Senin, 29 Maret 2010

Hutan Bangkiriang Terancam Punah

Media Alkhairat, Selasa 30 Maret 2010

Hutan Bangkiriang Terancam Punah

PALU – Anggota Komisi III Bidang Pembangunan DPRD Sulteng, Sakinah Aljufri mengakui kerusakan hutan Suaka Margasatwa Bangkiriang seluas 3900 hektar di Kecamatan Batui Kabupaten Banggai, akibat eksploitasi.

Menurutnya, eksploitasi tersebut terkait perluasan lahan perkebunan kelapa sawit milik PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS). Hal tersebut dikatakan Sakinah berdasarkan peninjaunnya yang didampingi Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Banggai di daerah Batui beberapa waktu lalu.

“Sudah hampir sebagian kawasan Bangkiriang menjadi lokasi perkebunan kelapa sawit,” katanya kepada media ini Senin (27/03), diruang kerjanya. Kata dia persoalan tersebut bisa memicu konflik antara masyarakat dengan pihak perusahaan.

“Ini tingga menunggu gesekan sedikit, maka konflik di daerah tersebut tidak dapat dielakkan lagi. Karena, dari informasi masyarakat yang ada di daerah itu, lahan tersebut dijaga sejumlah aparat yang berpakaian loreng dan coklat, dan masyarakat sendiri tidak diperkenankan memasuki kawasan tersebut,” katanya.

Berdasarkan data foto satelit yang diperlihatkan dinas terkait kepadanya, Nampak jelas kerusakan lingkungan yang terjadi, dan itu sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup satwa didalam kawasan tersebut.

Ia berharap, Gubernur Sulteng segera menindak lanjuti persoalan itu.

“Ya, seharusnya Gubernur harus segera bertindak tegas, dengan mengundang pihak-pihak terkait, sehingga konflik di daerah tersebut dapat terhindarkan, dan kawasan suaka marga satwa di daerah Batui kembali lestari,” ujarnya.

Senada dengan Sakinah, Anggota Komisi III lainnya, Rusli Dg Palabi mengungkapkan flora fauna di kawasan Bangkiriang merupakan potensi daerah yang perlu dijaga dan dilestarikan.

Dia juga menambahkan, pemerintah daerah harus bersikap adil dalam menindak lanjuti persoalan tersebut, sehingga masyarakat tidak dirugikan dengan kebijakan pemerintah nantinya. (NANDAR)

Jumat, 26 Maret 2010

PT INA Eksploitasi Biji Besi Uekuli *PRODUKSI AWAL 50 RIBU METRIK TON

Media Alkhairat, Rabu 24 Maret 2010

PT INA Eksploitasi Biji Besi Uekuli
*PRODUKSI AWAL 50 RIBU METRIK TON

PALU - PT INA Internasional, perusahaan tambang asal China, akan memulakan eksploitasi biji besi di Desa Uekuli, Kabupaten Tojo Una-Una, dengan produksi 50 ribu metric ton (MT) dalam tiga bulan pertama. Demikian diungkapkan Direktur PT INA Internasional, Mr Liem Tean, dalam kesempatan ekspose potensi tambang biji besi di Hotel Swissbell, Selasa kemarin.

“Kami berencana dalam tiga bulan pertama memproduksi 50 ribu MT dan berusaha menggandakan hingga 100 ribu MT perbulan setelah melewati tiga bulan masa awal produksi,” ungkap Liem dihadapan Gubernur HB Paliudju dan Wakil Gubernur Ahmad Yahya.

Ia mengatakan tidak menutup kemungkinan dengan kuasa pertambangan yang mereka miliki seluas 30 ribu hektar direncanakan bisa mencapai produksi hingga satu juta matrik ton perbulan. Terkait rencana tersebut, PT INA Internasional akan membangun infrastruktur pendukung yakni membangun pelabuhan di Uekuli yang dijadwalkan dekat tepatnya bulan April hingga Juni 2010.

“Bulan Maret sampai dengan April 2010 dilakukan survey hydrographic yang dilakukan oleh United Surveyor dari Singapura sebuah perusahaan yang memiliki reputasi baik dalam rangka pembangunan pelabuhan,” sebut Liem.

Liem menyebutkan investasi untuk pembangunan pelabuhan itu sendiri senilai USD 150 juta hingga USD 250 juta lebih lagi pada tahun 2011 hingga Juni 2012 akan membangun fasilitas pelabuhan yang dapat menangani kapal dengan berat 170 ribu penamax. Olehnya dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten sangat penting dalam menjalankan proyek tambang biji besi.

Secara ekonomis, Liem mengatakan bahwa biji besi yang dihasilkan dari Uekuli melalui jalur pelayaran hanya memakan waktu 8,2 hari untuk mengirimkan ke pelabuhan Rizhao, pelabuhan terbesar kedua di China dan membutuhkan waktu 5,4 hari ke pelabuhan Guazhou.
Kalau pengiriman dari Negara Brazil membutuhkan waktu hingga 40 hari, jadi secara ongkos pengiriman, dari Uekuli lebih menguntungkan, terlebih lagi sekarang bahwa pasar biji besi dunia terbesar berada di China sebesar 60 hingga 80% katanya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sulteng Ahmad Yahya menyambut baik dan mendukung secara positif investasi yang masuk ke wilayah Sulteng sehingga akan memberikan nilai tambah baik bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten penghasil.

“Investasi yang ada tentunya akan memberikan dampak pembangunan bagi daerah, kami senang adanya investor yang masuk tentunya dengan mengikuti semua persyaratan yang ada,” sambut Wagub memberikan apresiasi terhadap PT INA Internasional CO. (SRIHAFSA)

Rabu, 24 Maret 2010

HUTAN DI SULTENG, 200 Ribu Hektar Dikuasai Investor

Media Alkhairat, Rabu 24 Maret 2010

HUTAN DI SULTENG
200 Ribu Hektar Dikuasai Investor

PALU – Dari luas total 6,001,253 hektar hutan diwilayah Sulawesi Tengah, 200 ribu hektar diantaranya dikuasai investor dalam bentuk Izin Untuk Pertambangan (IUP). Demikian diungkapkan Kepala Bidang Pertambangan Umum, Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Tamben) Sulteng, Yusna Zaman, belum lama ini kepada Media Alkhairat saat ditemui di ruang kerjanya.

Ditanya soal nilai investasi dari sektor pertambangan di wilayah Sulawesi Tengah, Yusna mengaku tidak mengetahui, sebab daerah tidak pernah melaporkan hal tersebut.

“Tidak tahu, soalnya yang mengeluarkan kontrak karya dari pusat, jadi berapa PAD dari sektor ini pertambangan juga susah dideteksi,” ungkap Yusna.

Kata Yusna, Dinas Tamben juga belum menerima tembusan tiga perusahaan asal kota Balik Papan Kalimantan Timur, yang mengajukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di hutan di wilayah Kabupaten Parigi Moutong dan Donggala. “Memang soal izin itu kewenangan daerah,” katanya.

Yusna mengungkapkan, ia mengetahui beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Banggai dan Morowali. Satu perusahaan nikel di wilayah Kabupaten Banggai kata dia, yakni PT Aneka Nusantara Internasional (ANI) yang telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah membekukan aktifitasnya sejak tahun 2009, dan mulai melakukan eksploitasi pada tahun itu juga.

PT ANI merupakan pemegang IUP untuk lahan seluas 7727 hektar, yang terletak di Kecamatan Bukit Kabupaten Banggai, pada lahan hutan produksi dan hutan konsesi. Meski begitu kata Yusna, hingga saat ini pihaknya belum mengetahui alasan PT ANI menghentikan aktifitas eksploitasinya.

“Kita tidak tahu, apa alasan mereka menghentikan eksploitasi, soalnya tidak ada juga laporan dari kabupaten. Lahan yang sudah mereka eksploitasi baru yang berstatus Areal Peruntukan Lain (APL),” ungkapnya.

Sementara itu, untuk perusahaan yang telah mengantongi IUP di wilayah Kabupaten Morowali, yakni PT Bintang Delapan dan PT Inco, yang hingga saat ini masih tetap melakukan aktifitas eksploitasi. Kata Yusna, PT Bintang Delapan yang terdiri dari delapan sub perusahaan tersebut, tiga diantaranya masi dalam tahap eksplorasi.

Masing-masing perusahaan PT Bintang Delapan memegang IUP untuk lahan, rata-rata seluas antara 4210 hektar hingga 4900 hektar, yang terletak di Kecamatan Bahodopi. Sedangkan kontrak karya yang dipegang PT Inco, di wilayah Kabupaten Morowali adalah seluas 30120 hektar. (JOKO)

Selasa, 23 Maret 2010

HUTAN DI SULTENG 200 Ribu Hektar Dikuasai Investor

Media Alkhairaat 24 Maret 2010.

HUTAN DI SULTENG
200 Ribu Hektar Dikuasai Investor.

PALU- Dari luas total 6,001,253 hektar hutan di wilayah Sulawesi Tengah, 200 ribu hektar diantaranya telah dikuasai dengan investor dalam bentuk Izin Untuk Pertambangan (IUP). Demikian diungkapkan kepala Bidang Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Tamben) Sulteng, Yusnan Zaman, belum lama ini kepada Media Alkhairaat saat ditemui diruangan kerjanya.
Ditanya soal, nilai invetasi dari sektor pertambangan di wilayah Sulawesi Tengah, Yusnan mengkui tidak mengetahui, sebab daerah tidak pernah melaporkan hal tersebut.
“Tidak tahu, soalnya yang mengeluarkan kontrak karya dari pusat, jadi berapa PAD dari sector ini pertambangan juga susa di deteksi,” ungkap Yusnan.
Kata Yusnan, Dinas Tamben juga belum enerima tembusan tiga perusahaan asal Kota Balikpapan Kalimantan Timur, yang mengajukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dihutan di wilayah Kabupaten Parigi Mautong da Donggala. “Memang soal izin itu kewenangan daerah,”katanya.
Yusnan mengungkapkan, ia mengetahui beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Banggai kata dia, yakni PT Aneka Nusantara Inetranional (ANI) yang telah mengantongi izin Usaha Pertambangan (IUP)yang telah memebekukan aktifitasnya sejak tahun 2009, dan mulai melakukan eksploitasi pada tahun ini juga.
PT ANI merupakan pemegang IUP untuk lahan seluas 7.727 hektar, yang terletak di Kecamatan Bukit Kabupaten Banggai, pada lahan hutan produksi dan hutan konsesi. Meski begitukata Yusnan, hingga saat ini belum mengetahui alasan PT ANI menghentikan aktifitas ekpsploitasinya.
“Kita tidak tahu, apa alasan mereka menghentikan eksplotasi, soalnya tidak ada juga laporan dari Kabupaten. Lahan yang baru mereka eksploitasi baru lahan yang berstatus Areal Penggunaan Lain (APL),” ungkapnya.
Sementara itu, untuk perusahaan yang mengantongi IUP di wilayah Kabupaten Morowali, Yakni PT Bintang Delapan Mineral dan PT Inco, yang hingga saat ini masih tetap melakukan aktifitas eksploitasi. Kata Yusnan,PT Bintang Delapan yang terdiri atas delapan sub perusahaan tersebut, tiga diantaranya masih dalam tahap ekplorasi.
Masing-masing sub perusahaan Bintang Delapan memegang IUP untuk lahan, rata-rata seluas antara 4.210 hektar hingga 4.900 hekar, yang terletak dikecamatan Bahodopi, sedangkan kontrak karya PT Inco, diwilayah Kabupaten Morowali adalah seluas 30.120 hektar. (Joko)

Warga Cegat Lima Doser PT KLS

Media Alkhairat, Selasa 23 Maret 2010

Warga Cegat Lima Doser PT KLS

PALU – Puluhan Petani Desa Bukit Jaya, Kecamatan Toili, Kab. Banggai menghentikan secara paksa upaya penggusuran lahan yang dilakukan PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) akhir pecan lalu. Pihak KLS mengklaim bahwa lahan tersebut masuk dalam areal konsesi Hutan Tanam Industri (HTI) mereka.

Dalam aksi tersebut sekitar lima unit Dozer dan dua unit Jounder milik PT KLS dikerahkan ke lokasi. Namun belum sempat beroperasi, sekitar 50 warga Desa Bukit Jaya yang datang sejak pagi langsung melakukan penjegatan.

Sekitar 18 karyawan PT KLS yang hendak melakukan eksekusi lahan, langsung menghentikan niatnya tanpa perlawanan. Sehari sebelumnya, aktivitas serupa sudah dilakukan pada beberapa titik di lahan sungai Desa Bukit Jaya.

Menurut Deputy Direktur ED Walhi Sulteng Ahmad Pelor, kawasan yang masuk Lahan Usaha II (LU II), telah dikuasai petani sejak penempatan transmigrasi tahun 1980 silam. “Lahan itu sudah menjadi milik petani sejak tahun 1980,” kata Ahmad kepada Media ini belum lama ini.

Sementara penggusuran tersebut dilakukan PT KLS dengan alasan kawasan tersebut masuk dalam HTI PT Berkat Hutan Pusaka yang merupakan perusahaan patukan antara PT KLS dan PT Inhutani Indonesia.

“Kami hanya menjalankan perintah melakukan eksekusi, karena kami menerima informasi kawasan ini milik KLS,” kata salah seorang Eksekutor PT KLS yang namanya tidak mau dikorankan.

Sebelumnya upaya-upaya penggusuran terhadap lahan petani menurut Ahmad, sudah sering dilakukan oleh PT KLS, diantaranya penggusuran pada akhir tahun 2009 terhadap lahan pertanian Desa Mekar Sari Kecamatan Toili Barat, dan penggusuran lahan perkebunan milik petani Desa Piondo Kecamatan Toili pada bulan Februari lalu. (BANJIR)

Senin, 22 Maret 2010

TAPAL BATAS SULTENG-GORONTALO, Potensi Emas Jadi Penyebab

Media Alkhairat Selasa, 23 Maret 2010

TAPAL BATAS SULTENG-GORONTALO
Potensi Emas Jadi Penyebab

PALU – Wakil Ketua DPRD Buol Marwan Dahlan menduga potensi emas berada di balik konflik tapal batas antara Sulawesi Tengah dengan Gorontalo. Sebuah perusahaan tambang diduga mengincar potensi emas di Gunung Tontolmatinan dan Dopalak. Potensi emas diduga gunung bekas konsesi PT Newcrest.

“Terjadinya konflik di perbatasan, saya melihat ini kepentingan Pemprov Gorontalo karena diperbatasan tersimpan potensi emas,” kata Marwan, Senin kemarin.

Menurut Marwan, konflik perbatasan Sulteng-Gorontalo itu sudah berlangsung lama yakni antara Kabupaten Buol (Sulteng) dan Kabupaten Gorontalo Utara (Gorontalo). Dia menduga, kepemilikan lahan konsesi tersebut sudah diambil PT Gorontalo Sejahtera Mining, sebuah perusahaan pertambangan emas di Gorontalo. Perusahaan ini juga mengincar ladang emas gunung Tontolomatina dan Dopalak, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol.

Menurut Marwan, terjadinya konflik kepentingan tapal batas tersebut merupakan kepentingan kelompok elit. “Ini harus segera dituntaskan oleh pemerintah provinsi. Kami di Buol sebagai daerah perbatasan tidak bisa buat apa-apa karena itu kewenangan provinsi,” katanya.

Marwan, mengatakan sejak Gorontalo berpisah dengan Provinsi Sulawesi Utara, sejak itu pula terjadi perubahan nomenklatur tapal batas. Gorontalo kemudian mencaplok sebagian wilayah Sulteng. Bahkan sebuah lokasi transmigrasi di Tolinggule, Buol sudah masuk dalam wilayah Gorontalo.

Namun menurut Gubernur Sulteng HB Paliudju, berdasarkan data yang dimiliki Pemprov, wilayah tersebut telah masuk wilayah Gorontalo.
“Memang persoalan disana belum selesai, karena berdasarkan data yang ada, batas yang masuk sejauh dua kilo meter itu memang wilayahnya Gorontalo. Ya itu tidak bisa diingkari, karena datanya begitu, tapi kita akan komunikasikan dengan Depdagri, untuk mencarikan solusi terbaiknya,” katanya.

Sebelumnya, Anggota DPRD Sulteng Zainal Daud meminta, Pemerintah Provinsi (Pemrov) Sulawesi Tengah (Sulteng) menyelesaikan tapal batas wilayah perbatasan Sulteng bagian Utara dengan batas wilayah Provinsi Gorontalo. Menurut dia, perbatasan dua wilayah antara Kabupaten Buol (Sulteng) dan Kabupaten Gorontalo Utara (Gorontalo) semakin tidak jelas.

Selama ini sebagian masyarakat Buol (Sulteng) diwilayah perbatasan itu membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) ke Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara. “Di sana (wilayah perbatasan) ada satu kampung antara Desa Umu dan Molangato, membayar PBB ke Gorontalo. Padahal mereka berada di wilayah Kabupaten Buol,” kata Zainal Daud. (JOKO/ATN)

Kamis, 18 Maret 2010

Mesin MFO Beroperasi Juli

Media Alkhairat, Jum’at 19 Maret 2010

Mesin MFO Beroperasi Juli

PALU – Rencana pengadaan mesin berbahan bakar MFO (bukan solar) berdaya 20 MW yang sedianya selesai dan beroperasi pada Mei mendatang, tertunda hingga akhir Juli. Penyebab mundurnya pengoperasian mesin tersebut karena izin prinsip yang molor akibat pergantian direksi yang terjadi dalam internal PTPLN.

“Hampir rampung, penunjukan sudah, desain mekanik elektrik maupun desain sipil sudah selesai. Ya hanya tinggal izin prinsip yang molor akibat pergantian direksi saja. Tapi diusahakan proses percepatan cepat selesai akhir Juli,” urai Manager PT PLN Cabang Palu, I Nyoman Sujana, kepada media ini belum lama ini.

Salah satu penyebab lain adalah kontraknya yang tidak mudah dilakukan, prosesnya cukup panjang. Ini merupakan rencana jangka pendek untuk menutupi defisit yang terjadi di sistem kelistrikan Palu. Mesin sewa tersebut akan dikontrak selama empat tahun. “Kedepan kami tidak menggunakan mesin diesel, jadi mesin 20 MW ini merupakan solusi jangka pendek untuk menutupi defisit serta menunggu pembangkit yang akan beroperasi nantinya,” jelasnya.

Sementara itu, PH Manager PLN Palu, Nicolaas JD Tania mengatakan, keinginan pemerintah provinsi menggabungkan PLN Palu dengan PLN Sulbar agaknya sulit terpenuhi. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk menetapkan kantor wilayah. Namun, yang terpenting menurutnya adalah ketersediaan daya demi kesejahteraan masyarakat.

Dikatakannya, kebutuhan masyarakat akan listrik terus bertambah. Sejak tahun 1997, pemerintah provinsi belum membangun pembangkit. Ini yang harus dikejar untuk menutupi ketertinggalan growth natural yang naik setiap tahun. “Saat ini kira-kira yang harus dipenuhi untuk menutupi ketertinggalan adalah 25 persen. Ini pekerjaan yang harus segera difikirkan dan dituntaskan. Tidak penting dimana letak kantor wilayah, yang terpenting adalah kecukupan daya demi kesejahteraan masyarakat,” urainya.

Kedepan, system interkoneksi dipersiapkan untuk melancarkan ketersediaan daya untuk masyarakat pelanggan. Interkoneksi yang dimaksud adalah Makassar, Manado, Gorontalo, dan Sulteng. Saat ini diakuinya pembangunan transmisi telah melewati Marisa kearah Palu. “Jika system Palu kekurangan daya maka akan disuplai dari Makassar, Manado atau Gorontalo, sepanjang masuk dalam system interkoneksi, akan saling menutupi,” jelas Nico. (EGA)

Rabu, 10 Maret 2010

PENERAPAN PERWALI, Ratusan Penambang Urus Izin

Media Alkhairaat, Kamis 11 Maret 2010

PENERAPAN PERWALI
Ratusan Penambang Urus Izin

PALU – Untuk memenuhi ketentuan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 6 dan 7 tahun 2010, Rabu, (10/3) kemarin ratusan pekerja tambang di pertambangan rakyat Poboya mengurus izin dibeberapa kantor kelurahan.

Mulai pagi hingga sore, para pekerja tambang, seperti pemilik lubang, tromol, tumbuk-tumbuk dan tong memadati Kantor Kelurahan Poboya dan dua kelurahan lainnya, yakni Kawatuna dan Lasoani.

Kedatangan mereka untuk mengurus izin itu telah dinanti oleh sejumlah petugas dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang masuk dalam tim terpadu untuk penanganan tambang Poboya.

Koordinator Kelurahan Poboya dan Lasoani, Kasim B Latadundu, ditemui disela aktifitasnya memantau jalannya layanan perizinan di Kantor Kelurahan Poboya mengatakan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pekerja tambang untuk melaksanakan aktifitasnya.

“Kalau untuk pemilik lubang, ia akan menyertakan foto copy KTP terbaru atau sementara dari kelurahan setempat, surat keterangan lurah tentang lokasi usaha, surat pernyataan untuk menerima sanksi jika melakukan pelanggaran teknis, wajib lapor kepihak dinas tenaga kerja, dan surat penunjukan penanggungjawab teknis dari pengusaha serta foto ukuran 3x4 sebanyak 3 lembar. Semua yang mereka (pemilik lubang-red) urus itu akan berakhir dengan memperoleh surat keterangan terdaftar sebagai pekerja tambang,” jelas Kasim.

Sementara untuk pemilik tromol, selain memenuhi beberapa poin seperti yang disyaratkan bagi pemilik lubang, kata Kasim mereka (pemilik tromol-red) harus memenuhi beberapa syarat lainnya, seperti Surat Pernyataan Penglolaan Lingkungan (SPPL), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), surat pernyataan bersedia direlokasi, surat penanggungjawab penggunaan bahan kimia berbahaya, foto copy izin gangguan, fiscal, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Tanda Daftar Industri (TDI).

“Kalau pemilik tumbuk-tumbuk, tidak perlu mengurus surat pertanggungjawaban penggunaan berbahaya. Kalau pemilik tong dan pembeli emas, harus mengurus semua,” tambahnya.

Pendaftaran tersebut kata Kasim akan dibuka hingga seminggu. Untuk mengurus semua syarat tersebut kata dia, para pengusaha tambang akan mengurusnya langsung ke instansi terkait. Paling lambat pengumpulan berkas tersebut kata dia, yakni tangga 12 April mendatang.

Kasim yang juga Kepala Seksi Sumber Daya Mineral (SDM) Dinas PU Pertambangan Kota Palu mengatakan, setelah semua data dikumpulkan, pihaknya akan menyerahkannya kepihak Polda.

“Ini hanyalah upaya pendataan, kalau semuanya selesai, baru kita tinjau di lapangan. Dimana saja lokasinya, dan berapa luasannya. Dari situ, kita sudah bisa petakkan, berapa luas lahan yang digunakan penambang,” katanya. (SAHRIL)

MURAD PENUHI PANGGILAN POLISI, Walhi: Seharusnya Jadi Tersangka

Media Alkhairaat, Kamis 11 Maret 2010

MURAD PENUHI PANGGILAN POLISI
Walhi: Seharusnya Jadi Tersangka

PALU – Terkait laporan dugaan penyerobotan lahan warga di Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, Polres Luwuk memeriksa pimpinan PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) Murad Husain.

“Polres Luwuk telah melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan PT KLS, kata Juru Bicara Polda AKBP Irfaizal Nasution yang ditemui Media ini diruang kerjanya, Rabu (10/3).

Dari informasi yang dihimpun Rabu sore, pimpinan PT KLS itu menjalani pemeriksaan pertamanya sebagai tersangka.

Hal itu dibantah oleh Irfaizal. Menurutnya, dalam pemeriksaan yang berlangsung pekan lalu di Mapolres Luwuk tersebut, pimpinan perusahaan dan perkebunan kelapa sawit terbesar di Banggai itu, masih berstatus sebagai saksi.

Irfaizal enggan berkomentar panjang perihal kemungkinan terjadinya perubahan status pemeriksaan terhadap Murad.

Sementara itu, Wahana Lingkungan hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, mendesak kepolisian segera menetapkan status tersangka kepada Murad. “Seharusnya dalam pemeriksaan itu pimpinan KLS sebagai tersangka,” kata Deputy Walhi, Ahmad kepada Media ini Rabu kemarin.

Hal itu menurut Ahmad, sesuai dengan bukti yang ada, baik temuan kepolisian maupun temuan Walhi yang diserahkan kepada Polisi. Sejumlah pelanggaran yang dilakukan Murad kata dia diantaranya penggunaan lahan yang melebihi batas HGU. (BANJIR)

Minggu, 07 Maret 2010

Poboya Batal Ditertibkan

Media Alkhairat, Jum’at 5 Maret 2010

Poboya Batal Ditertibkan


PALU – Kapolda Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Muhammad Amin Saleh menegaskan dengan terbitnya Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 6 dan 7, yang mengatur tentang kegiatan pertambangan Poboya, pihak kepolisian tidak lagi merencanakan akan melakukan penertiban untuk penegakan hukum di kawasan pertambangan emas Poboya dan sekitarnya.

‘’Dengan adanya Perwali yang menjadi sebuah aturan maka dengan ini rencana penegakan hukum tanggal 12 Maret 2010 saya nyatakan dianulir. Hal-hal yang menyangkut dampak dari kegiatan pertambangan Poboya agar segera disusul dengan peraturan daerah. Sedangkan kepada masyarakat dan penambang agar mentaati perwali yang sudah ada,’’ kata Kapolda di depan rapat koordinasi Penanganan Tambang Emas Poboya di Mapolda Sulawesi Tengah, Kamis siang.

Penegasan ini dikeluarkan Kapolda menyusul sudah diserahkannya Peraturan Walikota kepada Gubernur HB Paliudju dan Kapolda oleh Ketua Tim Penanganan Pertambangan Emas Poboya Mulhanan Tombolotutu. Penyerahan Perwali kepada Gubernur dan Kapolda ini sebagai bentuk upaya maksimal yang sudah dilakukan Pemerintah Kota Palu, setelah diberikan deadline sampai tanggal 12 Maret untuk mengeluarkan regulasi.

Menurut Mulhanan, upayanya dalam menerbitkan Perwali ini cukup memakan waktu. Meskipun tidak sampai melampaui batas waktu yang ditentukan. Penyusunan Perwali ini dilakukan setelah tim bentukannya melakukan perjalanan ke sejumlah daerah yang memiliki pertambangan rakyat. ‘’Kami sudah ke sejumlah tempat seperti di Sulawesi Utara, Gorontalo dan beberapa daerah lainnya untuk melihat dari dekat bentuk pertambangan rakyat di daerah tersebut. Lalu, itulah yang menjadi salah satu acuan kami dalam menyusun peraturan walikota ini,’’ kata Mulhanan.

Meski demikian, Perwali yang sudah diterbitkan ini dinilai berbagai kalangan masih memiliki kekurangan. Misalnya soal tidak adanya poin pemberian sanksi bagi yang melanggar Perwali, pemberian perizinan dan relokasi tromol ke kawasan industri Palu Utara.

Anggota Team Desk Pemprov Sulteng, Hasan Haris menilai masih banyak klausul yang harus ditambahkan untuk kesempurnaan peraturan tersebut. ‘’Misalnya untuk perizinan, pengusaha atau kelompok harus memiliki izin Amdal. Ini tentunya memberatkan untuk sektor pertambangan rakyat. Seharusnya cukup dengan model perizinan yang sederhana seperti penerbitan UKL dan UPL, yang sifatnya lebih sederhana. Begitupula dengan belum adanya pasal yang mengatur pemberian sanksi, seharusnya pasal sanksi dalam sebuah peraturan harus tercantum,’’ kritik Hasan.

Sementara itu Gubernur Sulawesi Tengah HB Paliudju mengatakan salut atas kerja keras yang dilakukan tim dan pemerintah kota Palu. Dengan adanya Perwali ini, berarti rencana kepolisian untuk melakukan penertiban harus ditunda atau dibatalkan. ‘’Tapi, ini baru Perwali dan masih ada sejumlah kekurangan. Sehingga secepatnya Pemerintah Kota Palu untuk membuat draf raperda untuk menjadi sebuah peraturan daerah yang dapat mengatur lebih luas dan lengkap,’’ kata Paliudju.

Meski demikian, tetap saja masih ada hal-hal yang tetap tak bisa dilanggar oleh penambang atau pengelola tromol, yakni tidak melakukan aktivitas pengolahan emas di bantaran sungai atau Daerah Aliran Sungai (DAS). Karena DAS bisa tercemar. Untuk saat ini saja sudah banyak laporan seperti sapi mati mendadak. Jadi, ini harusnya betul-betul diperhatikan demi keselamatan anak cucu masyarakat Kota Palu untuk jangka 20 tahun ke depan. ‘’Dampak penggunaan bahan kimia memang bukan sekarang tapi anak cucu kita pada 20 tahun kemudian yang akan menerima dampaknya,’’ kata HB Paliudju. (PAT)
Media Alkhairat, Jum’at 5 Maret 2010

DSLNG Tunggu Keputusan Pemerintah Pusat


PALU- Terkait penjualan hasil pengolahan minyak bumi dan gas cair yang akan diproduksi, PT Donggi Sinoro Liguid Gas yang melakukan oksploitasi migas di wilayah Kecamatan Batui Kabupateen Banggai itu, hingga kini masih menunggu keputusan pemerintah pusat. Pasalnya, pemerintah pusat menginginkan agar hasil olahan gas cair PT DSLNG harus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara untuk DSLNG sendiri, sudah membuat kesepakatan dengan pihak asing, untuk mengekspor hasil gasnya.

Kepala Coorporate Communacation DSLNG, Syueb Abuhanifa, Kepada sejumlah wartawan di Palu, Kamis (04/03), mengatakan pihaknya masih menunggu keputusan pemerintah pusat, untuk memastikan kalau gas yang diproduksi oleh kedua perusahaan migas itu bisa diekspor.

“Perlu kami sampaikan, bahwa proyek DSLNG ini, adalah yang pertama di Sulteng, dan menjadi proyek ke empat di Indonesia. Saat ini kami masih menunggu keputusan pemerintah pusat, tentang peruntukan gas itu,” katanya.

General Manager Join Operating Bodi (JOB) Pertamina-Medco, Hendra Jaya, dalam kesempatan yang sama mengatakan, keberadaan DSLNG sangat berpengaruh terbahadap pertumbuhan ekonomi Sulteng. Sebab kata dia, pembagian hasil usaha yang akan dimasukkan dalam APBD bisa mencapai Rp3,6 Triliun, dalam waktu 15 tahun. Hal itu kata dia, dipotong dari APBN sebesar Rp60 Triliun, dengan pembagian 60 : 40, berdasarkan pertarunan pemerintah tentang dana perimbangan antara pusat dan daerah.

Sementara Director Coorporate Affairs DSLNG, Andi Karamoi, mengatakan hingga kini pihaknya sudah mengeluarkan anggaran sebesar Rp500 Milyar, untuk berbagai kebutuhan, diantaranya pembebasan lahan dan berbagai program Coorporate Social Responsibily (CSR).

Selain soal peruntukkan, soal pembebasan lahan di lokasi pembangunan pabrik juga masih terkendala. Dari 380 hektar kawasan yang diperlukan, tinggal 13 hektar atau hanya 3 persen lagi yang masih belum dibebaskan. Kata dia, pihaknya sudah berupaya melakukan negosiasi dengan membayar tanah warga di atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di wilayah tersebut.

“Kalau untuk satu hektar, pada umumnya harga tanah di wilayah itu sebesar Rp40 hingga 60 juta. Tapi kami membelinya dengan harga Rp125 juta per hektar,” kata Andi.

Dalam proses menungguh kepastian pemerintah pusat saat ini, pihak DSLNG terpaksa harus menggeser perencanaan awal dalam proses pengolahan migasnya. Pada rencana awal kata Hendra Jaya, pihaknya sudah harus beroperasi pada 1 Januari 2009 lalu, namun karena belum adanya kepastian regulasi dari pemerintah pusat, maka pihaknya masih terus berusaha.

“Untuk desain kilang kita sudah punya. Kalau urusan tanah juga sudah dalam proses. Jadi tinggal menunggu regulasi itu. Jadi isunya sekarang persoalan waktu,” katanya.

Atas situasi itu, pihak DLNG terpaksa menggeser jadwalnya hingga Januari 2010. Sebab kata Andi, pada Maret 2013 kegiatan produkasi dan penjualan gas dari sektor hulu kepada hilir sudah akan dimulai, hingga 2027 mendatang.

Untuk diketahui, pada prinsipnya pihak DSLNG akan melakukan ekspor terhadap sebagian hasil olahan migasnya, sebab saat ini pembelian harga ekspor lebih tinggi dari dalam negeri. Dan dalam DLNG sendiri, ada satu perusahaan asing, yakni Mitsubishi, asal Jepang. Sementara perusahaan lain yang sudah memutuskan kontrak dengan pihak DSLNG adalah Projek LNG sendiri adalah projek yang secara mekanisme projek dikerjakan bersama dari sektor hulu oleh PT Pertamina EP dan Medco dan di sektor hilir adalah PT DSLNG dan Mitsubishi. (SAHRIL)

Walikota Legalkan Penambang Tradisional * KAPOLDA TETAP LAKUKAN PENERTIBAN

Media Alkhairaat, Kamis 4 Maret 2010

Walikota Legalkan Penambang Tradisional
* KAPOLDA TETAP LAKUKAN PENERTIBAN


PALU – Walikota Palu Rusdy Mastura telah melegalkan keberadaan penambang emas tradisional di Poboya dan sekitarnya. Legalisasi ini ditandai dengan keluarnya dua Peraturan Walikota (Perwali), tanggal 1 Maret 2010.

Dua Perwali tersebut adalah Perwali Nomor 6 tentang Penertiban dan Pengelolaan Pertambangan Emas, serta Perwali Nomor 7 tentang Izin Pertambangan Rakyat. Kedua Perwali ini menjadi jawaban bagi kebutuhan regulasi sebagai payung hukum penambang tradisional. Dua Perwali ini, Selasa malam lalu, telah diserahkan Wakil Walikota Palu Andi Mulhanan Tombolotutu kepada Kepala Polda Sulteng Brigjen M Amin Saleh.

Sebelumnya Kepala Polda mengultimatum jika hingga 12 Maret tidak ada regulasi yang mengatur kegiatan penambang tradisional, akan diambil tindakan represif. “Kami jamin bagi penambang yang memperoleh izin atau sedang dalam proses mendapatkan izin, tidak akan ditertibkan polisi,” kata Mulhanan, kemarin.

Menurut dia, Perwali No. 6 mengatur kegiatan pertambangan di sektor hilir sementara Perwali No.7 mengatur sektor hulu. Kedua perwali ini tetap merujuk pada Undang-Undang No.4/200 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), serta Peraturan Pemerintah No. 22/2010 dan PP No. 22/2010 sebagai landasan operasional.

Menurut Mulhanan, izin pengolahan pertambangan dapat diberikan kepada perorangan, kelompok atau badan usaha. Selain itu pemohon harus melengkapi dengan surat izin tempat usaha, fiskal, upaya pengolalaan dan pemantauan lingkungan.

Ia menambahkan penggunaan bahan kimia seperti mercuri dan sianida juga diatur dengan ketentuan distributornya yang memiliki izin dari PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia ).
Kapolda Amin Saleh bersikukuh tetap menertibkan penambang Poboya dengan berdalih belum menerima Perwali dari pihak Pemkot Palu. Pernyataan Kapolda ini bertolak belakang dengan pengakuan Mulhanan yang mengaku menyerahkan langsung kedua Perwali tersebut kepada Amin Saleh.

Sementara Gubernur Sulteng Bandjela Paliudju mendukung penertiban terhadap penambang yang beraktivitas di daerah aliran sungai. Kesepakatan Muspida, penambang di DAS harus ditertibkan sebab membahakan lingkungan. Selama tidak beraktivitas di sekitar DAS, sah-sah saja menambang sebab pihak CPM sendiri tidak mempermasalahkan.

“Saya tidak ingin berpolemik. Yang jelas kesepakatan Muspida adalah penertiban hanya di sekitar DAS,” ujar Paliudju.

Dalam pertemuan pihak CPM dan Muspida Palu, 22 Februari lalu, terbangun kesepahaman tidak mempersoalkan kegiatan penambang tradisional selama tidak mengganggu kegiatan eksplorasi CPM. Para penambang tradisional harus menjauh hingga radius 100 meter dari titik pengeboran
yang akan ditentukan oleh tim geologis CPM.

Selanjutnya Pemkot menerbitkan regulasi yang mengatur kegitan tromol agar tidak mencemari lingkungan. (ODINK/IRMA/HADY)

GAS DONGGI SENORO, Banggai Terancam Kehilangan Penerimaan Rp5 Triliun

Media Alkhairat, RABU 3 Maret 2010

GAS DONGGI SENORO
Banggai Terancam Kehilangan Penerimaan Rp5 Triliun


PALU - DPRD Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, menolak produksi gas Donggi Senoro diperuntukan memenuhi kebutuhan domestik, karena akan kehilangan penerimaan sekitar Rp5 triliun dari selisih harga beli gas PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) yang akan membangun kilang LNG (liquefied natural gas) untuk tujuan ekspor ke Jepang.

Sekretaris Komisi C/Keuangan DPRD Banggai Muhammad Nurwahid mengatakan Kabupaten Banggai akan menerima pemasukan untuk PAD sebanyak Rp7,7 triliun selama 15 tahun prakiraan produksi gas Donggi Senoro, jika pemerintah pusat menyetujui ekspor gas dalam bentuk LNG.

Sementara jika produksi gas Donggi Senoro diperuntukkan bagi industri pupuk yang harganya jauh lebih rendah, Banggai hanya menerima sekitar Rp3 triliun. “Kehilangan penerimaan hampir Rp5 triliun menjadi alasan utama Dewan Banggai menolak peruntukan gas Donggi Senoro diserap pasar domestik,” kata Nurwahid kepada media ini via telpon dari Banggai, kemarin.
Penjualan gas dalam Gas Sales Agreement (GSA) pada Japan Crude Cocktail USD 45 per barel sebesar USD 3,77. Akan tetapi harga GSA ini terlalu rendah sehingga kemudian formulanya direvisi menjadi USD 3,77 + 0,31. Sementara penjualan gas ke Petrokimia sebesar USD 2,5 pada JCC di bawah USD 60 per barel. Sedangkan harga gas yang siap dikapalkan (FOB – Freight on Board) seharga USD 7,2.

Kata dia, enam fraksi di DPRD Banggai secara prinsip mendukung produksi gas Donggi Senoro yang memiliki cadangan pasti sebesar 2,05 triliun kaki kubik (TCF – trillion cubic feed), untuk memenuhi pasar ekspor. Dalam waktu dekat sikap fraksi ini akan dibawa ke sidang paripurna untuk ditetapkan menjadi sikap resmi DPRD Banggai.

Ia menjelaskan, saat ini APBD Banggai tahun 2010 hanya Rp615 miliar dengan PAD murni Rp18 miliar. Sebanyak Rp420 miliar atau sekitar 70% dari total anggaran telah terserap untuk belanja aparatur, sebanyak Rp395 miliar sisanya untuk belanja pembangunan.

Dengan struktur APBD seperti ini, Banggai mengalami kesulitan untuk menggenjot pembangunan dan keluar dari status daerah tertinggal yang disematkan pemerintah pusat saat ini.“Kami bukan bermaksud mengabaikan kepentingan nasional, tapi sebagai wakil rakyat dituntut untuk memajukan daerah kami,” tegasnya.

Hal senada diungkapkan Gubernur HB Paliudju. Ia mengatakan ekspor gas lebih siap beroperasi sebab telah sampai pada tahap Perjanjian Jual Beli Gas (Gas Sales Agreement/GSA) yang ditandatangani 22 Januari 2009. Pendanaan proyek untuk ekspor gas juga siap ditalangi Jepang dan tinggal menunggu persetujuan pemerintah pusat. Sementara kesiapan pembeli domestik justru masih diragukan dan harga jual gasnya kurang ekonomis, serta belum jelas kesiapan pendanaannya.

“Kredibilitas Indonesia, khususnya Sulteng dimata investor akan negatif jika perjanjian ekspor dibatalkan,” katanya.

Nurwahid menilai sikap pemerintah pusat meributkan produksi gas Donggi Senoro tidak proporsional mengingat cadangan gas lapangan Senoro yang memiliki Blok Matindok dan Blok Senoro hanya 2,05 triliun kaki kubik. Cadangan ini sangat kecil dibanding ladang gas Arun sebesar 17,1 triliun kaki kubik.

Selain itu, kebutuhan gas dalam negeri masih bisa dipasok oleh proyek Blok Cepu, Natuna Blok A, Blok SSE, Kuala Langsa dan Lematang seperti yang pernah disampaikan oleh Direktur Pertamina Karen Agustin.

“Kami khawatir jika pembeli domestik dipaksakan, maka proyek ini akan mundur dan semua tahapan proyek harus dimulai lagi dari awal,” kata Sekretaris DPD Partai Patriot Pancasila ini.
Mengenai kewajiban memasok gas minimal 25 persen untuk domestik berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, Nurwahid mengatakan Undang-Undang tersebut tidak wajib dberlakukan kepada Pertamina dan Medco di Donggi Senoro karena Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Matindok dan Blok Senoro telah diteken pada 1997 sebelum undang-undang tersebut diberlakukan.

Dihubungi terpisah, Ketua Komisi III/Pembangunan DPRD Sulteng Nawawi Kilat meminta pemerintah pusat melibatkan pemerintah dan DPRD daerah penghasil dalam pengambilan keputusan terkait produksi gas Donggi Senoro diperuntukan ekspor atau domestik.

“Ini penting agar kepentingan nasional dan kepentingan daerah tidak ada yang dikorbankan,” ujarnya.

Ladang gas Senoro terdiri dari dua blok, yakni Blok Matindok dan Blok Senoro. Sejak tahun 1980, kedua blok dibawah pengelolaan Union Texas, akan tetapi tidak ada kemajuan dalam eksploitasi sehingga kemudian Blok Matindok diambil alih oleh Pertamina EP sejak 1996. Sedangkan Blok Senoro diambilalih Medco dan Pertamina sejak tahun 2000.

Untuk mengeskploitasi ladang Senoro, Pertamina, Medco dan Mitsubishi membentu PT Donggi Senoro LNG. Pasokan gas akan diambil dari lapangan Donggi sebesar 50 mmscfd (million standar cubic feet – juta standar kubik kaki), Matindok 20 mmscfd serta lapangan Maleoraja dan Minahaki sebesar 15 mmscfd. Cadangan pasti gas Senoro sebesar 2,05 triliun kaki kubik (TCF – trillion cubic feed).


Semula gas alam dari Senoro akan dijual ke Jepang. Akan tetapi rencana itu ditentang oleh Jusuf Kalla yang menghendaki gas dijual untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (ODINK)

Kamis, 04 Maret 2010

JELANG PENERTIBAN POBOYA Polda Siapkan 1.500 Personil

Media Alkhairaat, Selasa 2 Maret 2010

JELANG PENERTIBAN POBOYA
Polda Siapkan 1.500 Personil

PALU – Menjelang deadline pengosongan penambang di Poboya dan sekitarnya 12 Maret mendatang, kepolisian semakin gencar melakukan berbagai persiapan. Salah satunya adalah dengan terbentuknya Tim Operasional Pertambangan Emas Tanpa Izin yang diketuai Kepala Biro Operasional Polda Sulteng Komisaris Besar Polisi Suko Raharjo.

Satuan seperti Brimob, Perintis, Reskrim, Intel dan Polres Palu terus saling berkoordinasi. Jumlah personil yang dipersiapkan sebanyak 1.500 personil jumlah tersebut masi bisa bertambah tergantung situasi di Poboya nantinya.

Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah, AKBP Irfaizal Nasution mengatakan Polda memang telah melakukan sejumlah persiapan-persiapan. Karena bila tiba pada saatnya, polisi harus siap menjalankan tugasnya, berupa penegakan hukum. “Kami tetap akan melakukan penegakan hukum bila waktu yang sudah ditetapkan tapi tidak ada regulasi,” kata Irfaizal Nasution di Mapolda Sulteng, Senin (01/03). Menurut Irfaizal Nasution, siapapun yang melanggar peraturan yang berlaku di Poboya akan ditindak. Bukan hanya kepada penambang, tapi kepada CPM sendiri selaku pemegang kontrak karya bila melakukan pelanggaran peraturan akan tetap ditindak.

Terkait semakin terciptanya solidaritas masyarakat yang menolak penertiban penambang Poboya, Irfaizal Nasution mengatakan tidak ada masalah. “Kami bukan memerangi rakyat dan solidaritas rakyat yang muncul. Tapi penegakan hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang muncul seperti pengrusakan lingkungan serta kerugian yang dialami masyarakat Palu dan sekitarnya,” tegas Irfaizal Nasution.

Terkait latihan menembak yang dikoordinir langsung Kapolda Sulteng Brigjen Polisi Mohammad Amin Saleh hari Sabtu lalu, sama sekali tidak berkaitan dengan rencana penertiban. “Latihan menembak itu bukan sebagai bentuk untuk memerangi rakyat atau menakut-nakuti rakyat,” kata Irfaizal Nasution. (PAT)

OAL INCO DI BAHODOPI Bupati: Bangun Infrastruktur Atau Angkat Kaki

Media Alkhairat, Kamis 25 Februari 2010

SOAL INCO DI BAHODOPI
Bupati: Bangun Infrastruktur Atau Angkat Kaki

MOROWALI – Setelah mengkaji dan mempertimbangkan aspek hukum dan sosial ekonomi masyarakat, khususnya yang berada dilingkar tambang Blok Bahodopi, Bupati Morowali memberi dua pilihan pada PT Inco, bangun infrastruktur atau angkat kaki dari wilayah tersebut.

Pilihan tersebut dikeluarkan Bupati terkait keberadaan PT Inco di Kabupaten Morowali sejak tahun 1968 atau sekitar 40 tahun lalu, yang hingga kini belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Bupati Morowali melalui Sekretaris Kabupaten (Sekab), Syahrir Ishak pada pertemuan segi tiga, antara masyarakat, Pemerintah Daerah, dan PT Inco, di Aula kantor bupati, kompleks perkantoran Bumi Fonuasingko, Desa Bente Kecamatan Bungku Tengah, Rabu (24/02).

Pilihan ketentuan tersebut diberi waktu hingga bulan April 2010. Dalam rapat tersebut, PT Inco segera melaksanakan 3 poin, yakni merealisasikan kontrak karya di Blok Bahodopi, membangun pabrik nikel, membangun jalan penghubung di areal konsesi yang menghubungkan Sulawesi Tengah dengan Sulawesi Selatan.

Apabila PT Inco tiak merealisasi hal tersebut , pemerintah menyarankan untuk segera angkat kaki dari Morowali. Dan jika tindakan pemerintah tersebut dinilai berkonsekwensi hukum, maka PT Inco disilahkan untuk menempuh jalur hukum.

Pertemuan yang merupakan tindak lanjut tuntutan massa pengunjuk rasa PT Inco beberapa pekan lalu tersebut, diawali dengan berbagai protes dari perwakilan masyarakat lingkar tambang. Mereka menilai, Inco sudah berpuluh kali melakukan sosialisasi program kerja tanpa ada realisasi, alias hanya janji-janji.
Dalam kesempatan itu, Direktur PT Inco untuk Pomalaa dan Bahodopi, Kuyung Andrawina serta beberap stafnya tidak dapat memberikan penjelasan apapun, karena selalu diintrupsi oleh perwakilan rakyat.

“Kami sudah bosan dengan program PT Inco yang hanya habis di forum diskusi, tanpa ada realisasi. Rakyat butuh kepastian, rakyat butuh pemberdayaan, sedangkan dana CD (Community Development) saja terpurus-putus, sampai saat ini dana CD tahun 2009 belum diberikan, apa lagi janji bangun pabrik dan jalan yang katanya menjelang tahun 2010,” ungkap salah seorang wakil masyarakat, yang juga wakil ketua komisi III DPRD Morowali, Sahabudin Zen.

Pertemuan yang dipimpin langsung oleh Sekkab Morowali itu, dihadiri langsung Direktur PT Inco untuk Pomalaa dan Bahodopi Blok Kuyung Andrawina besrta empat orang stafnya, unsur Muspida serta perwakilan masyarakat lingkar tambang.

Sementara menanggapi hal tersebut, Super Intendent Media Relation PT Inco, Iskandar Siregar yang dihubungi via telephone di Jakarta Rabu malam mengatakan, bila benar keputusan rapat seperti itu, maka pihaknya meminta agar hal itu tidak diputuskan sepihak.

“Pemerintah yang punya kewenangan untuk menampung aspirasi masyarakat, kita berharap hal itu dilakukan dalam diskusi yang lebih dialogis, karena jika tidak, maka bisa berdampak tidak baik, bagi semua pihak,” kata Iskandar.

Terkait tuntutan warga yang meminta realisasi pembangunan pabrik kata dia, pihaknya saat ini masih dalam proses Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Sebab kata dia, investasi harus dilakukan dengan banyak pertimbangan, yang berorientasi jangka panjang. (ZEN/SAHRL)

Selasa, 02 Maret 2010

CPM Pelajari Draft MoU

Media Alkhairat, Kamis 25 Februari 2010

CPM Pelajari Draft MoU

PALU – PT Citra Palu Mineral (CPM) masih akan mempelajari draft Memorandum of Understanding (MoU) disusun Pemerintah Kota Pemkot) Palu. Draft itu saat ini dipelajari bersama Tim PT CPM yang ada di Jakarta dan akan dikonsultasikan kepada Kapolda Sulteng.

Asisten Bidang Pemerintahan Kota Palu Hary Wahyudi Supono mengatakan, draft yang dibuat versi Pemkot Palu Senin malam kemarin sudah rampung disusun dan sudah diserahkan kepada Manager PT CPM Andi Darussalam Tabusalla.

Menurut Hary, draft tersebut masih akan dipelajari dahulu namun pada prinsipnya PT CPM setuju dengan penambangan tersebut dan diperbolehkan melakukan aktifitas penambangan di wilayah kontrak karya dengan catatan jika PT CPM melakukan pengeboran atau kegiatan di lokasi atau titik-titik pengeboran dalam radius 100 meter diharapkan para penambang tidak melakukan aktifitas penambangan. Lamanya waktu melakukan pengeboran per satu titik memakan waktu dua bulan setengah.

“Para penambang akan dikeluarkan dari titik pengeboran itu demi keselamatan. Apa bila selesai pengeboran masyarakat silahkan boleh datang kembali ke lokasi itu untuk melakukan penambangan,” ujar Hary.

Agar penambang diperbolehkan melakukan kegiatan di wilayah kontrak karya setelah MoU dan mendapat persetujuan dari Kapolda Sulteng, sebagai dasar untuk tidak melakukan penertiban, Pemkot akan mengeluarkan Peraturan Walikota (Perwakot) tentang pengelolaan tambang emas.
Dalam Perwakot itu diatur mulai lokasi tromol, tong, penggunaan bahan kimia, lingkungan hidup, tenaga kerja dan semua aspek pengelolaan.

Peraturan Daerah (Perda) pengelolaan akan dibuat setelah keluar Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan penjabaran undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 1999 tentang pertambangan, mineral dan batu bara.

Perda pertambangan akan diterbitkan jika setelah ada penciutan dari hasil eksploitasi.
Salah seorang penambang emas Poboya Abd Rahman YT Pasando mengatakan, pihaknya tidak menerima jika melihat bukit tempat tinggal warga harus digusur karena ada kegiatan pengeboran yang dilakukan oleh PT CPM. Kegiatan itu hanya untuk kepentingan pemodal. (IRMA)

PLN DEFISIT 10 MW, Genset Sewaan Ternyata Bekas

Media Alkhairat, Kamis 25 Februari 2010

PLN DEFISIT 10 MW
Genset Sewaan Ternyata Bekas

PALU – Pemadaman kembali yang dilakukan oleh PT PLN Palu, bukan dikarenakan kondisi PLTD Silae yang tidak prima melainkan dikarenakan defisit beban puncak yang mencapai 9-10 Mega Watt (MW) . sementara beban puncak saat ini mencapai 53-54 MW. Sayangnya, untuk mengatasi defisit daya, lima mesin genset berkapasitas 25 MW yang akan disewa PLN merupakan mesin bekas.

Humas PT PLN Palu Petrus Walasari mengatakan, kondisi PLTU saat ini dalam keadaan normal dan aman, suplai beban yang dikirim ke PLN mencapai 22 MW. Sementara untuk PLTD 20-22 MW dan PLTD Parigi 24 MW. Sehingga untuk tiga pembangkit yang ada mencapai 46-48 MW. Sementara beban puncak 53-54 MW, berarti mesih mengalami defisit 9-10 MW.

Kondisi tersebut membuat PLN masi melakukan pemadaman, karena defisit 9-10 MW dan beban puncak naik hingga 54 MW.

Menurut dia, adanya pemadaman yang terjadi malam Rabu 23/2 kemarin disebahagian Kecamatan Palu Barat dikarenakan adanya gangguan sesaat. Gangguan sesaat ini tidak bisa ditentukan beberapa lama pemadaman yang dilakukan. Karena jika gangguan tersebut cepat teratasi maka pemadaman itu tidak akan lama. Untuk pamadaman bergilir itu dikarenakan defisit.

“Sama halnya dengan defisit pihaknya tidak bisa menentukan berapa lama pemadaman yang terjadi. Namun semua itu tergantung pola pemakaian konsumen, jika pola pemakaian mereka hemat defisitnya sudah pasti sedikit. Tapi jika pemakaian boros maka defisitnya akan tinggi, semua itu tergantung pemakaian listrik yang ada,” ujar Petrus.

Sebagai upaya dalam mengatasi krisis listrik PLN akan mengadakan penambahan mesin PLTD sebanya 20 MW. Mesin tersebut akan tiba pada Agustus Mendatang.

Meski pengadaan mesin itu bukan mesin baru melainkan mesin bekas yang disewakan oleh salah satu perusahaan namun mesin tersebut masih layak beroperasi.

Mesin ini berjumlah lima unit masing-masing berkapasitas 5 MW, 20 MW ke PLN 5 MW lainnya sebagai cadangan jika terjadi pemeliharaan. (IRMA)

EMAS POBOYA ,Tanpa Regulasi, Penertiban Tetap Dilakukan

Media Alkhairat, RABU 24 Februari 2010

EMAS POBOYA
Tanpa Regulasi, Penertiban Tetap Dilakukan

PALU-Terkait adanya beberapa instansi yang meminta pihak Polda Sulteng membatalkan rencana penertiban di area Tambang Emas Poboya pada 12 Maret nanti, Juru Bicara Polda Sulteng AKBP Irfaizal menegaskan tanpa regulasi pihaknya akan tetap melakukan penertiban.

“Hanya ada satu kata kunci yakni regulasi,” tegas Irfaizal yang di hubungi Media ini, Selasa (23/2).

Irfaizal mengatakan, selama ini tujuan dari rencana Polda melakukan penertiban, tidak lain untuk membebaskan masyarakat dari pencemaran lingkungan dari kegiatan tambang dan hal itu hanya dapat terwujud dengan adanya regulasi.

Irfaizal menambahkan, selama di area tambang tersebut masih terdapat praktek yang melanggar hukum, pihak Polda akan tetap melakukan tugasnya melakukan penegakan hukum dan salah satu bentuknya dengan penertiban.

Namun demikian pihan Polda tetap menghargai niat pihak-pihak yang ingin memberikan pemikiran baru sebagai solusi keberadaan tambang tersebut kedepannya. “Polda selalu menghargai setiap masukan, apalagi bermanfaat bagi masyarakat luas,” kata Irfaizal. (BANJIR)