Walhi news, Palu, Front Penyelamat Kedaulatan Rakyat (FPKR), mendesak Pemerintah untuk mecabut seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada di Kabupaten Tojo Una – una. Hal demikian disampaikan Ican Zar, koordinator lapangan aksi saat menyampaikan orasinya dalam aksi unjuk rasa yang digelar di depan Polda Sulawesi Tengah, Selasa (08/10/2013).
Sebelum unjuk rasa dimulai, Ridwan (55)
salah satu warga Desa Podi, yang ditemui di Jalan Setia Budi, mengungkapkan,
tujuan dari aksi tersebut adalah, mendesak PT. Artaindo Jaya Abadi (AJA) agar
segera menghentikan aktivitasnya pasalnya, sejak PT AJA beroperasi, Karena desa
Podi adalah salah satu daerah rawan Banjir di Daerah Kabupaten.
“Desa Podi adalah salah satu daerah rawan
banjir, jika PT AJA terus beroperasi didaerah itu, maka bencana banjir yang
kami alami tidak akan pernah berhenti,” jelasnya.
Menurut dia, sebelum perusahaan tersebut
beroperasi, pihak Kepolisian, sudah pernah melakukan upaya penyegelan, anehnya,
perusahaan tersebut hingga saat ini masih terus melakukan aktivitas. ”
Ada apa ini? Sudah pernah dilakukan penyegelan sebagai bentuk larangan untuk PT
AJA untuk tidak beroperasi, tapi masih saja terus beroperasi diaerah itu,” tegasnya.
Padahal lanjut dia, sudah banyak kerugian
yang dialami oleh warga Podi akibat eksploitasi perusahaan tambang, mulai dari
kerusakan alam, pencemaran lingkungan sekitar, kerusakan lahan pertanian dan
perkebunan warga.
“Desa Podi adalah Desa yang kaya akan
sumber daya alamnya. Hutannya kaya dengan berbagai macam produk yang
dihasilkan, berupa hasil hutan kayu yang meliputi berbagai macam produk seperti
rotan, damar. Dan komoditi itulah yang menjadi sumber mata pencaharian
masyarakat setempat untuk menggantungkan keberlangsungan hidupnya,” urainya.
Lanjut dia, Semenjak adanya, perusahaan
tambang di daerah tersebut, hasil hutan berupa kayu itu, tidak dapat diandalkan
lagi sebagai sumber pendapatan masyarakat. Tidak hanya itu, sebagian masyarakat
yang menggantungkan keberlangsungan hidupya sebagai nelayanpun ikut merasakan
hal yang sama, karena laut didaerah Podi juga telah terjadi pencemaran.
Dia menambahkan, dampak lain, yang dialami
masyarakat adalah air sungai yang biasa digunakan masyarakat untuk kebutuhan
sehari-hari, juga ikut tercemar, sehingga kurang lebih 60 orang warga menderita
penyakit gatal-gatal. Bahkan, ketika ada salah satu warga yang meninggal dunia
terpaksa tidak bisa menggunakan air sunggai tersebut untuk memandikan jenazah.
“ Saya sendiri juga mengalami penyakit
gatal-gatal seperti yang dialami warga lain, saya masih ingat dengan jelas
sebelum PT AJA beroperasi, perusahaan tersebut penah berjanji pada warga akan
memberikan kendaraan operasional sekolah dan kendaraan operasional rumah sakit,
tapi hingga saat ini belum juga terealisasi. Untuk itu saya berharap perusahaan
itu ditutup dan diadili, karena sama sekali tidak membawa manfaat bagi warga
justru menyengsarakan kami ini,” pungkasnya. (Anang Prasetio)