Walhi News. Tojo,Beberapa kali
aksi dan juga hering dengan pemerintah dirasa kurang untuk mengusir PT
Arthaindo jaya abadi (AJA) dari desa mereka, pada hari senin tanggal 7 oktober kemarin
petani podi melaporkan kasus ini ke Polda Sulawesi tengah, para petani bergantian
menceritakan apa yang mereka alami terkait berporasinya PT AJA, seperti yang
sudah lama di beritakan bahwa beberapa warga terkena penyakit kulit akibat mengkonsumsi air yang berasal dari
sungai desa podi.
Terkait laporan tersebut pihak
polda yang menerima masyarakat Podi,
AKP, P Sembiring menjelaskan perkembangan kasus podi saat ini, pertama aktifitas pertambangan di berhentikan untuk
sementara waktu sampai pemeriksaan yang dilakukan oleh kepolisian telah
selesai, kedua terkait pemeriksaan ada
dua oknum yang sudah di periksa keduanya berasal dari Dinas Pertambangan
Kabupaten Tojo Unauna. sembiring juga
menambahkan bahwa saat ini di desa Podi sendiri ada dua IUP yang dikeluarkan di
atas lahan yang sama, yaitu PT AJA dan PT BAPS (Buana Arta Prima Selaras).
Terkait tumpang tindih izin tersebut masyarakat baru saja mendapatkan informasi tersebut, karena sejauh ini, yang melakukan oprasi produksi hanya PT AJA. Sembiring juga meminta kepada warga untuk melaporkan semua dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan, bahkan jika saat ini perusahaan melakukan oprasi produksi, maka laporkan kepada kami. “setiap warga negara yang baik membantu kepolisian, laporkan jika ada oprasi.” Tegasnya.
Ketika ditanyakan perkembangan
kasus menejemen PT AJA, dan juga perizinan saat ini kepolisian sedang mengecek
ke kementrian ESDM untuk memintai keterangan saksi ahli terkait perizinan. Perkembangan kasus PT AJA
kepolisian masih kesulitan untuk mengecek menejemen PT AJA, hambatan utama yang
di dapatkan adalah tidak adanya kantor di jakarta, kepolisian kesulitan untuk
menghubungi perusahaan.
Setelah melaporkan kepolda ,
warga podi kemudian melanjutkan ke Komnas Ham perwakilan sulawesi tengah,
warga menceritakan beberapa hal yang mereka alami selama berhadapan dengan pihak perusahaan, mulai dari intimidasi
sampai dengan amcaman dari pihak kepolisian Tojo unauna. Menanggapi hal
tersebut komnas ham akan melakukan kunjungan ke Tojo.
Walhi menilai kasus ini adalah
simbol dari ketidak berpihakan negara
kususnya pemerintah daerah Tojo
unauna dalam mensejahtrakan rakyatnya, bagaimana pemerintah memfasilitasi
terjadinya penyingkiran petani dari tanahnya dan kemudian menjadikannya buruh
pada perusahaan, tentu saja ini jika pengetahuan mereka mengenai pertambangan memadai
tapi jika tidak maka mereka hanya akan menjadi buruh kasar yang siap kapan saja
di singkirkan. Nah maka dari itu jika melihat kasus ini, maka kita harus
melihat ini bukan hanya pada soal kerusakan alam semata tetapi jauh dari itu,
yaitu tentang sistem yang kapitalisik ini. (AB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar