Kamis, 23 Oktober 2008

Jika Bakrie jadi Menambang Emas di Poboya Mungkin Palu akan jadi ‘Lapindo 2’

Oleh : Wilianita Selviana

Kandungan emas di wilayah tambang Poboya Blok I CPM (PT. Citra Palu Mineral) seluas 561.050 Ha memang bisa membuat siapa saja tergiur untuk mengolahnya. Kepemilikan 100% pada PT Citra Palu Minerals yang memiliki hak pada konsensi tambang seluas 95.496 ha di Sulawesi Tengah, Indonesia.

Di tahun 2005 Bumi Resources (Grup Bakrie) membeli 99,99% saham PT.Citra Palu Minerals dari Newcrest Mining Group/Newcrest Mining Ltd yang sebelumnya juga membeli dari PT. Rio Tinto. PT Citra Palu Minerals adalah perusahaan kontrak pertambangan generasi ke enam yang berlokasi di Palu, Sulawesi Tengah. Setelah di relinquish, kontrak kerja ini terdiri atas enam blok. Prospek Poboya, blok 1, merupakan tahap eksplorasi yang paling maju dengan menyelesaikan program pemboran tahap pertama. Hasil dari program ini mengidentifikasikan adanya kandungan emas sebesar dua juta ons. (Informasi kepada Pemegang Saham Bumi Resources, 2008)

Lokasi tambang yang bakal dikuasai Bumi Resources ini berada di wilayah konservasi yaitu Taman Hutan Raya Palu. Pada masa Gubernur Sulawesi Tengah Prof. (EM) H. Aminudin Ponulele, pernah menutup lokasi pertambangan tersebut dengan alasan berada di wilayah hutan lindung. Namun setelah pergantian Gubernur pada 2006 silam, Gubernur baru HB. Paliudju sepertinya berbeda pendapat dan memberikan lampu hijau kepada Investor yang akan menambang emas di Poboya dengan alasan dapat mendukung program percepatan pembangunan Sulawesi Tengah.

Tahun 2007 yang lalu dalam berita Investor Daily, PT Bumi Resources Tbk (Bumi) melalui anak perusahaannya, PT Citra Palu Minerals (CPM), akan memproduksi emas dari wilayah kuasa pertambangan Pobaya, Palu, Sulawesi Tengah, pada 2011. Senior Vice President Investor Relations Bumi Dileep Srivastava mengatakan, Bumi sebenarnya telah menemukan cadangan emas sekitar dua juta ons. Kampanye ini yang terus digencarkan hingga harga sahamnya terus melambung sampai dengan Krisis Keuangan Global awal Oktober 2008 baru-baru ini dan Bumipun ikut terkena imbasnya. Hanya saja, Bumi tetap mengkampanyekan potensi emas poboya sebagai bahan ‘jualan’ untuk mendongkrak harga sahamnya yang terus anjlok sampai hari ini.

Kondisi lain saat ini di lapangan, masyarakat Poboya sudah mulai resah kembali dengan rencana akan beroperasi tambang emas Poboya di desa mereka yang sudah pasti akan menerima dampak langsung dari pencemaran sumber air bersih mereka. Karena lokasi titik pengeboran di areal konsesi ini terletak di hulu DAS (Daerah Aliran Sungai Poboya) yang merupakan pusat aliran beberapa anak sungai yang bermuara di Teluk Palu. Keterancamannya bukan hanya pencemaran di Teluk Palu, tapi juga sumber air minum masyarakat kota Palu serta sumber air bagi lahan pertanian milik petani bawang dan jagung yang merupakan komoditi unggulan Kota Palu.

Sementara itu, masih terkait dengan rencana percepatan pembangunan Sulawesi Tengah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Abu Rizal Bakrie telah mengucurkan dana sebesar 50 Milyar Rupiah untuk pembangunan Jalan Poros Mamboro-Parigi yang menghubungkan Kota Palu dan Kabupaten Parigi Moutong dan akan melewati kawasan Hutan Lindung yang juga masuk dalam areal Konsesi PT. Citra Palu Mineral. Dana ini baru tahap I dari total 200 Milyar Rupiah yang akan dianggarkan. Jalur yang akan dibuka ini sebenarnya tidak jauh dari jalur yang sudah ada melintasi Kebun Kopi dengan ketinggian puncak 600 mdpl dan masih dapat dilalui hingga hari ini. Namun akibat maraknya pembalakan hutan di kawasan tersebut, menjadikan jalan ini menjadi bermasalah ketika musim penghujan tiba. Anehnya, pemerintah daerah justru begitu ngotot memperjuangkan jalur baru melalui Mamboro-Parigi padahal puncak ketinggian jalur itu 1.200 mdpl dan kerawanan ekologisnya juga kurang lebih sama dengan jalur yang ada saat ini. Jika benar ini merupakan konspirasi untuk pintu masuk tambang emas di Poboya yang sudah 10 tahun ini ditolak, bukan tidak mungkin kota Palu akan menjadi cerita Lapindo Jilid 2. Sebab satu-satunya tambang emas yang ada dalam wilayah kota adalah Tambang Emas Poboya.***

3 komentar:

Syafrudin Syafii mengatakan...

Dear WALHI Sulteng,
Membaca dan menyimak apa yang dituliskan oleh kawan2 ttg hubungan emas poboya - jalur jalan poboya. diperlukan analisis ekonomi dan ekologi yang matang. Hal ini dimaksudkan untuk tampil lebih elegan, tidak hanya sebuah gerakan investigasi yang terkadang kurang obyektif data dan temuanya.

Kaji aspek ekonominya dan sandingkan dengan kerusakn ekologis yang diakibatkan oleh pembangunan spt jalan, dst. Hasil2 tersebut kemudian disounding kepada parapihak di provinsi (eksekutif dan legislatif). Targetnya apa ??
Bukankah bisa kita dekati dan rekatkan dengan issue PEMILU 2009 dan PILPRES, apabila PILGUB telah lewat !!

Salam,
sy, pemerhati lingkungan SULTENG.

mawar mengatakan...

salut buat rekan2 pencinta lingkungan....
Lanjutkan perjuangan,,,,
kami siap membantu sebisa mungkin apa yang kami bisa perbuat....
Jangan biarkan idiologi awal kita dibeli beberapa lembar kertas (uang)...
Lanjutkan advokasi sampai batas titik teratas...

Terima kasih...

Salam Lestari...



By : "Mawar"

Unknown mengatakan...

Issue terkini, US melarang penambangan apapun dilakukan di tengah kotanya krn akan merusak segala2nya, history hingga ke tata kota. Lihat gbr freeport di google saat ini. Maukah kita rumahnya diobrak-abrik spt di west papua ? Sementara yg nikmati hasilnya hy segelintir org berdasi ?? Apakah negri papua pembangunannya meningkat pesat ? Silakan bercermin !!! Human Resource Palu cukup baik, berdayakanlah itu. Adikku bs sampai ke london beasiswa bukankah HR Palu sgt unggul ?? Berdayakanlah ini. Jangan merusak lingkungan Hidup lagi kawanku...