. Yang kita tertibkan baru di Kelurhan Lasoani, Kawatuna dan Kelurahan Poboya,” ujar Musliman Selasa Kemarin.

Dia menyebutkan jumlah pengusaha tromol, tong, tumbu-tumbu dan pembeli emas yang terdaftar yakni sebanyak 1314 pengusaha. Di Kelurahan Kawatuna terdapat 186 pengusaha, Lasoani 96 dan Kelurahan Poboya sebanyak 1032 pengusaha.

Untuk di Kelurahan Poboya dari jumlah 1032 sudah termasuk 270 pemilik lubang.

Untuk pengurusan surat izin yang dikeluarkan oleh Dinas PU Pertambangan, pihaknya sama sekali tidak melakukan pungutan alias gratis kepada pengusaha.

Anggota Komisi I DPRD Kota Palu Andi Patongai meminta kepada dinas terkait untuk secepatnya melakukan penertiban terhadapa para pemilik tromol liar ini. Dia menilai tromol yang berada disekitar perumahan warga bahkan rumah pribadi Walikota Palu Rusdy Mastura, dianggap sangat mengganggu ketenangan warga.

“Mereka harus secepatnya ditertibkan, jangan dibiarkan terus menerus tromol itu beroperasi dekat rumah warga, merekakan bisa dipindahkan ketempat pertambangan yang telah ditentukan,” kata Andi Patongai.

Sekretaris Komisi III DPRD Kota Palu Ishak Cae mengatakan, sebenarnya pemerintah Kota Palu telah melakukan pembinaan kepada para pemilik tromol, namun tingkat pemahaman masyarakat penambangan masih membutuhkan banyak penyuluhan. “Ini masukan buat Pansus penyempurnaan Ranperda Izin Pertambangan Rakyat (IPR),” jelas Ishak Cae. (IRMA/HAMSING)

Selasa, 22 Juni 2010

Media Alkhairaat, Senin 21 Juni 2010

DPRD MOROWALI
Desak Inco Angkat Kaki

MOROWALI – DPRD Morowali mendesak PT. Inco, Tbk yang menguasai areal 32 ribu hektar di Blok Bahodopi, Kabupaten Morowali segera angkat kaki dari lokasi pertambangan yang telah 42 tahun sejak 1968-2010 dikuasai PT. Inco.

Anggota DPRD Morowali Muhammad Haji Sun kepada Media Alkhairaat, Sabtu, (19/6) mengatakan, DPRD Morowali telah mengambil sikap mendesak perusahaan tambang nikel tersebut untuk hengkang dari lokasi pertambangan di Morowali karena telah mengingkari kontrak karya.

“Tidak ada pilihan lain, semua jalur telah dilalui, lewat komunikasi dan pertemuan-pertemuan sering dilakukan antara PT. Inco, Gubernur Sulteng, Pemda Morowali dan DPRD. Namun hingga kini tidak membuahkan hasil,” kata Politikus dari Partai Patriot Pancasila itu.

Dia menyebutkan,kemungkinan besar Pemda dan DPRD Morowali akan menempuh jalur hukum untuk menggugat PT. Inco. Menurut dia, hak rakyat Morowali mendesak PT. Inco hengkang dari Morowali sangat beralasan sebab telah terjadi beberapa pelanggaran yang dilakukan PT. Inco terhadap amanah kontrak karya.

Dia menyebutkan, beberapa butir kontrak karya itu diantaranya PT. Inco akan membangun dua pabrik produksi masing-masing di Pomalaa, Sulawesi Tenggara dan di Blok Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi tengah. Dalam kontrak karya itu juga disebutkan bahwa PT. Inco akan membangun jalan sepanjang 80 kilometer yang menghubungkan Sorowako dan Blok Bahodopi, kantor perwakilan dan prasarana yang diperlukan dengan biaya 3 juta dollar. Termasuk, ganti rugi lahan masyarakat Blok Bahodopi yang sampai saat ini tidak dilaksanakan dan pemberian dana community development tidak sesuai yang diharapkan dimana pada tahun 2009 hanya 65 persen dari Rp 3 miliar.

“Semua kontrak karya itu tidak dipenuhi PT. Inco. Termasuk ada keinginan menajemen PT. Inco untuk mengangkut hasil eksplorasi dari Blok Bahodopi ke Soroako. Dalam kontrak karya tidak dibenarkan mengangkut koor dari Bahodopi ke Soroako, tapi yang terjadi bertahun-tahun PT. Inco tetap mengangkut hasil bumi dari Blok Bahodopi ke Soroako,” tandasnya. (BANDI)

Senin, 21 Juni 2010

Media Alkhairaat, Senin 21 Juni 2010

TAMBANG EMAS
Tromol Megintai Rumah Walikota

PALU – Ketenangan warga perumahan Cipta Pesona Indah, Kelurahan Talise, terusik. Sekitar 500 meter dari permukiman warga, beroperasi puluhan unit tromol. Walikota Rusdy Mastura memiliki rumah pribadi di kompleks yang dikenal perumahan Lagarutu.

Sejumlah warga yang ditemui media ini mengaku resah dengan kehadiran mesin pengolah material emas itu. Lokasi tromol yang berada lebih tinggi dari permukiman dikhawatirkan limbah olahan mencemari air tanah.

“Banyak warga yang memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersih,” kata Usman yang bermukim di CP (Cipta Pesona) V. Suara mesin tromol yang beroperasi pada malam hari juga terdengar hingga ke rumah-rumah warga. “Suara mesin tromol seakan bersahutan dengan deru pesawat yang mendarat,” Usman menambahkan.

Hal senada diungkapkan Samsudin. Ia mengatakan keberadaan tromol yang telah beroperasi beberapa bulan ini sangat mengganggu dan meresahkan keselamatan warga.

Samsudin berharap Pemkot Palu segera melakukan tindakan dengan menertibkan pengusaha tromol itu. “Kami meminta tromol tersebut segera dipindahkan, sebelum warga setempat mengambil tindakan sendiri untuk mengusir para pengusaha tromol itu,” ujar Samsudin.

Dihubungi terpisah. Kepala Bidang Pertambangan PU ESDM Kota Palu Musliman Dg Malappa mengatakan, belum mendapat informasi keberadaan tromol yang berada disekitar Perumahan Cipta Peson Indah.

Jika keberadaan tromol tersebut melanggar Peraturan Walikota (Perwali), Musliman berjanji mengambil tindakan tegas dengan menutup segala aktifitas tromol yang ada. Perwali dengan tegas melarang tromol beroperasi dekat permukiman warga.

“Kami akui saat ini tromol di Kota Palu sudah menjamur kemana-mana, kami juga sebagai dinas tidak mungkin menongkrongi 1x24 jam. Jika ada laporan warga, kami segera tindak lanjuti. (ODINK/IRMA)

Kamis, 17 Juni 2010

USULAN REVISI RTRWK, Hutan Sulteng 56 Persen

Media Alkhairaat, Kamis 17 Juni 2010

USULAN REVISI RTRWK
Hutan Sulteng 56 Persen

PALU – pembahasan revisi rencana tataruang wilayah kabupaten dan kota (RTRWK) di Sulawesi Tengah yang berlangsung sejak 2008 lalu, akan masuk pada tahap penelitian tim terpadu.

Menurut Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah, Ir. Nahardi, dalam revisi RTRWK ini ada sejumlah usulan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi non kawasan hutan namun hutan Sulteng masih tersisa 56 persen.

Hal ini disampaikan pada kegiatan fasilitasi penyiapan penataan ruang kawasan hutan ditingkat propinsi beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, diketahui jika hutan Sulteng adalah 64,6 persen dari total luas wilayah yang ada. Dalam pembahasan ditingkat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) juga muncul sejumlah masalah konflik ruang di Sulawesi Tengah yang berlarut-larut meskipun kepala daerahnya sudah berganti-ganti. Begitupun dengan adanya pemekaran kabupaten di wilayah ini semakin memperumit rencana penataan ruang daerah.

Kondisi ini menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, penting mengingatkan tim penelitian terpadu yang akan dibentuk dalam waktu dekat ini agar bisa bekerja secara objektif. “Nasib rakyat dan lingkungan Sulteng sepenuhnya pada mereka jika perubahan peruntukan kawasan hutan disetujui sepenuhnya,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sulteng, Wilianita Selviana, dalam rilisnya yang diterima Media Alkhairaat, Rabu (16/6).

Sebab kata dia, alasan revisi atau perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi non kawasan hutan harus dicermati serius karena saat ini perambahan hutan dan alih fungsi kawasan hutan marak di daerah ini. Belum lagi praktek kapling lahan yang dilakukan oleh sejumlah oknum pejabat daerah mulai mengemuka diberbagai kabupaten/kota. Sehingga kekhawatiran yang muncul jangan sampai lokasi atau kawasan yang diusulkan perubahan peruntukannya adalah wilayah yang sama dengan lokasi kegiatan-kegiatan perusakan yang sudah terjadi maupun yang baru akan terjadi.

“Pada dasarnya Walhi setuju, bahwa revisi RTRWK ini untuk kemajuan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tapi hal ini jangan sebatas niat baik saja yang berbeda dari praktek yang dilakukan. Walhi ingin daerah ini maju dalam waktu cepat tapi tidak ingin daerah ini panen bencana kemudian hari,” tandasnya. (RAHMAN/*)
Media Alkhairaat, Kamis 17 Juni 2010

TERGILING TROMOL
Kulit Kepala Terkelupas

PALU – Azis (36) warga Jalan Dewi Sartika dilarikan ke RSU Undata Palu lantaran kulit kepala terkelupas saat tengah bekerja pada salah satu tromol di lokasi pertambangan emas Poboya. Senin (14/6).

Menurut informasi di lapangan peristiwa itu terjadi saat korban Azis tengah mengoperasikan mesin tromol, diduga rambut korban terkait pada mesin pemutar tromol.

Akibatnya hampir seluruh kulit kepala korban terkelupas dari batoknya, korban mengalami pendarahan hingga tak sadarkan diri.

Karena khawatir akan keselamatan, sejumlah pekerja di lokasi tersebut, melarikan korban ke RS Undata Palu untuk menjalani perawatan medis. Kejadian ini sempat menggemparkan warga di lokasi tambang.

Namun demikian dari keterangan beberapa perawat yang ditemui di RS Undata Rabu kemarin, korban yang masih menjalani perawatan insentif di ruang ICU RS, kini telah sadarkan diri dan kondisinya berangsur pulih.

“Korban telah sadarkan diri,” kata salah seorang perawat yang namanya tidak ingin dikorankan.

Rencananya korban akan menjalani perawatan hingga kondisinya benar-benar pulih. (BANJIR)

Rabu, 16 Juni 2010

IZIN HGU TIDAK JELAS DPRD, Minta PT AEI Hentikan Aktifitas

Media Alkhairaat, Rabu 16 Juni 2010

IZIN HGU TIDAK JELAS
DPRD Minta PT AEI Hentikan Aktifitas

BUOL – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buol, meminta kepada PT Agro Enerpia Indonesia (AEI), untuk menghentikan sementara aktifitasnya, menyusul belum jelasnya perizinan yang dimiliki perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut.

Demikian salah satu rekomendasi yang dihasilkan DPRD Buol saat melakukan dengar pendapat dengan PT AEI, Selasa (15/6) yang dipimpin Ketua DPRD Buol, H Abdullah Batalipu dan dihadiri sejumlah pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.

Selain itu, meminta kepada PT AEI untuk tidak melarang masyarakat melakukan aktifitasnya di lokasi rencana perkebunan yang akan diberikan kepihak perusahaan.

“Pemkab Buol juga diminta untuk melakukan pengkajian/peninjauan kembali lokasi yang akan direncanakan untuk perkebunan melalui tim sembilan bentukan Pemkab dan segera melaporkan hasil pada rapat berikut tanggal 28 Juni mendatang,” kata DPRD Buol, Abdullah Batalipu.

DPRD Buol juga dalam pertemuan itu meminta agar PT AEI mencabut somasinya dan meminta maaf kepada pimpinan DPRD dan seluruh anggota DPRD Buol , karena dinialai salah alamat. “Kami juga meminta agar pada pertemuan berikutnya, untuk menghadirkan Kuasa Hukum dan Pimpinan Tertinggi PT AEI, untuk menjelaskan presentasi pihak perusahaan dan Pemkab yang telah merekomendasikan,” ujarnya.

Dalam rekomendasi itu juga disebutkan, jika pihak perusahaan dan Kuasa Hukumnya tidak hadir maka pimpinan dan seluruh anggota Dekab tidak akan segan-segan melakukan satu rapat luar biasa untuk menghentikan seluruh kegiatan PT AEI.

Pihak perwakilan PT AEI di Buol, Mansyur Sadu, ditemui usai rapat menolak berkomentar seputar apa yang terungkap dalam rapat, namun mengaku menerima keputusan hasil rapat tersebut. Menyinggung ketidak hadiran pimpinan PT AEI, Mansyur, mengaku pimpinannya sedang sakit sehingga tidak sempat hadir dalam rapat. (RICKY)

Senin, 14 Juni 2010

Terkesan Dipaksakan

Media Alkhairaat, Selasa 15 Juni 2010

Terkesan Dipaksakan

PALU – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Sulawesi Tengah), menilai pemerintah Kota Palu terkesan kejar target (dipaksakan) terkait dengan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) mengenai Izin Pertambangan Rakyat.

“Pemerintah harusnya melibatkan semua pihak agar bisa mewakili semua aspirasi masyarakat penambang dan meminimalisir dampak lingkungan terkait dengan aktifitas pertambangan di Kota Palu,” kata Gifvents Lasimpo, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng dalam siaran persnya yang diterima media ini, Senin (14/6).

Menurut Gifvents, Ranperda tentang Izin Pertambangan Rakyat tersebut belum layak dibahas, karena belum memenuhi unsur prosedural dan tidak pertisipatif. Seperti kurangnya pelibatan masyarakat dalam pembahasan tersebut dan juga masih banyak peraturan yang harusnya menjadi acuan namun itu diabaikan seperti Undang-undang Lingkungan Hidup No 32 Tahun 2009.

Selain itu belum rampungnya Revisi Perda tentang tata ruang Kota Palu, yang mana peraturan tersebut berfungsi untuk pemetaan kawasan yang dianggap sebagai areal kawasan hijau, resapan air dan lain sebagainya, sehingga memudahkan pemerintah dalam menata areal pertambangan rakyat kedepan.

Dia juga menambahkan, belum lagi pencemaran lingkungan yang saat ini sudah menimbulkan keresahaan ditingkat masyarakat apabila tidak ditanggulangi secara cepat oleh pemerintah maka alasan itu akan dimanfaatkan PT Citra Palu Mineral dan PT Freeport yang akan masuk mengelola pertambangan emas tersebut dan kemudian menyalahkan pertambangan rakyat sebagai pelaku penyebab pencemaran lingkungan.

“Rencana Peraturan Izin Pertambangan Rakyat ini diharapkan lebih mengutamakan kedaulatan rakyat dalam mengelola Sumber Daya Alamnya sendiri dan keselamatan lingkungan yang berkelanjutan untuk anak cucu kita nanti,” tandasnya. (RAHMAN)

Kamis, 10 Juni 2010

Media Alkhairaat, Kamis 10 Juni 2010

Pansus IPR Minta Perpanjangan Waktu

PALU – Sudah sepekan hari kerja Panitia Khusu (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Izin Pertambangan Rakyat (IPR) bekerja untuk membahas usulan Pemerintah Kota Palu, ternyata belum juga dapat disimpulkan kesempurnaan Ranperda tersebut.

Pasalnya sejak dibentuknya Pansus dalam paripurna satu pekan lalu dengan diberi waktu selama enam hari kerja, hingga kini masi pada tahap mendengarkan pendapat dari pihak SKPD, pelaku usaha, Dewan Adat, serta pihak akademisi. Sementara hari ini rapat peripurna akan digelar untuk menetapkan hasil kerja Pansus Ranperda IPR dan hasil kerja Pansus Inventarisasi asset daerah.

Menurut Ketua Pansus Ranperda IPR Ishak Cae mengatakan, waktu hari kerja yang diberikan kepada pansus untuk menyempurnakan Ranperda yang diusulkan pemerintah Kota Palu, dianggap sangat singkat. Pasalnya hanya diberi waktu enam hari untuk kerja sementara dalam Ranperda tersebut, masih sangat banyak kekurangannya karena harus mengatur masalah pertambangan secara umum.

“Pansus nanti akan meminta perpanjangan waktu kerja. Pasalnya waktu yang sudah diberikan sangat singkat, pembahasan untuk menyempurnakan Ranperda itu dianggap belum maksimal kalau tidak dilakukan perpanjangan waktu,” kata Ishak kepada Media Alkhairaat Rabu (9/6) usai mengskorsing rapat Pansus.

Sementara Tenaga Ahli DR Rasyid Thalib, SH MH yang diundang untuk memberikan pendapat terkait Ranperda tersebut mengatakan setiap naskah yang akan dibentuk menjadi Perda harus disertai dengan naskah akademis, untuk lebih menyempurnakan pembahasan Perda yang akan diusul kan.

Menurut Rasyid, Ranperda IPR yang telah Pemkot usulkan masih sangat banyak kekurangannya, karena masih banyak undang-undang dan peraturan pemerintah serta penambahan butir dan poin sesuai dengan kebutuhan lokal belum dimasukkan dalam Ranperda ini.

Dan perlu diketahui, bahwa selama ini setiap pembahasan Ranperda tambang, selalunya tidak mencantumkan aspek lingkungan, padahal perlu ada standar pengelolaan yang mengatur masalah lingkungan, sehingga dia menganggap Ranperda ini tidak jauh beda dengan peraturan walikota.

“ Ranperda ini masih sangat banyak kekurangannya, sehingga tidak jauh beda dengan Perwali,” kata Rasyid.

Selain itu dia menambahkan, pemerintah daerah sebelum membuat sebuah Perda masalah tambang, seharusnya dia mempunyai kewenangan untuk menentukan wilayah pertambangan, namun sebelumnya harus ada penelitian yang dilakukan untuk lebih mengetahui batasan-batasan lokasi pertambangan yang akan dieksploitasi. (HAMSING)

Rabu, 09 Juni 2010

Media Alkhairaat, Rabu 9 Juni 2010

Tercemar, Air PDAM Dikeluhkan Warga

PALU – Konsumen PDAM Kota Palu mengeluhkan masuknya air PDAM kerumah masyarakat kotor dan berwarna. Hal itu menimbulkan sejumlah tanya, apakah air yang dikonsumsi masyarakat sekarang sudah dicemari limbah atau pengaruh lainnya.

Hal itu diungkapkan anggota DPRD Sulawesi Tengah Mustar Labolo yang juga warga Kelurahan Lasoani yang sampai saat ini tidak berani mengkonsumsi air PDAM karena mengakibatkan sejumlah penyakit seperti gatal dan kerusakan kulit. Dan bukan hanya itu saja, akibat dari perubahan warna air dari bening menjadi cokelat kehitaman tersebut, membuat masyarakat takut untuk mengkonsumsi air PDAM.

“Sempat terfikir oleh saya, kemungkinan saluran pipa yang mengalami gangguan, tapi setelah hal itu juga saya tanyakan kepada masyarakat sekitar tempat tinggal saya, ternyata masyarakat sekitar Kelurahan Lasoani tersebut juga mengalami hal yang sama” katanya, Selasa (8/6).

Hal itu diamini warga Kelurahan Lasoani lainnya Rustam (45). Menurutnya, pencemaran terhadap air PDAM tersebut telah berlangsung kurang lebih dua bulan terakhir. Sehingga, dirinya dan masyarakat daerah tersebut menyimpulka bahwa air PDAM yang lokasinya berdekatan dengan pertambangan emas rakyat itu, telah dicemari oleh limbah mercuri akibat penambangan.

Olehnya, dirinya mengharapkan pihak terkait segera melakukan pendeteksian dan pengkajian terhadap kondisi air di daerah tersebut. Karena, dengan tidak segera mungkin pemerintah menindak lanjutinya, ada kemungkinan masyarakat Kota Palu dan sekitarnya akan mengalami gangguan kesehatan dan lainnya.

Dia juga mengharapkan, dengan langkah sigap pemerintah untuk mentaktisi keluhan masyrakat tersebut paling tidak dapat meminimalisasikan dan mengurangi dampak dari pencemaran air PDAM. Sehingga, tidak mengakibatkan kekhawatiran masyarakat untuk mengkonsumsinya. (NANDAR)

Selasa, 08 Juni 2010

KETUA DEWAN ADAT H JALUDDIN, DPRD Harus Tinjau Langsung Poboya

Madia Alkhairaat, Selasa 8 Juni 2010

KETUA DEWAN ADAT H JALUDDIN
DPRD Harus Tinjau Langsung Poboya

PALU – Ketua Dewan Adat Poboya H Jaluddin meminta, dalam pembahasan Rangcangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Izin Pertambangan Rakyat (IPR), tidak hanya mengatur persoalan pertambangan diatas tanah saja, tapi dia juga meminta agar semua yang bersangkutan dengan tambang perlu diatur, agar tidak merugikan masyarakat lokal dan masyarakat yang berada di lokasi tambang tersebut.

“Di lokasi pertambangan masih banyak pelanggaran yang dilakukan para penambang, dan itu perlu diatur dalam Ranperda agar tindakan penambang yang merugikan dikenakan sanksi,” kata Jaluddin kepada Media Alkhairaat Senin (7/6) di ruang rapat DPRD Kota Palu.

Selain itu, kata Jaluddin, sebelum DPRD Kota Palu menetapka Ranperda IPR ini, seharunya dilakukan dulu peninjauan langsung dilapangan untuk melakukan investigasi yang sebenarnya terjadi di Poboya. Dan masalah rencana pemindahan tong para penambang belum bisa dilakukan masyarakat, mengingat belum adanya perda yang mengaturnya, sehingga masalah pemindahan masih perlu dipertimbangkan mana yang baik, apalagi kondisi para penambang juga masih sangat mamprihatinkan, banyak penambang yang memiliki hutang bertumpuk dengan pemodal, sehingga jika tong mereka dipindahkan maka membutuhkan lagi dana sementara hutang mereka masih bertumpuk.

Menurut dia, jika Perda IPR sudah ada nantinya. Mau dipakai Dewan Adat Poboya atau tidak itu terserah Pemerintah Kota Palu, karena dia tetap akan membentuk 40 orang Satgas untuk melakukan pengawasan siang-malam di Poboya. Dan dengan cara ini keamanan di Poboya dapat terkendali.

Sementara Wakil Ketua Pansus Ranperda IPR Harjun Hi. Arubamba dalam rapat menghadirkan stakeholder pelaku usaha dan SKPD mengatakan, masalah pertambangan di Poboya harus secepatnya dibuatkan Perdanya. Pasalnya tingkat pencemaran yang sangat mengkhawatirkan. Limbah yang dihasilkan oleh para penambang tidak terkontrol pembuangannya, dia melihat langsung saat limbah tambang dibuang hanya dengan menggunakan terpal.

Apa lagi lanjut Harjun, jarak lokasi tambang Poboya dengan daerah perkotaan hanya sekitar 5 kilometer. Jadi limbahnya bisa saja mengalir dari Poboya ke pesisir teluk Palu. Olehnya regulasi penanganan tambang perlu secepatnya diatur dalam Perda IPR.
“Limbah Tambang perlu secepatnya diatur, karena tingkat pencemarannya sangat mengkhawatirkan,” jelas Harjun.

Ketua Pansus Ranperda IPR Ishak Cae mengatakan, dalam rapat Pansus dengan agenda pertemuan para stakeholder dihadirkan untuk meminta masukan dalam melengkapi Ranperda yang akan dibahas. Dan rencananya stakeholder tambang galian C juga akan dihadirkan. Karena Ranperda IPR akan mengatur pertambangan secara umum. (HAMSING)